26 April 2014

opini musri nauli : PASUKAN NASI BUNGKUS



Dalam sebuah pemberitaan, Fadli Zon, petinggi Partai Gerindra mengeluhkan “pemberitaan miring”nya Prabowo di dunia maya. Prabowo sering diberitakan dalam peristiwa HAM (penculikan) dan PT. Kiana .
Entah dengan sadar akan dampaknya, Fadli Zon kemudian menyatakan para pengkritik di dunia maya dengan pasukan nasi bungkus (Panasbung). Fadli Zon tidak menghitung akan serangan balik (counter attack). Yang pasti, Fadli “kesal” dengan serangan di dunia maya.

Ucapan yang disampaikan “berkesan” serius. Padahal Fadli Zon menganggap “remeh” panasbung.

Ucapan “panasbung” dikesankan sebagai pasukan abal-abal. Pasukan murah meriah. Pasukan yang rela cuma “dikasih” nasi bungkus.

Fadli Zon “salah”. Pasukan cyber crime sudah pasti kalangan papan tengah atau papan atas. Tidak percaya. Yang pasti dia punya jaringan internet sendiri dan punya waktu senggang. Mari kita lihat di google. Mereka sendiri tidak pernah mengikrarkan diri sebagai pasukan cyber crime.

Yang pasti, pasukan cyber crime mempunyai seperangkat teknologi terbaru. Dia mempunyai ide kreatif. Dia mengolah ide menjadi issu yang kreatif. Dia mengambil gambar. Entah gambar betulan, gambar editan, gambar dicocok-cocokan. Hasil olahan gambar kemudian dibuatkan kata-kata yang menusuk, mengejek ataupun kata-kata yang sering dipakai oleh tokoh didalam gambar.

Bayangkan. Pasukan cyber crime itu punya kemampuan editan yang terbaru. Entah pake photoshop atau iphoto. Tapi yang pasti, hasil editannya bisa ditangkap dengan mudah di publik.

Lalu kemudian dia mengirimkan (upload) di berbagai media sosial (facebook, twitter, instalgram, blog rame-rame seperti kompasiana, forum detik).

Nah. Siapa orang yang mempunyai seperangkat teknologi dan kemampuan “mumpuni”, punya internet sendiri dan punya waktu senggang yang cukup kalo bukan kalangan papan tengah atau papan atas.

Ok. Mari kita telusuri satu persatu. Yang pasti kalo dia punya kemampuan seperti photoshop atau iphoto berarti dia informasi yang cukup untuk menambah keterampilannya. Hanya sedikit orang yang punya. Kemudian dia punya internet sendiri yang rela dibayar bulanan untuk menguploadnya. Lalu dia punya waktu senggang yang cukup.

Apakah melihat seperti itu bisa dikatakan berasal dari kalangan papan tengah atau papan atas ?

Mereka tidak perlu lagi memikirkan biaya hidup sehari-hari untuk makan-makan. Mereka tidak perlu lagi memikirkan biaya bulanan untuk internet. Apakah mereka hanya “memerlukan” nasi bungkus ?

Belum lagi dia harus mengikuti perkembangan terkini, update berita-berita hangat. Mereka mengolahnya menjadi issu yang mudha ditangkap mudah oleh publik.

Apakah mereka cuma berharap “nasi bungkus” ?

Terus. Bagaimana caranya mengantar nasi bungkus. Apakah Pasukan cyber crime saling mengenal ? Apakah mereka “dikumpulkan” pada suatu tempat, pada siang hari kemudian “diantarkan” nasi bungkus ?

Ha.. ha.. Ha.. Saya pikir tidak juga begitu.

Jangan dilawan. Pasukan cyber crime “lebih melumat”nya.

Masih ingat ketika kasus “korupsi” yang menangkap tokoh besar partai Islam. Mereka kemudian menyiapkan pasukan untuk “membentengi” issu agar tidak berakibat kepada partai.

Pada awal-awalnya “kayaknya” berhasil. Dengan bombardir mereka kemudian “menggeser' persoalan ini menjadi persoalan pribadi. Tapi lambat laun. Pasuka cyber crime kemudian mengepungnya. Mereka memborbardir tanpa ampun. Mereka menyerang dengan gaya elegan.

Apa yang terjadi kemudian. Yang pasti, pasukan “siluman” untuk mengcounter attack pasukan cyber crime menyerah. Suara partai kemudian merosot.

Saya mempunyai teman yang rajin mengupload gambar-gambar yang unik. Mulai dari SBY, Prabowo ataupun siapapun yang dijadikan musuh publik (publik enemy), pembohong dijadikan sasaran. Mulai dari pagi hari ketika membuka internet hingga menjelang tidur, dia rajin mengirimkannya.

Apakah yang dilakukannya “berharap” nasi bungkus. ha.. ha.. Tidak. Tidak mungkin. Karena bisa saja pagi di Bogor, siang entah dimana, malam bisa di upload dari rumah. Lalu apakah nasi bungkus akan diantarkan di Bogor atau di rumahnya.

Ha.. ha.. Fadli Zon telah keliru menghitung pasukan Cyber Crime. Lembaga kepresiden aja pernah “keok” menghadapi dunia maya dalam dukungan sejuta dukungan Facebookers untuk KPK. Begitu juga Prita Mulyasari yang berhasil dibebaskan. Yang paling teranyar tentu saja “kompasiana” membanting telak 3 pemain besar. Kompas, UGM dan Anggito Abimanyu dalam kasus plagiat.

Jadi. Fadli Zon harus berfikir ulang untuk meremehkan pasukan cyber crime. Ucapan “pasukan nasi bungkus” memang meremehkan dan terkesan begitu digdaya Fadli Zon.