16 Agustus 2013

opini musri nauli : MEMBONGKAR “KORUPSI” SDA



Tertangkapnya “tokoh penting” di SKK Migas menyentak publik. Tanpa “bermaksud” untuk menilai kinerja KPK, penangkapan tokoh penting sekedar “konfirm”, bagaimana korupsi di sektor SDA telah meluluhlantakkan perekonomian yang “sebelumnya” sulit dijangkau oleh penegak hukum.
Dalam berbagai sumber selalu disebutkan potensi korupsi SDA yang mencapai angka diatas ratusan trilyun. Baik dari proses perizinan, proses pelaksanaan, potensi kehilangan SDA hingga berbagai manfaat yang bisa ditarik sebagai penerimaan kepada negara.

Sekedar gambaran, Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kemenhut, menjelaskan Kalimantan Tengah (Kalteng), dengan perkiraan kerugian negara Rp1,58 triliun, dari 282 kasus kebun, tambang 629 kasus. Kalimantan Timur (Kaltim), kebun 86 kasus, tambang 223 kasus, kerugian negara diperkirakan Rp31 triliun. Kalimantan Barat (Kalbar), sebanyak 169 kasus kebun, 384 tambang, dengan taksiran kerugian negara Rp47 triliun. Kalimantan Selatan (Kalsel), kebun 32 dan tambang 169 kasus, dengan potensi kerugian negara Rp1,96 triliun. Diikuti Sulawesi Tenggara (Sultra), sembilan kasus kebun, 241 tambang, dengan taksiran kerugian negara Rp13,4 triliun. Jambi, 52 kasus kebun, 31 tambang, dengan perkiraan kerugiaan Rp7,62 triliun dan Jawa Barat (Jabar), kebun 23 dan tambang lima kasus, dengan kerugian negara diperkirakan Rp1,3 triliun.

Begitu juga dari hasil analisis “Koalisi Anti Mafia Hutan” yang memperkirakan kerugian dari sektor SDA bisa mencapai 273 trilyun rupiah. Belum lagi hasil analisis KPK, Dalam hitungannya, Indonesia berpeluang menerima pemasukan sebesar Rp 15.000 triliun setiap tahun dari hasil mengelola sumber daya alam. Bila dibagi rata, maka setiap warga negara Indonesia akan mendapatkan Rp 20 juta setiap bulan (kompas.com).

Atau Papua yang “menghidupi” Freeport-McMoRan yang kemudian berkembang menjadi perusahaan dengan penghasilan US$ 6,555 miliar pada tahun 2007. Mining Internasional, sebuah majalah perdagangan, menyebut tambang emas Freeport sebagai yang terbesar di dunia.

Dengan melihat angka-angka yang dipaparkan, maka Indonesia yang sering disebut-sebut sebagai “surga dunia”, “negeri zamrud khatulistiwa”, namun tetap dalam garis kemiskinan. Angka kemiskinan yang tidak beranjak dari 12% tetap mendominasi dan menjadi persoalan yang tidak pernah dapat diselesaikan.

Daerah-daerah lumbung dan kaya SDA justru terpuruk di garis kemiskinan. Papu, Aceh, Riau, Kalimantan Timur yang mempunyai kekayaan “luar biasa” namun penduduknya tetap tidak beranjak dari “hidup yang tidak pantas”. Hasil riset Walhi 2006 membuktikan itu.

Belum lagi sektor pendidikan, kesehatan yang masih menjadi “barang mewah”. Persoalan yang masih menjadi impian dari masyarakat yang terpinggirkan.

Begitu juga infrastruktur yang masih morat-marit, transportasi publik yang jauh dari kata “pantas”, anggaran yang terus meningkat untuk pembiayaan pejabat dan pengadaan mobil dinas hingga berbagai pelayanan kemewahan kepada pejabat yang juga sering “membohongi” rakyatnya.

Angka-angka yang “seharusnya” masuk kedalam kas negara baik dalam sektor pajak, sektor SDA, potensi kehilangan dari sektor SDA hingga “korupsi” duit anggaran proyek sungguh-sungguh membuat kita terus bertanya. Mengapa Indonesia sebagai negara “gemah ripah loh jinawi tata tentram kerto rahardjo” tidak juga beranjak dari persoalan kemiskinan.

Tentu ada “sesuatu yang tidak beres” didalam menata dan mengelola SDA. Tentu ada sesuatu “big” yang mengendalikan SDA. Dan kita hanya bisa meraba dan merasakan “bagaimana mungkin”, Indonesia yang dianugerahi kekayaan yang luar biasa tapi kita tidak pernah beranjak menjadi sejahtera apalagi makmur. Tentu ada “sesuatu” yang salah.

Kegeraman kita terhadap “merampok” SDA tidak juga didengarkan oleh “pengurus negeri”. Suara kita kalah lantang dengan stategi “Canggih” para “perampok” SDA yang sekarang telah bermanuver ke politik dengna membiayai Pilkada dan anggota parlemen.

Dan KPK telah memberikan inspirasi kita. KPK telah meniupkan lilin di tengah rasa pesimis kita

Kita harus melawan dan terus berteriak. Dan tertangkapnya “tokoh penting” di SKK Migas pintu masuk dari berbagai “kegeraman” kita selama ini. Dan tugas kita kemudian menjaga KPK agar tetap meniupkan lilin dan kemudian kita pula yang memberikan cahaya agar terang dari kegelapan malam.