Pada tanggal 5 Mei 2014 telah
diadakan diskusi Konflik Jambi di Walhi Jambi. Diskusi dihadiri Ir. Irmansyah,
Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Jambi, Erizal dari Dinas Kehutanan Propinsi
Jambi, Sri Rahayu dari Dinas Perkebunan Propinsi Jambi, Pak Nasution sebagai
Staf Ahli Gubernur Jambi, tokoh-tokoh dari LSM dan pers.
Diskusi dimulai dari pemaparan
dari tuan rumah Walhi Jambi. Dalam kesempatan ini, Direktur Walhi Jambi
menyampaikan pentingnya diskusi pada hari ini dan pentingnya keterlibatan
berbagai pihak (multistakeholder) didalam mendiskusikannya.
Diskusi dimulai dari pemaparan
berbagai ketimpangan penguasaan lahan. Dalam catatan Walhi Jambi, dari luas
daratan wilayah Jambi, 2,1 juta merupakan kawasan hutan. Dimana terdapat 4
taman nasional (Taman Nasional Kerinci sebelat, Taman nasional Bukit Tigapuluh,
Taman nasional Bukit Tigabelas dan Taman Nasional berbak).
Ketimpangan penguasaan lahan
dapat dilihat 800 ribu hektar sudah ditetapkan untuk HTI. Tambang seluas 700
ribu hektar (bahkan JATAM sendiri telah melansir 1 juta hektar lebih). 500 ribu
untuk sawit.
Ketimpangan penguasaan lahan
menyebabkan timbulnya konflik. Ada sekitar 300 konflik (tahun 1999 – 2012, data
Walhi), 80 konflik berkaitan dengan sumber daya alam dan 27 konflik
diprioritaskan untuk diselesaikan.
Data-data konflik inilah kemudian
dilakukan penggambaran secara umum sehingga bisa menggambarkan dan pandangan
multistakeholder untuk membaca konflik.
Dengan data-data yang telah terhimpun,
kemudian dikomparasikan dengan data-data dari APHI dan Dinas Kehutanan, Walhi
Jambi kemudian atas dukungan dari UNDP melakukan pemetaan. Tentu saja pemetaan
yang dilakukan harus dilakukan dan dianalisis sehingga hasil yang dibutuhkan
dapat lebih komprehensif.
Terlepas dari kelemahan dan masih
dibutuhkan analisis yang mendalam, diskusi dapat dimulai dengan melihat peta
yang telah dihasilkan.
Sedangkan dari Ir. Irmansyah
menyebutkan dari kawasan hutan 2,1 juta hektar, 1,2 juta telah ditetapkan. 800 ribu
hektar telah diberikan kepada konsensi perusahaan. Sedangkan sisanya untuk
kawasan yang harus dijaga. Dengan model 300 ribu hektar untuk kawasan restorasi
yang telah diberikan kepada PT. REKI seluas 46 ribu hektar. Dan 400 ribu akan
dicanangkan untuk masyarakat melalui model PHBM (Pengelolaan hutan berbasis
masyarakat, yang biasa dikenal dengna model seperti hutan kemasyarakatan, hutan
desa dan hutan tanaman rakyat).
Dari catatan, Dishut Propinsi
Jambi mencatat konflik yang berkaitan dengan sektor kehutanan dapat dilihat
dari PT. REKI, lembah masurai, PT. LAJ dan konflik antara masyarakat setempat
dengan model kemitraan. Misalnya di PT. REKI dengan SAD.
Model yang ditawarkan dapat
dilihat bagaimana konflik itu terjadi. Terhadap ketimpangan penguasaan lahan
dapat diberikan dengan model PHBM seperti pemberian izin dengan model Hutan
Desa (sudah ada sekitar 57 ribu hektar, pencanangan 49 ribu HTR) dan model
kemitraan dengan perusahaan HTI dan restorasi (penyelesaian kasus Senyerang dan
sedang digagas model penyelesaian konflik di PT REKI).
Di Tebo sendiri, masih adanya
klaim hak dengan PT. LAJ. Klaim itu seperti ahli waris Sultan Thaha Jambi,
Panglima duo Sim, orang rimbo di Tebo.
Sedangkan kasus Lembah Masurai
sudah masuk kedalam agenda nasional yang ditetapkan didalam Inpres No. 2 Tahun
2013.
Dishut Propinsi Jambi juga
mengakui tentang tumpang tindih lahan yang ditandai di areal kawasan hutan
masih adanya izin tambang padahal belum ada pinjam pakai dari instansi resmi.
Terhadap konflik, Ir. Irmansyah
secara tegas menyampaikan. Di kawasan hutan produksi maupun di kawasan hutan
produksi terbatas, maka ditawarkan model izin PHBM dan resolusi konflik.
Sedangkan di kawasan hutan lindung, areal konservasi dan taman nasional akan
digunakan penegakkan hukum.
Dari Dinas Perkebunan telah
disampaikan, beberapa kasus yang berkaitan dengan perkebunan merupakan
kewenangan dari kabupaten. Dinas Perkebunan mendapatkan perkembangan (up to
date) dari Kabupaten.
Dari Karang Mendalo, para pihak
sudah menyampaikan perkembangan dari penyelesaiannya. Begitu juga antara PT.
JAW dan PT EMAL yang belum ada perkembangan berarti.
Sedangkan kasus PT. Asiatic
Persada, mulai dapat diselesaikan verifikasi dan validasi terhadap penempatan
SAD. Luas wilayah 2 ribu hektar termasuk kedalam 17 kelompok. Masih ada 65 kk
atau 1 kelompok yang masih belum diselesaikan. Semuanya ditempatkan didalam
kawasan izin PT. Jamer Tulen.
Dari Polda Jambi yang disampaikan
oleh Salfandri menerangkan ketika membicarakan konflik, maka pihak kepolisian
melihat dari 3 sudut pandang yang berbeda. 1. Dari upaya preventif, pre
eventif, dan represif. Pihak kepolisian sudah memetakan mana konflik yang
dikategorikan sebagai preventif, konflik yang pre eventif dan konflik yang
represif.
Data-data dari Polda Jambi yang
dihimpun dari Polres sudah memetakan sehingga dapat melakukan langkah-langkah
hukum.
Dari catatan konflik, Polda Jambi
sudah menyoroti terhadap konflik disebabkan dari tumpang tindih lahan,
persoalan kemitraan, dan status tanah.
Namun polda Jambi meminta kepada
instansi teknis untuk dapat menyelesaikan status lahan dan tumpang tindih
lahan.
Salfandri sendiri mengakui banyak
konflik-konflik ditunggangi orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Baik demi
kepentingan pribadi maupun kepentingan untuk mengulur-ulur konflik agar tidak
selesai. Bahkan telah adanya mafia yang mengkoordinirnya.
Ada juga laporan terhadap kasus
adanya pemungutan uang iuran sebesar 1 juta/hektar. Apabila tanah yang
dijanjikan tidak ada, maka kemudian Polda Jambi dibenturkan dengan masyarakat.
Oleh karena itu, maka diharapkan
masyarakat yang dirugikan dapat melaporkan ke pihak yang berwenang.
Selain itu juga, Salfandri
menyoroti persoalan PETI (penambangan emas tanpa izin). Persoalan ini sederhana
namun kemudian dibesar-besarkan sehingga persoalan sebenarnya menjadi bergeser.
Oleh karena itu maka persoalan
lingkungan jangan diputar balikkan sehingga merugikan masyarakat jambi sendiri.
Jaya dari LBH Lingkungan sendiri
sudah mengakui adanya penyelesaian di PT. Asiatic Persada. Kelompok-kelompok
yang mendapatkan tanah sudah ditempatkan di areal sehingga masyarakat sudah
mendapatkan haknya.
Ryan dari Setara menyebutkan,
masih adanya konflik di PT. Asiatic Persada. Misalnya penempatan yang tidak
sesuai dengna diperjanjikan, model koperasi yang tidak transparansi, adanya
ketimpangan lahan.
Sementara Jogi Sirait menyebutkan
model penyelesaian telah dilakukan di Kabupaten Tanjabtim. Inisiatif Pemkab
Tanjabtim sudah banyak membantu memetakan masalah dan upaya penyelesaikannya
dengan baik. Diluar yang sudah diselesaikan, apabila pihak tidak puas, dapat
menggunakan mekanisme pengadilan dan penegakkan hukum.
Heru Kurniawan dari AMAN
menyoroti konflik di Karang Mendapo dengan PT. KDA.
Sedangkan ilham dari Warsi
menyebutkan status kawasan hutan harus merujuk kepada putusan MK no. 45 tahun
2012. Selain itu juga penetapan kawasan harus sesuai dengan mekanisme FPIC
yaitu transparansi sehingga tidak bermasalah di kemudian hari.
Selain itu juga konflik antara
masyarakat Orang Rimbo dengan perusahaan harus memastikan “ruang jelajah” dari
komunitas orang rimbo.
Dari berbagai peserta sendiripun mengalir diskusi yang menyoroti tentang berbagai konflik harus mengutamakan keadilan antara pihak. Tidak boleh konflik diselesaikan demi kepentingan satu pihak saja.
Ini bisa dilakukan melalui
mekanisme peraturan perundang-undangan, review perizinan, potensi konflik dan
penegakkan hukum.
Farid dari SSS Pundi menyoroti
dengan melakukan identifikasi konflik dan upaya presure yang “memanfaatkan” konflik
demi kepentingan pribadi.
Dari diskusi yang mengalir
didapatkan benang merah
- Konflik yang terjadi di sektor SDA diakibatkan adanya
status lahan tumpang tindih, status tanah yang belum klir dan tentu saja
konflik yang berkaitan dengan persoalan lingkungan.
- Adanya semangat yang sama untuk memetakan konflik
sehingga didapatkan berbagai bacaan untuk melihat konflik secara
komprehensif.
- Adanya harapan terhadap diskusi dilakukan secara rutin sehingga konflik yang terjadi tidak melebar dari substansi konflik yang sebenarnya.
Sumber :
1.
Peta Konflik
2.
Peta penguasaan konflik
3.
Peta tambang di Jambi
4.
Link berita http://www.berita3jambi.com/?%2Fbaca%2F6755%2FKonflik-di-Jambi-Capai-300-an%2C-2%2F3-nya-Konflik-Dengan-Group-APP.html