30 Mei 2014

opini musri nauli : KEKELIRUAN PERNYATAAN AHMAD YANI (PPP) DALAM KASUS BUSWAY


Dalam dialog di TV One dengan tema kasus korupsi pengadaan bus Transjakarta. Dialog dihadiri Ahmad Yani (PPP) mewakili kubu pendukung Prabowo – Hatta, Trimedya Panjaitan (PDIP) mewakili kubu pendukung Jokowi – Jusuf Kalla.


Isu ini memang “memantik” persoalan yang cukup hangat dibicarakan. Kitapun sudah mengetahui arah diskusi. Ahmad Yani “mendorong” agar kasus ini segera diproses secara cepat dan meminta kepada Kejaksaan Agung untuk “memeriksa” Jokowi. Sedangkan Trimedya Panjaitan sepakat agar kasus ini diserahkan kepada pihak yang berwenang. Namun kasus ini jangan dipolitir dengan mengaitkan dengan Jokowi.
Ahmad Yani (PPP) mengeluarkan alasan “pentingnya' Jokowi diperiksa. Alasan pertama. Mantan Kadishub merupakan “bawahan” dari Gubernur Jokowi sehingga segala setiap tindakannya sepengetahuan Jokowi sebagai Gubernur. Alasan kedua, Mantan Kadishub merupakan orang yang menjalankan program Gubernur sehingga tidak dapat dipersalahkan dan hanya dibebankan kepada Mantan Kadishub tersebut.

Issu ini sudah lama dibicarakan publik. Berbagai dorongan agar kasus ini dikaitkan dengan Jokowi terus dilakukan. Namun Kejaksaan Agung bersikukuh dengan bukti-bukti belum adanya keterlibatan Jokowi.

Saya sendiri sudah lama ingin membahasnya. Tapi terhalang oleh waktu.

Namun dengan pernyataan Ahmad Yani saya kemudian tersentak. Terlepas bagaimana fakta hukum yang tengah berjalan, ada beberapa kekeliruan pernyataan yang disampaikan oleh Jokowi.

Sebelum membahas pernyataan Ahmad Yani, ada baiknya kita menggali berbagai teori untuk menjawab pernyataan Ahmad Yani.

Didalam ilmu hukum, kita mengenal teori kewenangan (bevoegdheid). Dalam banyak literatur, sumber kewenangan berasal dari atribusi, delegasi dan mandat.

Atribusi merupakan kewenangan yang telah diatur didalam konstitusi. Baik dengan tegas dinyatakan didalam konstitusi (misalnya Presiden, DPR, MK, BPK dan sebagainya) maupun merupakan makna tersirat di konstitusi (misalnya di konstitusi cuma diterangkan “tentang Bank Sentral”. UU kemudian mengatur tentang Bank Indonesia)

Delegasi merupkan pelimpahan kewenangan dari atribusi kepada pejabat yang telah ditentukan (overdracht van bevoegdheid). Jadi, suatu delegasi selalu didahului oleh adanya sesuatu atribusi wewenang dan dilakukan secara tertulis (moet schriftelijk).

Akibatnya Delegasi terjadinya peralihan tanggung jawab (overgang van verantwoordelijkheid)

Sedangkan mandat merupakan perintah untuk melaksanakan (opdracht tot uitvoering). Dalam mandat hanya sebagian wewenang yang dilimpahkan. tanggung jawab/pertanggungjawaban tetap pada pemberi kewenangan.

Dengan demikian maka menurut teori kewenangan dan melihat rangkaian yang telah dijelaskan, maka Udar Pristono sebagai kadishub merupakan pejabat yang menerima delegasi dari Gubernur untuk bertanggungjawab di bidang perhubungan DKI.

Dengan demikian maka menurut teori kewenangan, Udar Pristono telah menerima pelimpahan wewenang dari Pemerintah DKI Jakarta. Dengan demikian maka Udar Pristono berwenang untuk melakukan pekerjaan di perhubungan (termasuk pengadaan busway). Termasuk melakukan perjanjian pekerjaan (sebagaimana diatur didalam Perpres 70 tahun 2012).

Dengan menggunakan teori kewenangan maka posisi Udar Pristono harus bertanggungjawab secara hukum. Udar Pristono harus “memastikan” proses pengadaan busway tidak bermasalah.

Namun mengaitkan dengan Jokowi dalam teori kewenangan tidak tepat. Selain memang Udar Pristono merupakan pejabat yang telah menerima delegasi, Udar Pristono tidak dapat menunjukkan “keterlibatan' Jokowi dalam pengadaan busway. Baik bukti saksi maupun bukti-bukti lainnya. Kejaksaan Agung sudah mengkonfirmasikan.

Pernyataan Udar Pristono “menggiring” Jokowi harus bertanggungjawab merupakan pernyataan tanpa didukung bukti-bukti yang lain.

Terhadap pernyataan Ahmad Yani, setiap proses baik dimulai dari mendatangi pabrik di China merupakan rangkaian kegiatan yang tidak dapat ditarik sebagai fakta hukum atas keterlibatan Jokowi. Udar Pristono mempunyai kewenangan untuk menentukan pemenang tender, mempunyai kewenangan untuk menolak spesifikasi yang telah ditentukan, mempunyai kewenangan menandatangi apapun dokumen yang berkaitan dengan pengadaan busway.

Sedangkan pernyataan yang mengaitkan pekerjaan Udar Pristono dengan upaya mendukung program Gubernur merupakan pernyataan politik yang tidak dapat ditarik menjadi persoalan hukum.

Dengan demikian kekeliruan yang disampaikan Ahmad Yani selain tidak mempunyai dasar hukum apabila dihubungkan dengan teori kewenangan juga mengaitkan keterlibatan Jokowi dalam kasus busway merupakan upaya politik. Sehingga tidak salah kemudian, publik menduga adanya upaya politisasi kasus busway