REFLEKSI
1 TAHUN (2)
(Perjalanan
menempuh 3 Dunia Berbeda)
Setahun
menjabat sebagai “tukang
teken surat”,
penulis menemukan berbagai orang yang selalu menginspirasi. Bertemu
orang dengan berbagai gagasan. Menggugat Walhi sebagai “tempat
belajar”. Menantang
penulis untuk mengajak Walhi “terus menerus memproduksi
pengetahuan”. Bertemu mereka yang melihat alam dari sudut pandang
yang tidak pernah terpikirkan.
Sebagai
orang “tukang teken
surat”, penulis
harus menguasai detail, teknis berbagai issu. Membolak balik dokumen
lama, membaca ulang, memahami berbagai issu dengan pelan-pelan.
Semuanya memerlukan waktu yang lama untuk melaksanakannya.
Bertemu
dengan orang dengan berbagai gagasan membuat penulis “merasa”
alam adalah milik semua orang. Tidak “dikuasai”
mereka yang hanya pandai membaca rumusan pasal-pasal. Mereka yang
“sok tahu”
tentang hutan.
Penulis
semakin yakin dengan berbagai gagasan yang bisa ditemui di berbagai
tempat. Di tempat dekat dengan air jernih yang mengalir, di gemuruh
suara kendaraan, di suara bening kejujuran yang bersentuhan dengan
alam, mereka yang menggali berbagai pengetahuan tentang alam.
Di
Desa Tanjung Benuang, 7 jam arah barat Jambi, penulis terkagum-kagum
dengan “Tausiah”
dari Pak Alimin, “sang
penjaga hutan”.
Desa
Tanjung Benuang mengikrarkan diri sebagai keturunan dari Depati Suko
Menggalo. Pengetahun tentang Desa diikrarkan dengan istilah tambo.
Tambo adalah batas Margo yang ditandai dengan tanda-tanda alam.
Sebagai
wujud nyata masyarakat Desa Tanjung Benuang mempunyai kearifan yang
panjang didalam memandang hutan ditandai dengan membuat peraturan
desa yang berangkat dari pengetahuan yang mereka kuasai.
Didalam
Peraturan Desa, adanya pantang larang yang terdiri dari berbagai
larangan (Seperti Ulu
Sungai, Gunung, lereng sungai, Harimau diburu dan dibunuh, Tanaman
yang menghasilkan seperti Pohon Durian, Pohon petai, pohon embacang,
pohon rambutan tidak boleh dipanjat, Ikan tidak boleh diracun),
tata cara membuka hutan yang ditandai dengan berbagai seloko seperti
Alam berajo, rantau bejenang, kampung betuo, negeri bernenek mamak
(Hutan yang dibuka
harus sepengetahuan Penghulu dalam rapat Adat. Hutan yang Dibuka
dilakukan secara kelompok),
Lambas (setiap Ketua
Keluarga kemudian membuat tanda dengan cara membuat pagar bambu dan
harus membuka selama 3 bulan),
SESAP RENDAH, BELUKAR TINGGI (Apabila
tanah dibuka tidak ditanami, maka tidak ada hak)
Mereka
juga mengenal retribusi terhadap hasil sumber daya alam yang biasa
dikenal dengna istilah “ke
aek bebungo pasir, ke darat bebungo kayu”.
Untuk menguatkan retribusi, seloko digunakan “Adat
samo diisi, Tembago Sama dituang. Berat sama di pikul, ringan sama
dijinjing.
Terhadap
Sanksi adat biasa ditandai dengan kambing Sekok, beras 20,-, emas 7
tail sepaho. Atau Beras 2 ayam 2. Denda dijatuhkan senilai Beras dua
gantang dan ayam dua ekor10.
Sedangkan
terhadap penyelesaian berbagai sengketa yang timbul dari proses
dilanggarnya Peraturan Desa ditandai seloko ““Yang
berhak untuk memutih menghitamkan Yang memakan habis, memancung
putus, dipapan jangan berentak, diduri jangan menginjek,
menyelesaikan dengan cara Jenjang Adat. Betakap naik, berjenjang
turun. Proses yang
dilalui seperti Dari Suku membawa ke nenek mamak. Apabila tidak dapat
diselesaikan, maka memberitahu kepada Debalang. Apabila tidak dapat
diselesaikan, maka Debalang memberitahu kepada Kepala Dusun. Apabila
tidak dapat diselesaikan, maka kepala Dusun memberitahu kepada kepala
Desa.
Begitu
arif dan dalamnya pengetahuan yang mereka miliki membuat kita
“seakan-akan” belajar dan meneguk air yang sumur yang sangat
dalam. Semakin digali, semakin airnya banyak mengalir dan kita tidak
puas-puasnya menggali sumur itu
Desa
Tanjung Benuang telah menerima izin hutan Desa dari Menteri Kehutanan
berdasarkan Surat Keputusan Nomor SK.441/Menhut-II/2011 seluas 1254
hektar. Sebelum meneria SK dari Menteri Kehutanan, Desa Sungai
Benuang mempunyai pengetahuan yang arif.
(http://musrinauli.blogspot.com/2013/06/mendengarkan-kesaksian-para-penyelamat.html)
Atau
seruan dari Sungai Bungur, 30 November 2013 yang disampaikan oleh
Imron, Koordinator Desa Sungai Bungur. “Hari
ini pesan sudah kami sampaikan. Kami tidak mau tertindas. Kami
Melawan. Agar generasi setelah kami tidak merasakan nasib seperti
kami.
Seruan
itu mengingatkan penulis di ruangan Pengadilan Negeri Palembang
tanggal 2 Mei 2013, saat mendengarkan suara menggelar, membangkitkan
perlawanan, menyerukan melawan ketakutan ketika Anwar Sadat, Direktur
Walhi Sumsel yang dikriminalisasikan dengan tangan terkepal
mengucapkan “DEMI
ALLAH. SAYA TIDAK MELAKUKAN APA YANG DITUDUHKAN. Wallahi. Terkutuklah
mereka yang berkata diatas kepala mereka terletak kitab suci.
Dengan
lugas kemudian Anwar Sadat menjelaskan “Basis
konstituante Walhi adalah mandat rakyat. Walhi bertanggung jawab
terhadap mandat rakyat.
Kata-kata
itulah yang kemudian “membangkitkan”
optimisme kepada penulis, seorang “petarung”
sejati tidak akan terluka walaupun ditikam, dihancurkan, dimusuhi,
dipukul. Dia bisa saja berkali-kali jatuh. Namun jangan mimpi dia
akan kalah. Dia tidak akan dan tak akan pernah kalah.
Pikiran-pikiran
Anwar Sadat merupakan “ketegaran” seperti Copernicus yang tetap
yakin, bumi yang mengeliling matahari. Walaupun keyakinan itu
sendirian dia lalui, namun waktu yang membuktikan, teorinya benar.
Pikiran-pikiran
Anwar Sadat menggambarkan sikap tegar dan keyakinan seperti
Ir.Soekarno. Yang tetap yakin Indonesia merdeka.
Pikiran-pikiran
Anwar Sadat mengingatkan kita. Basis konstituante Walhi adalah mandat
rakyat.
Walhi
bertanggung jawab terhadap mandat rakyat. Walhi akan berada dan
selalu berada di daerah yang terancam sumber-sumber kehidupan. Walhi
bekerja berdasarkan mandat. Walhi menyampaikan keprihatinan terhadap
terancamnya sumber-sumber kehidupan dan terus berjuang bersama rakyat
untuk meraih kehidupannya.
Basis
konstituante Walhi adalah mandat rakyat. Walhi bertanggung jawab
terhadap mandat rakyat. Sedangkan keorganisasian Walhi seperti Dewan
Daerah, anggota, struktur Eksekutif Walhi merupakan “pelaku-pelaku”
yang harus menterjemahkan mandat dari rakyat. Tidak dibenarkan para
pelaku-pelaku yang menghambat mandat rakyat. Organisasi harus terus
berjalan dan mandat dari rakyat merupakan satu-satunya basis
konstituante Walhi.
Anwar
Sadat menjawab “bagaimana
organisasi sebesar Walhi”
mampu menjawab dari mandat rakyat. Dan jawaban yang terus menerus
disampaikan oleh Anwar Sadat sudah menegaskan. Mengurusi Walhi tidak
semata-mata mengurusi keorganisasian Walhi. Tidak serta merta
sepertiitu. Tapi mengurusi “mandat” dari rakyat sebagai pemilik
kedaulatan Walhi. Mandat yang tidak hanya diterjemahkan sebagai surat
dari mereka yang dirampas akan sumber-sumber kehidupan. Tapi mandat
merupakan “perintah alam bawah sadar rakyat', terhadap mereka
yangtelah disingkirkan oleh sistem sosial maupun sistem politik yangt
idak memihak kepada mereka.
Dengan
mandat itulah, yang bisa menentukan, apakah Walhi dapat menjalankan
mandat atau cuma sibuk mengurusi keorganisasian Walhi semata.
Tentu
masih banyak pengalaman demi pengalaman yang membuat penulis masih
banyak harus belajar dan terus belajar dari setiap orang, dari setiap
tempat dan setiap waktu.
Dan
setiap orang, setiap tempat dan setiap waktu selalu memberikan
inspirasi kepada penulis. Penulis merasa bagian dari orang-orang yang
mempunyai berbagai gagasan besar.
Terima
kasih untuk Semuanya.