Diibaratkan
pertandingan, peserta lomba sudah “siap-siap” memasuki garis
start. Peserta sudah mempersiapkan stamina, menjaga kesehatan,
menghitung track sehingga bisa ditentukan kapan harus “sprint”,
kapan harus slow, memakai kostum, lengkap dengan berbagai lambang
sponsor. Tidak lupa juga dipersiapkan “penggembira (cheerleaders)”
di setiap persimpangan sehingga suasana pertandingan menarik untuk
diikuti. Pokoknya tinggal menunggu hari perlombaan dilaksanakan.
Demikianlah suasana Pilpres 2014
Semula
perlombaan diharapkan diikuti 4 orang peserta. Jokowi, Prabowo,
Aburizal Bakrie dan salah satu peserta poros baru (bisa dipimpin
Partai Demokrat ataupun dari Partai Islam)
Namun
“suasana kamar ganti pakaian” pemain sedang heboh. Para peserta
lomba saling diskusi. Bukan ingin menjelekkan satu dengna yang lain,
namun saling berbagi informasi sebelum memasuki pertandingan.
Jokowi
yang “dianggap” sebagai peserta tangguh bercerita. Ketika sudah
ditetapkan sebagai peserta lomba oleh PDI-P, dia senyum-senyum
nyegir. Dia tunduk apapun keputusan partai tentang penetapan sebagai
Capres.
Sehari
setelah Pemilu 9 April, Jokowi langsung bergerak. Dia menyambangi
Partai Nasdem, pendatang baru yang melejit hingga mendapatkn 35
kursi. Dari Surya Paloh dia mendapatkan dukungan tanpa “reserve”.
Dengan tegas Surya Paloh mendukung Jokowi.
Setelah
menemui Surya Paloh, Jokowi menemui Aburizal Bakrie. Namun tidak
mendapatkan dukungan yang pasti selain keduanya akan memperkuat
parlemen.
Praktis
setelah itu, Jokowi hanya mendatangi pesantren-pesantren basis NU
setelah mendapatkan dorongan dari berbagai pihak di PKB. PKB kemudian
secara resmi mendukung Jokowi.
Prabowo
yang mendapatkan dukungan penuh dari PPP namun sempat limbung.
Persoalan PPP menjadi panas, ketika Suryadharma Ali “dianggap”
tidak konsisten menjalankan amanat Rapimnas PPP yang hanya
mencalonkan 6 orang yang dianggap mewakili suara partai (diantaranya
Anis Baswedan, Mahfud, Jusuf Kalla, Jokowi). Nama Prabowo tidak
termasuk kedalam 6 orang hasil Rapimnas.
Konflik
internal partai kemudian berhasil diselesaikan. Dukungan kemudian
diberikan kepada Prabowo. Sehingga Prabowo mendapatkan dukungan dari
Partai-partai Islam seperti PAN, PPP dan PKS.
Aburizal
Bakrie yang diusung Partai Golkar “berharap” mendapatkan
dukungan. Sebagai pemenang kedua Pemilu 2014, suara Partai Golkar
signifikan untuk memasuki Pilpres 2014.
Penjajakan
dimulai. Baik dengan menemui Mahfud, MD, mencoba membangun komunikasi
dengan Prabowo (diistilahkan koalisi helikopter) maupun membangun
koalisi dengan Partai Demokrat.
Namun
semuanya tidak mendapatkan dukungan yang pasti. Mahfud sudah
menyatakan “menunggu persetujuan dari PKB”. Sementara tarik
menarik posisi sebagai Capres maupun sebagai wapres tidak menjawab
seruan dari Aburizal Bakrie. Koalisi dengan Partai Demokat tidak juga
kunjung menjanjikan.
Sementara
Poros Baru (diawaki Partai Demokrat) dan poros partai Islam tidak
kunjung direalisasikan. Partai Demokrat yang telah mengadakan
konvensi Pilpres tidak dapat “mendongkrak” suara dan
elektabilitas mengejar Jokowi maupun Prabowo. Partai Demokrat
kemudian “kehilangan” momentum.
Sementara
SBY sebagai pemimpin koalisi partai-partai Pemerintah sudah tidak
lagi bergaung. Partai-partai yang mendukung SBY 2009 sudah
berseliweran kesana kesini. PKB sudah merapat ke PDI-P. PPP sudah
menyatakan komitmen untuk Prabowo. Sementara PAN dan PKS akhirnya
kemudian ke Prabowo.
Sedangkan
Partai Demokrat memimpin partai-partai nasionalis seperti Partai
Demokrat, Partai Hanura dan PAN tidak terdengar lagi suaranya.
Disisi
lain, Poros baru diharapkan koalisi Partai Islam “mati sebelum
berkembang”. Pertemuan petinggi Ormas dan partai islam hanya
“gelegar” sementara dan tidak mampu mengerucut.
PKB
sudah jauh-jauh hari menolaknya. PKB mengakui sudah kapok
“berkoalisi” partai Islam. Kejadian “menggusur” Gusdur tidak
mudah dilupakan oleh Muhaimain Iskandar. Penjungkalan Gusdur terlalu
“menyakitkan” nahdiyyin.
Sementara
nama-nama yang didorong tidak menjanjikan bagi partai islam itu
sendiri.
Dengan
melihat konfigurasi yang terus bergerak, banyak pelajaran yang bisa
ditarik untuk menjadi pembelajaran ke depan. Partai yang cepat
memberikan dukungan membuktikan mengutamakan kepentingan nasional
daripada kepentingan politik jangka pendek (seperti bagi-bagi kursi
Menteri). Membaca politik harus jernih. Harus diartikan sebagai
membaca peluang dan mengutamakan kepentingan publik. Kejelian PKB
“sebagai anak bawang” namun mempengaruhi dinamika politik Pilpres
2014. Sikap ambigu, peragu, lambat menyebabkan tidak mampu
mempengaruhi dinamika politik Pilpres 2014.
Sekarang
tinggal kita menunggu pemastian nama-nama peserta lomba, pemanggilan
dari stadion pertandingan, peniupan pluit dari wasit perlombaan dan
perlombaan akan dimulai.
Semoga
pertandingan diikuti dengan baik. Peserta lomba tertib. Dan penonton
bisa bersorak tanpa mengganggu jalannya pertandingan.
Baca : MENGHITUNG KALKULASI CAPRES 2014 dan Presiden 2014