14 Mei 2014

opini musri nauli : MEMBACA ARAH PILPRES 2014


Diibaratkan pertandingan, peserta lomba sudah “siap-siap” memasuki garis start. Peserta sudah mempersiapkan stamina, menjaga kesehatan, menghitung track sehingga bisa ditentukan kapan harus “sprint”, kapan harus slow, memakai kostum, lengkap dengan berbagai lambang sponsor. Tidak lupa juga dipersiapkan “penggembira (cheerleaders)” di setiap persimpangan sehingga suasana pertandingan menarik untuk diikuti. Pokoknya tinggal menunggu hari perlombaan dilaksanakan. Demikianlah suasana Pilpres 2014

Semula perlombaan diharapkan diikuti 4 orang peserta. Jokowi, Prabowo, Aburizal Bakrie dan salah satu peserta poros baru (bisa dipimpin Partai Demokrat ataupun dari Partai Islam)

Namun “suasana kamar ganti pakaian” pemain sedang heboh. Para peserta lomba saling diskusi. Bukan ingin menjelekkan satu dengna yang lain, namun saling berbagi informasi sebelum memasuki pertandingan.

Jokowi yang “dianggap” sebagai peserta tangguh bercerita. Ketika sudah ditetapkan sebagai peserta lomba oleh PDI-P, dia senyum-senyum nyegir. Dia tunduk apapun keputusan partai tentang penetapan sebagai Capres.

Sehari setelah Pemilu 9 April, Jokowi langsung bergerak. Dia menyambangi Partai Nasdem, pendatang baru yang melejit hingga mendapatkn 35 kursi. Dari Surya Paloh dia mendapatkan dukungan tanpa “reserve”. Dengan tegas Surya Paloh mendukung Jokowi.

Setelah menemui Surya Paloh, Jokowi menemui Aburizal Bakrie. Namun tidak mendapatkan dukungan yang pasti selain keduanya akan memperkuat parlemen.

Praktis setelah itu, Jokowi hanya mendatangi pesantren-pesantren basis NU setelah mendapatkan dorongan dari berbagai pihak di PKB. PKB kemudian secara resmi mendukung Jokowi.

Prabowo yang mendapatkan dukungan penuh dari PPP namun sempat limbung. Persoalan PPP menjadi panas, ketika Suryadharma Ali “dianggap” tidak konsisten menjalankan amanat Rapimnas PPP yang hanya mencalonkan 6 orang yang dianggap mewakili suara partai (diantaranya Anis Baswedan, Mahfud, Jusuf Kalla, Jokowi). Nama Prabowo tidak termasuk kedalam 6 orang hasil Rapimnas.

Konflik internal partai kemudian berhasil diselesaikan. Dukungan kemudian diberikan kepada Prabowo. Sehingga Prabowo mendapatkan dukungan dari Partai-partai Islam seperti PAN, PPP dan PKS.

Aburizal Bakrie yang diusung Partai Golkar “berharap” mendapatkan dukungan. Sebagai pemenang kedua Pemilu 2014, suara Partai Golkar signifikan untuk memasuki Pilpres 2014.

Penjajakan dimulai. Baik dengan menemui Mahfud, MD, mencoba membangun komunikasi dengan Prabowo (diistilahkan koalisi helikopter) maupun membangun koalisi dengan Partai Demokrat.

Namun semuanya tidak mendapatkan dukungan yang pasti. Mahfud sudah menyatakan “menunggu persetujuan dari PKB”. Sementara tarik menarik posisi sebagai Capres maupun sebagai wapres tidak menjawab seruan dari Aburizal Bakrie. Koalisi dengan Partai Demokat tidak juga kunjung menjanjikan.

Sementara Poros Baru (diawaki Partai Demokrat) dan poros partai Islam tidak kunjung direalisasikan. Partai Demokrat yang telah mengadakan konvensi Pilpres tidak dapat “mendongkrak” suara dan elektabilitas mengejar Jokowi maupun Prabowo. Partai Demokrat kemudian “kehilangan” momentum.

Sementara SBY sebagai pemimpin koalisi partai-partai Pemerintah sudah tidak lagi bergaung. Partai-partai yang mendukung SBY 2009 sudah berseliweran kesana kesini. PKB sudah merapat ke PDI-P. PPP sudah menyatakan komitmen untuk Prabowo. Sementara PAN dan PKS akhirnya kemudian ke Prabowo.

Sedangkan Partai Demokrat memimpin partai-partai nasionalis seperti Partai Demokrat, Partai Hanura dan PAN tidak terdengar lagi suaranya.

Disisi lain, Poros baru diharapkan koalisi Partai Islam “mati sebelum berkembang”. Pertemuan petinggi Ormas dan partai islam hanya “gelegar” sementara dan tidak mampu mengerucut.

PKB sudah jauh-jauh hari menolaknya. PKB mengakui sudah kapok “berkoalisi” partai Islam. Kejadian “menggusur” Gusdur tidak mudah dilupakan oleh Muhaimain Iskandar. Penjungkalan Gusdur terlalu “menyakitkan” nahdiyyin.

Sementara nama-nama yang didorong tidak menjanjikan bagi partai islam itu sendiri.

Dengan melihat konfigurasi yang terus bergerak, banyak pelajaran yang bisa ditarik untuk menjadi pembelajaran ke depan. Partai yang cepat memberikan dukungan membuktikan mengutamakan kepentingan nasional daripada kepentingan politik jangka pendek (seperti bagi-bagi kursi Menteri). Membaca politik harus jernih. Harus diartikan sebagai membaca peluang dan mengutamakan kepentingan publik. Kejelian PKB “sebagai anak bawang” namun mempengaruhi dinamika politik Pilpres 2014. Sikap ambigu, peragu, lambat menyebabkan tidak mampu mempengaruhi dinamika politik Pilpres 2014.

Sekarang tinggal kita menunggu pemastian nama-nama peserta lomba, pemanggilan dari stadion pertandingan, peniupan pluit dari wasit perlombaan dan perlombaan akan dimulai.

Semoga pertandingan diikuti dengan baik. Peserta lomba tertib. Dan penonton bisa bersorak tanpa mengganggu jalannya pertandingan.