Melihat tayangan youtube
wawancara Najwa Shihab dengan calon politisi Angel Lelga dalam acara
“Mata Najwa” memang menarik perhatian kita. Melihat kepiawaian
Najwa Shihab “memborbardir” Angel Lelga seakan-akan kita melihat
Guru Sekolah Dasar yang “memaksa” anak harus mengakui karena
salah menulis ejaan kata namanya. Atau apabila kita lihat didalam
film televisi “law and order”, para tersangka “terdiam”
ketika para penyidik mengeluarkan satu persatu bukti atau photo
tentang keterlibatannya.
Sungguh. Jawaban yang
diberikan akan terbantah dengan berbagai tayangan untuk
memperlihatkan bagaimana sang penjawab “kesulitan” mengelak dari
berbagai pertanyaan.
Jangankan Angel Lelga.
Rhoma Irama “sang suami siri” Angel Lelga sendiripun “keok”.
Entah memang tidak mempersiapkan bahan dengna baik atau memang “tidak
menguasai masalahnya”, entah beberapa kali Roham Irama harus
menelan ludahnya sendiri karena tidak mampu menjawab pertanyaan dari
Najwa Shihab.
Melihat bagaimana
“ganasnya” Najwa Shihab “memborbardir” narasumber, penulis
sudah yakin Angel Lelga dipastikan akan “keok”. Baik karena
memang jam terbang ataupun penguasaan masalah dari Angel Lelga itu
sendiri yang jauh dari mumpuni, apalagi persoalan politik kontemporer
yang baru dimasuki oleh Angel Lelga itu sendiri.
Berbagai ulasan sudah
disampaikan. Entah yang menghujat ataupun yang mengkritik jawaban
yang telah diberikan Angel Lelga.
Penulis tidak mengikuti
perdebatan “siapa sebenarnya Angel Lelga”. Apakah pernah menjadi
istri “siri” Rhoma Irama, pernah terlibat percecokan dengan
berbagai pihak. Atau pernah membintangi film “berbau panas'. Bagi
penulis itu urusan moral yang dapat dijadikan penilaian tersendiri
bagi pemilih.
Bagi penulis yang
penting, bagaimana tanggapan terhadap sebuah issu, bagaimana
pandangan terhadap persoalan politik dan bagaimana pandangannya
tentang sebuah polemik ketatanegaraan.
Karena kita membutuhkan
itu semua sebelum kita memilih.
Namun yang dilupakan kita
semua. Wajah parlemen adalah cerminan dari wajah politik kita. Itu
didasarkan apabila para kandidat yang seperti ini “berani maju”
dan ternyata nanti kemudian masuk ke senayan, maka itulah wajah
sesungguhnya politik kita.
Tidak perlu argumentasi
yang panjang menjadi seorang politisi. Tidak perlu kaderasi. Tidak
perlu jalur yang panjang untuk menempuh jabatan sebagai anggota
parlemen.
Yang penting populer,
dikenal masyarakat, punya uang, rajin mengikuti acara keagamaan,
rajin menyambangi ke basis dukungan. Pokoknya dengan cara-cara
demikian, maka dapat dipastikan akan terpilih.
Dengan penilaian itulah,
jawaban yang diberikan oleh Angel Lelga. Dengan keyakinan itulah
kemudian Angel Lelga “Berani” maju untuk menjadi anggota
parlemen.
“Keberanian” Angel
Lelga adalah wajah perpolitikan indonesia sekarang. Kita tidak bisa
menutupi kenyataan itu. Kita tidak bisa memandang politik dalam
bacaan atau terminologi bacaan kita.
Tidak bisa itu. Itulah
wajah politik Indonesia.
Dan tahun 2014 jangan
kaget orang-orang seperti Angel Lelga yang kemudian “lolos” ke
senayan dan kemudian baru sadar. Masih banyak perjalanan dan agenda
yang bisa kita susun untuk menyongsong Pemilu 2014