03 Oktober 2013

opini musri nauli : DUNIA TIDAK AKAN RUNTUH


Serasa kaki tidak menginjak bumi, pikiran terbang, nafas terhenti, pandangna termangu, pikiran kosong, dada berdegup kencang mendengarkan dan menyaksikan “breaking news”, Ketua MK, Akil Muchtar tertangkap KPK. Berita yang diterima “sungguh-sungguh” mengagetkan. Tanpa babibu, breaking news kemudian menjadil headline di tengah malam ketika saat semua orang hendak tidur.


Memerlukan “tarikan nafas” untuk “memastikan”. Inisial yang dikabarkan oleh media terus menerus memastikan informasi valid. Entah memang “media” yang sudah tahu namun hanya memerlukan konfirmasi resmi dari KPK, berita ini sungguh menyentak dahaga public yang baru saja menyaksikan berbagai scenario penangkapan berbagai tokoh penting. Baik terhadap Kakorlantas, Ketua Presiden PKS, Ketua SKK Migas dan sekarang ketua MK, Akil Muchtar (AM).
Secara pribadi, hubungan personal antara penulis dengan Ketua MK terbangun ketika penulis diajak masuk kedalam Pengurus Pusat Federasi Panjang Tebing Indonesia (PP FPTI), sebuah cabang olahraga adventure. Akil Muchtar terpilih berdasarkan Munaslub tahun 2012 setelah ketua Umum Sebelumnya juga terjerat kasus korupsi di Jawa Tengah.

Dalam perjalanan rapat-rapat di Jakarta (seingat penulis lebih dari 7 kali rapat), tidak ada pembicaraan serius. Selain memang olahraga FPTI merupakan para penggemar adventure, para pengurusnya sangat “santai”. Walaupun AM menjadi ketua Umum FPTI (belum terpilih menjadi Ketua MK), namun lebih banyak dia diajak guyon dan sering dijadikan ledekan teman-teman. AM sendiri menanggapi santai. Selain memang dia suka olahraga ini (sebelumnya dia Ketua FPTI Kalbar), suasana nonformal yang dibangun memang tidak pernah memandang siapapun. Semua menghormati karena suka olahraga. Tidak suka protokoler.

Kesan yang ditangkap dari penulis, AM mau menjadi Ketua Umum FPTI selain memang dia menyukai olahraga adventure, bergabung dengan kaum muda, tidak pernah ada yang “mengistimewakan” sebagai hakim Konstitusi juga, suasana yang sering tertawa daripada membicarakan serius. Entah rapat yang mau membahas secara serius tapi kemudian diakhiri guyon, atau mencoba “menggganggu” pengurus yang masih lajang. Setiap yang lajang mengusulkan sesuatu, ada saja komentar dari AM seperti “kok kamu grogi ngomongnya. Diperhatikan dia ya”. Suasana rapatpun heboh. Diskusi terhenti kemudian ngolor ngidul”.

Sebagai Ketua Umum PP FPTI, AM harus banyak menghadiri pelantikan pengurus daerah. Penulis berkesempatan hadir dan mendampingi AM di pelantikan PD FPTI Kepri di Batam.
Setelah “dijemput” dari bandara, AM mengajak makan siang. Dia mengajak makan siang. AM mempunyai kebiasaan mengajak semua orang sebelum memulai acara selalu mengajak makan. Penulis bergabung satu mobil dengan teman-teman pengurus PD FPTI Kepri. Sepanjang perjalanan, penulis bercerita, kalo AM hendak mengajak makan, biasanya dia yang selalu bayar. Dengan cara AM membayar, maka AM hendak menegaskan dia tidak merasa beban dari pengurus PD yang dia datangi. Selain itu menurut “feeling” penulis, dengan cara membayar, maka akan menghindarkan “conflick of interest”.  AM tidak akan terikat dengan siapapun.

Sebagai “orang Melayu”, kemudian menunjuk rumah makan yang memasak makanan laut. Kami sangat ramai. Seingat penulis mungkin hampir 30 orang. Setelah makan, AM kemudian meminta “pelayan” untuk mengambil bon makanan dan AM hendak membayar. Memang “dasar orang Melayu”, pengurus PD FPTI Kepri “ternyata sudah dibayar”. AM marah besar. Dia dengan tegas mengatakan “Saya yang mengajak makan. Maka saya yang membayarnya. Pengurus Daerah tidak perlu membayarnya”. Dia meminta kepada pelayan untuk mengembalikan uang pengurus PD FPTI Kepri.

Suasana hening. Dia tetap mengeluarkan uang untuk membayar semuanya. Seingat penulis berkisar sampai 7 jutaan.

Setelah terpilih menjadi Ketua MK (kabar dari televisi), penulis mengucapkan selamat melalui bbm. Balasanpun belum juga muncul. Penulis “beranggapan”mungkin karena sudah sibuk, makanya belum dibalas. Eh, tengah malam baru AM membalas. Selain mengucapkan terima kasih, malah dia ngajak guyon. “Makasih. Baru dibalas. Dari tadi capek sibuk membalas ucapakan”. Ha.. ha.. Ha..

Setelah terpilih ketua MK, kemudian diadakan rapat di rumah dinas komplek Widya Chandra. Selain mengajak makan dan syukuran, malah dia mengajak guyon. “kapan lagi kamu masuk ke komplek ini”. Menurut penulis, AM sadar komunitas adventure tidak pernah berkepentingan terhadap MK. Para pengurus cuma “berorganisasi” karena didasarkan hoby dan sebagian malah menjadikan hobi sebagai kehidupan sehari-hari.

Memang dasar para climber, yang datang berpakain “cuek”, pakai tas “daypack”, rambut gondrong-gondrong (seperti saya) malah sering “tertahan” di security depan” Komplek. Para “security” tidak percaya tamu ketua MK, tampang seperti ini. Entah beberapa kali, Ketua MK mesti menelpon ke bagian “security” agar tamu diizinkan masuk. Biasanya setelah para pengurus yang tertahan di “security” sudah berkeringat. Entah takut atau kelamaan nunggu telp dari AM. Dan biasanya menjadi guyonan yang sudah duluan hadir.
Sambil ngolor ngidul juga ditanyakan kepada AM. Bagaimana rasanya setelah bertemu dengan SBY sambil “cipika cipiki”.  Sambil tersenyum dia menjawab “aku sudah tahu pasti kalian menanyakannya”.

Cerita yang sekedar ingatan tentang interaksi penulis dengan AM memang terasa“pilu” ketika keteladanan yang disampaikan AM berbanding terbalik dengan ditangkapnya KPK. Cerita diatas sama sekali tidak memberikan “klarifikasi” terhadap kejadian penangkapan KPK. Sama sekali tidak.

Penulis tidak berpretensi untuk “menjernihkan” persoalan. Cerita penulis hanya terbatas cuma berorganisasi di FPTI dan tidak pernah membicarakan MK. Selain memang keinginan menjadi pengurus memang hoby, urusan MK merupakan urusan yang “ribet”, komplek yang menurut penulis bukan tempatnya di FPTI membicarakan.

Tentu saja kita “mengutuk” cara-cara korupsi. Tidak perlu diperdebatkan. Namun kesan personal sama sekali tidak berkaitan dengan korupsi. Urusan korupsi biarlah menjadi tanggung jawab AM. AM bertanggungjawab terhadap tuduhan cukup serius. Namun kesan personal tidak mudah dilepaskan dari ingatan. Tanpa menggganggu proses hokum, hubungan personal tidak mudah diputuskan oleh sebuah kejadian. Hubungan personal tidak berkaitan dengan hokum.

Yang menjadi tugas kita adalah bukan “mengetahuai kejadian yang sebenarnya”. Tapi bagaimana menyelamatkan MK sebagai salah satu pilar konstitusi di tengah berbagai krisis ketidakpercayaan public terhadap penegak hukum. Tugas kita menyelamatkan MK.
Dan kejadian terhadap AM tidak membuat dunia runtuh. Hidup masih panjang. Hidup harus terus berjalan. Hidup tidak boleh berhenti.

Harus dibangun optimisme terhadap terus bekerja MK.  Harus dijaga MK. MK tidak boleh runtuh.