Terlalu
sayang melupakan dan menceritakan pandangan publik mengenai Mahfud MD
seorang “negarawan” yang menjadi tim pemenangan kandidate
Presiden Prabowo – Hatta.
Terlalu
sayang “sikap” Mahfud MD yang kemudian menjadi “tim”
penting Prabowo – Hatta.
Sikap
ini berangkat untuk mengukur “negarawan” Mahfud, MD dalam
tarik menarik “pilpres 2014”.
Namun
untuk mengukur sikap Mahfud, MD tentu saja mempunyai rentang yang
panjang sehingga pandangan kita “tetap” memberikan apresiasi
kepada Mahfud, MD.
Diibaratkan
pertandingan sepakbola, Sebagai orang yang disegani dan sering
dianggap sebagai pendekar hukum sebagai ketua MK, Mahfud datang
dengan skill “pemain” lengkap. Mempunyai “tendangan”
seperti Becham, mempunyai gocekan seperti Messi atau Ronaldo,
mempunyai “tandukan” bola seperti Ronaldo (yang mempunyai
heading hingga 78 cm diatas Patrick Evra) dan mempunyai strategi
seperti “Sir Alex Ferguson” atau Carlo Ancelotti.
Sebagai
bentuk konsistensi Mahfud, MD kita harus memberikan skor 1 – 0
ketika “ditarik-tarik” Abu Rizal Bakrie mengajak “duet”
menjadi Wakil Presiden. Mahfud, MD menjawab sebagai “kader”
NU, Mahfud, masih menunggu bagaimana perintah partai. Mahfud, MD
menolak secara halus.
Namun
pertandingan “sepakbola” modern” tidak cukup dengan
berbagai “skil” individual semata. Strategi tim juga harus
diperhitungkan.
Masih
ingat ketika “Jerman” mencukur” Argentina, 4 – 0 tanpa
balas pada perempat final World cup 2010. Padahal Lionel Messi sedang
berada dipuncak dan dipuja sebagai pemain terbaik sejagat (4 kali
pemain terbaik).
Telisik
punya telisik. Ternyata kemampuan “skill” individual Messi
tidak didukung “suplai” bola dari gelandang serang dari
tim Argentina.
Pemain
Jerman berhasil “menguasai lapangan” tengah sehingga Messi
seperti “sendirian” di depan gawang. Jerman berhasil
membuktikan hipotesis sepakbola modern. “Siapa yang menguasai
gelanggang tengah” maka menguasai pertandingan dan meraih
kemenangan.
Mahfud
“disesalkan” fans sepakbola. Menjadi “pengatur serangan” di
tim pemain yang banyak bermasalah. Ada pemain yang sulit diatur.
Sesama pemain berebut menjadi bintang dan mengecilkan pemain lain.
Sesama pemain bintang berebut menjadi “line up”. Tidak mau
menjadi pemain cadangan. Pemain “selalu ribut” di ruang ganti.
Di
tengah lapangan, Mahfud kemudian “tidak berhasil”
menguasai gelandang tengah. Suplai bola tidak pernah mengalir ke
Mahfud.
Titik
lompat kemudian dilakukan oleh Mahfud. Mahfud kemudian “bergabung”
ke Prabowo Hatta. Mahfud terjebak dengan pertarungan “pribadi'
dengan PKB yang memilih Jokowi – Jusuf Kalla. Mahfud “terjebak”
sebagai orang NU yang mesti “menunggu perintah partai.
Sebuah perhitungan yang dibaca “publik” didalam acara
“Mata Najwa'. Skor 1 - 1
Titik
lompat kedua mulai dirasakan Mahfud. Mahfud “bergabung”
dengan Amien Rais, tokoh penting “penjungkalan”
Abdurrahman Wahid (Gusdur). Padahal Gusdur salah satu tokoh yang
“dihormati” Mahfud.
Nama
Amien Rais merupakan salah satu nama yang sering disebut-sebut Gusdur
dan dicatat tinta hitam baik Gusdur maupun kaum Nahdiyin. Skor 1 –
2
Serangan
kemudian bertubi-tubi. Gelandang tengah praktis dikuasai oleh pemain
lawan. Masuknya Anies Baswedan tidak mampu diimbangi kapasitas
personal Mahfud. Mahfud “terjebak” gaya permainan
“individual”. Bola praktis tidak pernah mengalir ke kaki
Mahfud. Sementara Anies Baswedan pelan-pelan mulai mengatur permainan
dan mengontrol bola.
Berbagai
serangan kepada Jokowi disikapi “wisdom” dan kata-kata lembut
dari Anies Baswedan.
Kata-kata
seperti “Jokowi orang baik, kita harus membantu orang baik”
semakin mengkristal. Gaya permainan semakin dikendalikan. Stigma
“orang baik” dan “orang jujur” mulai keteteran
dimainkan kaki Mahfud.
Kita
masih ingat dalam acara “Mata Najwa”. Mahfud “terkesima”
permainan ciamik dari Anies Baswedan. Mahfud “terpukau”
solo run dari Anies Baswedan. Anies Baswedan berhasil menyarangkan
bola ke gawang lawan. Skor 1 - 3
Kelengahan
semakin sering terjadi. Antara pemain “tidak koordinasi”.
Antara pemain saling memainkan bola sendiri-sendiri.
Fadli
Zoen terus menebar teror kepada pemain lain. Gaya permainan “Tegas”
terus dikumandangkan oleh pemain. Mahfud tidak memainkan peran
sebagai “pengatur serangan' yang cantik.
Lagi-lagi
bola mudah direbut lawan. Anies Baswedan mengeluarkan serangan balik.
“Tegas tidak mesti “mata melotot. Tegas tidak mesti membanting
HP”. Anies Baswedan mengeluarkan serangan balik. Dengan santai
Anies Baswedan menendang bola. 1 – 4.
Belum
selesai “koordinasi” yang baik. Belum selesai
“mempersiapkan” pertahanan terbaik. Bola mulai dimainkan.
Bola mulai lambat dimainkan. Pemain saling mencari posisi untuk
mencoba serangan. Serangan mulai dibangun. Serangan mulai diarahkan
ke arah daerah gawang.
Pelan-pelan
“gaya pidato” terus menerus disuarakan. Bola dimainkan
dari ke kaki. Berputar-putar di depan gawang. Bola belum ditendang
karena banyaknya pemain yang berdiri di gawang. Persis gaya “parkir
bus” Mourinho.
Permainan
bisa dikendalikan. Mahfud mulai “mengikuti irama”
permainan. Mahfud mulai menikmati pertandingan.
Namun
penonton bosan dengan bola yang “cuma” berputar-putar.
Penonton sudah mulai teriak. Hayo. Tendang bola ke gawang. Biar
enak menontonnya.
Pemain
semakin semangat. Pemain “merasa” sudah diatas angin.
Pemain cuma berhitung. Mencetak gol cuma masalah waktu.
Penonton
mulai kesal. Permainan cantik yang diperagakan membuat penonton sudah
mulai jenuh. Penonton ingin menyaksikan gol. Bukan menyaksikan
permainan cantik.
Seluruh
pemain kemudian naik membantu serangan. Menguasai setengah lapangan
bola. Dan mulai “teriak-teriak” untuk mencetak gol.
Namun
pertahanan lupa dilihat. Pertahanan ditinggalkan.
Sambil
“menjaga” pertahanan, pemain mulai merebut bola. Saling
sikut. Saling dorong. Wasit entah berapa kali harus meniup pluit
mengingatkan agar pemain bermain fairplay.
Entah
dengan kelengahan. Entah merasa jumawa. Bola “berhasil”
direbut. Serangan balik (counter attack) mulai disusun. “Gaya
pidato” terjebak dengan pemasangan “lambang garuda”.
Gaya pidato kalah “duel” dengan pemasangan “lambang
garuda”. “Lambang garuda” bermasalah. Lambang garuda
sudah diputuskan oleh Mahfud sendiri.
Mahfud
“kehilangan” kontrol terhadap bola. Pemain mulai “sadar”
akan terjadinya serangan balik.
Bola
langsung dikirimi ke striker yang sendirian langsung berlari setengah
lapangan bola menuju ke arah lawan gawang. Bola ditendang dengan baik
pemain. Skor 1 – 5.
Mahfud
kemudian “baru sadar”. Strategi permainan “skill
individual” tidak mampu mengimbangi permainan “kolektif”
yang diperagakan lawan.
Pertahanan
ketat, harmonisasi antara pemain, konsisten dan sabar untuk bermain
tidak mampu diperagakan oleh Mahfud.
Mahfud
kemudian “mulai berhitung”. Mahfud mulai menyusun
strategi.
Tapi
skor 1 – 5 sulit dikejar oleh Mahfud. Mahfud sendirian dan dikepung
berbagai strategi yang “ciamik” diperagakan tim lawan.
Mahfud
kembali melihat catatan. Mahfud sedang berhitung. Melanjutkan
pertandingan atau menemui pemilik klub sepakbola. Meminta berhenti
atau melanjutkan pertandingan.
Penonton
tidak sabar menunggu keputusan Mahfud.