07 Desember 2013

opini musri nauli : 33 Mandela Untuk Indonesia



Dunia kembali berduka. Sang Inspirator, tokoh anti aparthaeid dari Afrika Selatan meninggalkan kita. Meninggalkan karya dan teladan akhir abad 21-an. Karyanya "mengajak rakyat" Afrika memaafkan tanpa melupakan. Berbuat tanpa berkata. Dunia berkabung. Amerika menaikkan bendera setengah tiang. Pertandingan liga Inggeris mengheningkan cipta selama 1 menit sebelum memulai pertandingan.
Entah kata apa yang mesti bisa disampaikan. Airmata berkaca-kaca. Dada serasa sesak. Sungguh.. Dunia kehilangan tokoh yang mampu menginsiprasi. Menawarkan keteladanan. Mengagungkan kemanusiaan.

Tidak perlu cerita panjang tentang sosok Mandela. Sudah terlalu banyak kata yang bisa diungkapkan.

Presiden SBY langsung mengucapkan dukacita. Wakil Presiden langsung ke kedubes Afsel. Tokoh-tokoh Indonesia menuliskan di berbagai media massa.

Mengenang tokoh dan kehilangannya adalah manusiawi. Namun tanpa meneladaninya dan kemudian tanpa mengikuti keteladanannya sama juga omong kosong.

Apa pelajaran yang bisa kita tarik ?

Pertama. Keteladanan dari Mandela yang mengajak rakyat Afsel meninggalkan luka lama dengan cara memaafkan dan menatap ke depan adalah pelajaran yang bisa kita teladani.

Kedua. Mengapa tidak kita mencoba mengikuti jejak dan teladan darinya untuk menyatukan bangsa ini.

Berbagai permusuhan dan luka lama tidak dapat kita selesaikan. Misteri G 30 PKI, persoalan etnik antar suku, issu agama, penutupan tempat ibadah.

Bahkan kita mewarisi "dendam" antara satu generasi satu dengan generasi lainnya.

Ketiga. Issu sektarial mulai muncul. Issu berpakaian, issu tidak boleh duduk ngangkang, persoalan halal-haram, masalah syiah, masalah ahmadiyah, masalah penutupan tempat ibadah belum juga menemukan solusi penyelesaian.

Sementara negara lebih suka menjadi hamba negara-negara maju, menjual segala kekayaan sumber daya alam, sibuk membangun citra. Indonesia terancam di titik nadir.

Keempat. Mengapa di saat momunetum kepergian Mandela tidak dijadikan bahan renungan untuk menatap masa depan. Menghapuskan luka lama. Membangun toleransi, menghargai kemajemukan,

Kepergian Mandela dapat dijadikan refleksi kebangsaan.

Apakah kita harus memerlukan 33 orang seperti Mandela untuk setiap propinsi ?