Belum
selesai penetapan KPU terhadap suara yang diraih oleh partai dan
anggota DPR-DPRD, partai politik sudah mempersiapkan diri untuk
memasuki Pilpres 2014. Dengan memperlihatkan berbagai lembaga
penghitung cepat (quick count), maka PDIP sudah dinyatakan sebagai
pemenang 18,90 %. Disusul oleh Partai Golkar 14,30 %. Dan Gerindra
11,80 %.
Partai Demokrat sebagai pemenang pemilu 2009 hanya meraih
9,70 %. Sedangkan Partai Islam, PKB berhasil meraih 9,20 %. disusul
PAN meraih 7,50 %, PKS 6,90 % dan PPP 6,70%. Bahkan Partai Nasdem
sendiri mampu “menyodok” dengan meraih 6.90%. Dengan demikian,
hanya PKS dan Partai Demokrat yang turun meraih suara dari pemilu
sebelumnya.
Dengan
melihat komposisi suara yang telah diraih, maka sudah dipastikan, di
parlemen tidak ada suara yang mayoritas. Bandingkan pada pemilu
sebelum-sebelumnya. Dimana suara partai di parlemen bisa mempengaruhi
kekuatan politik mencalonkan presiden.
Dengan
demikian, maka seluruh partai yang hendak mengusung calon Presiden
harus membangun kekuatan koalisi untuk mencukupi suara untuk diusung
calon Presiden.
PDIP
sudah mencalonkan Joko Widodo, Partai Golkar Aburizal Bakrie dan
Partai Gerindra sudah mantap mencalonkan Prabowo sebagai Presiden.
Partai Demokrat sebagai pemenang Pemilu 2009 belum memberikan hasil
yang memuaskan walaupun telah melewati mekanisme Konvensi Partai
Demokrat.
Apabila
kita mau melihat komposisi yang terjadi, maka diharapkan adanya 4
calon Presiden yang bisa diusung. PDI mengusung Jokowi, Partai Golkar
mendorong Abu Rizal Bakrie, Partai Gerindra mencalonkan Prabowo.
Sedangkan partai menengah dengan satu calon. Atau partai Islam
berkoalisi untuk mencalonkan dari partai kalangan Islam.
Dengan
demikian, maka PDIP, Partai Golkar dan Partai Gerindra diharapkan
menjadi “leading” untuk memimpin koalisi mengusung capres 2014.
Partai Islam dan partai menengah lainnya belum mampu mendorong untuk
mengimbangi Jokowi, ARB dan Prabowo.
Namun
skenario nampaknya sulit tercapai. Jokowi relatif “melenggang”
aman setelah PDI-P dengan Partai Nasdem. Dengan hitung-hitungan, maka
Jokowi “lolos” pada babak kualifikasi.
ARB
sendiri belum “berhasil” menarik kalangan nasionalis (Partai
Demokrat, Partai Hanura). Sementara dukungan dari partai islam tidak
berhasil menjadikan prioritas Abu Rizal Bakrie sebagai kandidate
Presiden. Pertemuan dengan Mahfud untuk menarik suara PKB “mentah
di tengah jalan.
Yang
seru terhadap Prabowo. Semula “mendapatkan” dukungan penuh dari
Ketua Umum PPP. Namun “perselisihan” internal partai, PPP
kemudian tidak memberikan arah yang jelas kepada Prabowo. Selain
karena PPP harus tunduk dengan keputusan organisasi dengna mengusung
6 nama calon Presiden (Prabowo tidak termasuk), sikap dari Surya
Darma Ali terburu-buru justru menimbulkan persoalan. Cerita ini
kemudian hilang.
Prabowo
kemudian mengirimkan surat kepada PKS. Namun sambutan ini belum
mendapatkan jawaban yang “meyakinkan”. Walaupun PKS memberikan
dukungan kepada Prabowo, namun suara ini belum cukup juga untuk
mendorong Prabowo ke pilpres 2014. Masih membutuhkan dukungan dari
partai lain.
Sementara
partai-partai menengah lainnya masih berhitung memberikan dukungan
kepada Prabowo.
Partai-partai
Islam (PKB, PAN, PPP, PKS) berkeinginan mengusung calon sendiri.
Nama-nama seperti Mahfud, MD, Hidayat Nur wahid, Anis Baswedan, Hatta
Rajasa, Anis Matta sempat beredar. Namun nama-nama yang telah
beredar, belum mendapatkan respon untuk didorong.
Namun
koalisi ini bubar sebelum matang. PKB sendiri jauh-jauh hari sudah
kapok berkoalisi dengan partai Islam. Muhaimin Iskandar mengingatkan
bagaimana “pelengseran” Gusdur dalam Sidang Istimewa tahun 2001.
Koalisi partai islam kemudian bubar. Bahkan PKB sendiri akhirnya
“berlabuh” ke Jokowi.
Dengan
melihat perkembangan terkini, maka Partai Islam dan Partai menengah
“sedang berhitung”. Mendorong calon sendiri dengan kalkulasi
politik akan kalah. Sedangkan memberikan dukungan kepada Prabowo
“sulit” menemukan “chemistry” sebagai kekuatan politik.
Lalu
bagaimana kita melihat perkembangan yang terjadi ?
Yang
pasti, cuma PDIP dan Jokowi yang relatif aman “menatap” Pilpres.
Prabowo mulai “terancam” tidak bisa “lulus” verifikasi.
Begitu
juga dengan ARB. Relatif belum aman.
Sedangkan
Partai menengah atau partai Islam belum juga bergerak menetapkan
sikapnya. Mendukung Jokowi, Prabowo, ARB atau mendorong satu nama.
Atau
mencoba format “koalisi Partai Golkar dan Partai Gerindra dengan
konsekwensi salah satu harus “bersedia” menjadi cawapres. Sebuah
pertaruhan yang cukup sulit mengingat Partai Golkar sebagai “pemain
kawakan” tidak mau dijadikan cawapres.
Apakah
Prabowo “rela” kembali menjadi cawapres setelah gagal tahun 2009
?
Wah.
Wah. Salah-salah Jokowi “melawan kotak kosong”.
Atau
kita menunggu langkah cerdas dari petinggi partai untuk menghadapi
pilpres ?