Usai sudah perjalanan
politik Anas Urbaningrum (AU). Setelah sempat digadang-gadang
“pemimpin masa depan”, “calon Presiden masa depan”, AU
kemudian ditetapkan sebagai tersangka dan kemudian “ditahan”
KPK.
Perjalanan politik yang
telah dirintis AU memang terbilang spektakuler. Setelah terpilih
menjadi Ketua Umum HMI, masuk ke KPU. Belum selesai menghabiskan
jabatannya di KPU kemudian masuk ke Partai Demokrat dan terpilih
menjadi Ketua Umum Partai Demokrat.
Berbagai torehan prestasi
yang telah dirintis AU membuat dia cukup diperhitungkan sebagai
“lawan tangguh” dan tokoh muda yang melesat “bak
meteor”.
Tapi apakah memang
prestasi yang telah dirintis oleh AU memang spektakuler ?
Pertama. Ketika menjadi
Ketua Umum HMI, momentum reformasi kemudian mengantarkan AU menjadi
tokoh penting. AU ditunjuk untuk menjadi anggota tim revisi
undang-undang politik atau yang dikemal dengan nama Tim Tujuh. Tim
ini dipimpin oleh Ryaas Rasyid dengan anggota lainnya adalah Affan
Gaffar (alm.), Andi Mallarangeng, Djohermansyah Djohan, Luthfi Mutty,
dan Ramlan Surbakti.
Tim ini mengasilkan
rancangan paket undang-undang pemilu yang akhirnya disahkan oleh DPR
RI menjadi UU No. 2/1999 tentang Partai Politik, UU No. 3/1999
tentang Pemilhan Umum, dan UU No. 4/1999 tentang Susunan dan
Kedudukan MPR, DPR dan DPRD.
Dalam mempersiapkan
pemilu demokratis pertama pada tahun 1999, pemerintah membentuk
Panitia Persiapan Pembentukan Komisi Pemilihan Umum pada 3 Februari
1999 yang dikenal dengan nama Tim Sebelas. Tugas tim ini adalah
memverifikasi pemenuhan syarat administratif partai dalam untuk
mengkuti pemilu. Anas dipilih menjad anggota tim yang dipimpin oleh
Nurcholish Madjid (alm.). Anggota lainnya adalah Adi Andojo Sutjipto,
Adnan Buyung Nasution, Affan Gaffar (alm.), Andi Mallarangeng, Eep
Saefulloh Fatah, Kastorius Sinaga, Miriam Budiardjo (alm.), Mulyana
W. Kusumah, dan Rama Pratama.
Kedua. Tahun 2001, AU
menjadi anggota KPU bersama dengan Chusnul Mar’iyah, Daan Dimara,
Hamid Awaludin, Imam Prasodjo, Mudji Sutrisno, Mulyana W Kusuma,
Nazaruddin Syamsuddin, Ramlan Surbakti, Rusadi Kantaprawira, dan
Valina Singka Subekti. Para anggota KPU tersebut kemudian memilih
Nazaruddin Syamsuddin sebagai ketua.
Pada masa itu, kemudian
anggota KPU diperiksa KPK dan kemudian banyak yang menjadi tersangka.
AU selamat dan tidak menjadi tersangka.
Ketiga. Tahun 2005, AU
mengundurkan diri dari KPU dan menjadi “tokoh penting” di
Partai Demokrat. Tahun 2009 kemudian terpilih menjadi anggota DPR
bahkan menjadi Ketua Fraksi Partai Demokrat. Sebagai ketua Fraksi
Partai Demokrat, AU “dianggap gagal” mengamankan suara
Pemerintah didalam pemungutan suara di voting Bank Century.
Keempat. Tahun 2010 AU
mencalonkan menjadi Ketua Umum Partai Demokrat. Keberanian
mencalonkan menjadi Ketua Umum Partai Demokrat dianggap “melawan”
SBY sebagai tokoh penting karena SBY sendiri mempunyai putra Mahkota,
Andi Alfian Mallaranggeng.
Dengan melihat berbagai
perjalanan politik, maka banyak momentum yang “sebenarnya”
belum menguji “siapa sebenarnya” AU. Betul AU memang
berhasil dalam perebutan Ketua Umum HMI dan Ketua UMUM Partai
Demokrat. Namun berbagai jabatan yang telah diraih adalah
“pertarungan” internal. Sebagai organisator ulung, ranah
itu memang panggung yang bisa dikuasai oleh AU.
Sebagai anggota KPU, AU
memang “lolos” dari KPK. Namun AU tidak pernah memberikan
warna yang “kuat” di KPU.
Melompat dari KPU menjadi
anggota partai memang hak politik AU. Namun sebagian kalangan justru
“menyesalkan” cara yang ditempuh. Alangkah baiknya AU
menyelesaikan jabatannya di KPU. Ada istilah yang sering disampaikan.
Alangkah tidak etis apabila wasit (KPU) kemudian menjadi pemain
(Anggota partai). Padahal suara keras justru disampaikan kepada
Andi Nurpati. Teman AU di KPU yang kemudian juga melompat ke partai.
Setelah menjadi Ketua
Fraksi Partai Demokrat, AU juga dianggap gagal “mengamankan”
suara pemerintah di parlemen dalam penghitungan (voting) kasus Bank
Century.
Sehingga ketika AU
menjadi kandidate kuat Ketua Umum Partai Demokrat, kemenangan AU yang
dianggap spektakuler harus dilihat secara luas.
Memang AU terpilih
menjadi Ketua Umum Partai Demokrat. Namun apakah kemenangan tersebut
merupakan kemenangan karena “kematangan” berpolitik AU ?.
Berbagai tuduhan dari Nazarudin yang sering disampaikan dalam
berbagai kesempatan, dana Hambalang yang “diduga” untuk
mengamankan kongres. Tuduhan itu cukup serius selain karena akan
“merusak” politik santun yang disampaikan oleh SBY juga
membuat integritas AU menjadi rusak.
Dan setelah ditetapkan
tersangka dan kemudian mengundurkan diri dari Ketua Umum Partai
Demokrat, AU kemudian berjanji akan mengeluarkan berbagai strategi
yang jitu. Dengan kalimat yang terkenal, “ini adalah Bab
pertama. Masih banyak bab-bab lainnya'.
Publik menunggu apa
strategi yang dilakukan oleh AU. Publik menunggu informasi apa yang
hendak diberikan AU. Namun hingga penahanan kemarin, AU belum
mengeluarkan informasi apapun yang membuktikan “kepiawaian”
AU dalam berpolitik.
Dengan memperbandingkan
perjalanan politik AU dan berbagai peristiwa yang melatar
belakanginya, maka suara-suara yang menempatkan AU sebagai politisi
ulung harus dipertanyakan. Atau dengan kata lain, masih terlalu
sederhana kemudian menempatkan AU sebagai politisi ulung yang
digadang-gadang berbagai pihak.
Ditambah lagi cara-cara
yang dimainkan oleh AU sebelum diperiksa KPK sebagai tersangka.
Cara-cara ini bertentangan dengan gaya politik yang elegan, canggih
dan piawai. Justru AU “memainkan” gaya kekanak-kanakan”,
norak, kampungan dan murahan.
Dan ketika sebelum
ditahan, pernyataan yang disampaikan oleh AU “melengkapi”
siapa sebenarnya AU. AU sekedar “pecundang” yang
“memainkan emosi penonton. Persis sinetron yang mendayu-dayu.
Sehingga tidak salah
kemudian melodrama yang dimainkan AU diberi judul “Hero to
zero”.
Dengan melihat melodrama
yang mendayu-dayu yang “coba” dimainkan AU, maka maaf.
Saya bukan penggemar sinetron. Remote TV kupindahkan menonton
pertandingan sepakbola atau musik.