22 Desember 2013

opini musri nauli : REFLEKSI 1 TAHUN (2) (Perjalanan menempuh 3 Dunia Berbeda)


REFLEKSI 1 TAHUN (2)
(Perjalanan menempuh 3 Dunia Berbeda)

Setahun menjabat sebagai “tukang teken surat”, penulis menemukan berbagai orang yang selalu menginspirasi. Bertemu orang dengan berbagai gagasan. Menggugat Walhi sebagai “tempat belajar”. Menantang penulis untuk mengajak Walhi “terus menerus memproduksi pengetahuan”. Bertemu mereka yang melihat alam dari sudut pandang yang tidak pernah terpikirkan.
Sebagai orang “tukang teken surat”, penulis harus menguasai detail, teknis berbagai issu. Membolak balik dokumen lama, membaca ulang, memahami berbagai issu dengan pelan-pelan. Semuanya memerlukan waktu yang lama untuk melaksanakannya.

Bertemu dengan orang dengan berbagai gagasan membuat penulis “merasa” alam adalah milik semua orang. Tidak “dikuasai” mereka yang hanya pandai membaca rumusan pasal-pasal. Mereka yang “sok tahu” tentang hutan.

Penulis semakin yakin dengan berbagai gagasan yang bisa ditemui di berbagai tempat. Di tempat dekat dengan air jernih yang mengalir, di gemuruh suara kendaraan, di suara bening kejujuran yang bersentuhan dengan alam, mereka yang menggali berbagai pengetahuan tentang alam.

Di Desa Tanjung Benuang, 7 jam arah barat Jambi, penulis terkagum-kagum dengan “Tausiah” dari Pak Alimin, “sang penjaga hutan”.

Desa Tanjung Benuang mengikrarkan diri sebagai keturunan dari Depati Suko Menggalo. Pengetahun tentang Desa diikrarkan dengan istilah tambo. Tambo adalah batas Margo yang ditandai dengan tanda-tanda alam.

Sebagai wujud nyata masyarakat Desa Tanjung Benuang mempunyai kearifan yang panjang didalam memandang hutan ditandai dengan membuat peraturan desa yang berangkat dari pengetahuan yang mereka kuasai.

Didalam Peraturan Desa, adanya pantang larang yang terdiri dari berbagai larangan (Seperti Ulu Sungai, Gunung, lereng sungai, Harimau diburu dan dibunuh, Tanaman yang menghasilkan seperti Pohon Durian, Pohon petai, pohon embacang, pohon rambutan tidak boleh dipanjat, Ikan tidak boleh diracun), tata cara membuka hutan yang ditandai dengan berbagai seloko seperti Alam berajo, rantau bejenang, kampung betuo, negeri bernenek mamak (Hutan yang dibuka harus sepengetahuan Penghulu dalam rapat Adat. Hutan yang Dibuka dilakukan secara kelompok), Lambas (setiap Ketua Keluarga kemudian membuat tanda dengan cara membuat pagar bambu dan harus membuka selama 3 bulan), SESAP RENDAH, BELUKAR TINGGI (Apabila tanah dibuka tidak ditanami, maka tidak ada hak)

Mereka juga mengenal retribusi terhadap hasil sumber daya alam yang biasa dikenal dengna istilah “ke aek bebungo pasir, ke darat bebungo kayu”. Untuk menguatkan retribusi, seloko digunakan “Adat samo diisi, Tembago Sama dituang. Berat sama di pikul, ringan sama dijinjing.

Terhadap Sanksi adat biasa ditandai dengan kambing Sekok, beras 20,-, emas 7 tail sepaho. Atau Beras 2 ayam 2. Denda dijatuhkan senilai Beras dua gantang dan ayam dua ekor10.

Sedangkan terhadap penyelesaian berbagai sengketa yang timbul dari proses dilanggarnya Peraturan Desa ditandai seloko ““Yang berhak untuk memutih menghitamkan Yang memakan habis, memancung putus, dipapan jangan berentak, diduri jangan menginjek, menyelesaikan dengan cara Jenjang Adat. Betakap naik, berjenjang turun. Proses yang dilalui seperti Dari Suku membawa ke nenek mamak. Apabila tidak dapat diselesaikan, maka memberitahu kepada Debalang. Apabila tidak dapat diselesaikan, maka Debalang memberitahu kepada Kepala Dusun. Apabila tidak dapat diselesaikan, maka kepala Dusun memberitahu kepada kepala Desa.

Begitu arif dan dalamnya pengetahuan yang mereka miliki membuat kita “seakan-akan” belajar dan meneguk air yang sumur yang sangat dalam. Semakin digali, semakin airnya banyak mengalir dan kita tidak puas-puasnya menggali sumur itu

Desa Tanjung Benuang telah menerima izin hutan Desa dari Menteri Kehutanan berdasarkan Surat Keputusan Nomor SK.441/Menhut-II/2011 seluas 1254 hektar. Sebelum meneria SK dari Menteri Kehutanan, Desa Sungai Benuang mempunyai pengetahuan yang arif. (http://musrinauli.blogspot.com/2013/06/mendengarkan-kesaksian-para-penyelamat.html)

Atau seruan dari Sungai Bungur, 30 November 2013 yang disampaikan oleh Imron, Koordinator Desa Sungai Bungur. “Hari ini pesan sudah kami sampaikan. Kami tidak mau tertindas. Kami Melawan. Agar generasi setelah kami tidak merasakan nasib seperti kami.

Seruan itu mengingatkan penulis di ruangan Pengadilan Negeri Palembang tanggal 2 Mei 2013, saat mendengarkan suara menggelar, membangkitkan perlawanan, menyerukan melawan ketakutan ketika Anwar Sadat, Direktur Walhi Sumsel yang dikriminalisasikan dengan tangan terkepal mengucapkan “DEMI ALLAH. SAYA TIDAK MELAKUKAN APA YANG DITUDUHKAN. Wallahi. Terkutuklah mereka yang berkata diatas kepala mereka terletak kitab suci.

Dengan lugas kemudian Anwar Sadat menjelaskan “Basis konstituante Walhi adalah mandat rakyat. Walhi bertanggung jawab terhadap mandat rakyat.

Kata-kata itulah yang kemudian “membangkitkan” optimisme kepada penulis, seorang “petarung” sejati tidak akan terluka walaupun ditikam, dihancurkan, dimusuhi, dipukul. Dia bisa saja berkali-kali jatuh. Namun jangan mimpi dia akan kalah. Dia tidak akan dan tak akan pernah kalah.

Pikiran-pikiran Anwar Sadat merupakan “ketegaran” seperti Copernicus yang tetap yakin, bumi yang mengeliling matahari. Walaupun keyakinan itu sendirian dia lalui, namun waktu yang membuktikan, teorinya benar.

Pikiran-pikiran Anwar Sadat menggambarkan sikap tegar dan keyakinan seperti Ir.Soekarno. Yang tetap yakin Indonesia merdeka.

Pikiran-pikiran Anwar Sadat mengingatkan kita. Basis konstituante Walhi adalah mandat rakyat.

Walhi bertanggung jawab terhadap mandat rakyat. Walhi akan berada dan selalu berada di daerah yang terancam sumber-sumber kehidupan. Walhi bekerja berdasarkan mandat. Walhi menyampaikan keprihatinan terhadap terancamnya sumber-sumber kehidupan dan terus berjuang bersama rakyat untuk meraih kehidupannya.

Basis konstituante Walhi adalah mandat rakyat. Walhi bertanggung jawab terhadap mandat rakyat. Sedangkan keorganisasian Walhi seperti Dewan Daerah, anggota, struktur Eksekutif Walhi merupakan “pelaku-pelaku” yang harus menterjemahkan mandat dari rakyat. Tidak dibenarkan para pelaku-pelaku yang menghambat mandat rakyat. Organisasi harus terus berjalan dan mandat dari rakyat merupakan satu-satunya basis konstituante Walhi.

Anwar Sadat menjawab “bagaimana organisasi sebesar Walhi” mampu menjawab dari mandat rakyat. Dan jawaban yang terus menerus disampaikan oleh Anwar Sadat sudah menegaskan. Mengurusi Walhi tidak semata-mata mengurusi keorganisasian Walhi. Tidak serta merta sepertiitu. Tapi mengurusi “mandat” dari rakyat sebagai pemilik kedaulatan Walhi. Mandat yang tidak hanya diterjemahkan sebagai surat dari mereka yang dirampas akan sumber-sumber kehidupan. Tapi mandat merupakan “perintah alam bawah sadar rakyat', terhadap mereka yangtelah disingkirkan oleh sistem sosial maupun sistem politik yangt idak memihak kepada mereka.

Dengan mandat itulah, yang bisa menentukan, apakah Walhi dapat menjalankan mandat atau cuma sibuk mengurusi keorganisasian Walhi semata.

Tentu masih banyak pengalaman demi pengalaman yang membuat penulis masih banyak harus belajar dan terus belajar dari setiap orang, dari setiap tempat dan setiap waktu.

Dan setiap orang, setiap tempat dan setiap waktu selalu memberikan inspirasi kepada penulis. Penulis merasa bagian dari orang-orang yang mempunyai berbagai gagasan besar.

Terima kasih untuk Semuanya.