15 Juli 2014

opini musri nauli : DEDDY MIZWAR, MALULAH KEPADA AHOK !!!


Pilpres 2014 mengajarkan kepada kita bagaimana kualitas orang yang mendukung. Baik yang mendukung Jokowi/JK maupun Prabowo/Hatta.


Pernyataan Deddy Mizwar (Wakil Gubernur Jawa Barat) yang menganggap apabila Prabowo menjadi Presiden, maka Jokowi kembali menjadi Gubenur DKI dan Jusuf Kalla menjadi Kepala Mesjid menyentak nurani saya. Terlepas apakah pernyataan itu memang benar adanya, namun pernyataan itu “sungguh-sungguh tidak pantas disampaikan” oleh Deddy Mizwar.
Deddy Mizwar salah satu orang yang cukup dihormati di kalangan pemirsa Indonesia. Melalui tayangan televisi dan film layar lebar, Deddy Mizwar telah membuktikan “aktor” dan sutradara yang berkelas. Dia dapat disejajarkan dengan Christine Hakim, Alex Komang, Putu Wijaya.

Deddy Mizwar telah memenangkan Piala Citra baik sebagai aktor terbaik sekaligus sutradara, pemeran pembantu terbaik. Sebuah pencapaian yang sulit ditorehkan aktor-aktor lain.

Di televisi sinetron seperti Hikayat Pengembara, Lorong Waktu, Demi Masa, Kiamat Sudah Dekat,Para Pencari Tuhan merupakan sinetron yang bisa disaksikan setiap bulan Ramadhan. Kata-kata teduh, bijak namun tetap aktual.

Sehingga tidak salah kemudian Deddy Mizwar dianggap sebagai tokoh yang dihormati dan menunjukkan kualitas baik sebagai aktor ataupun sutradara.

Namun apadaya. Memasuki hiruk pikuk politik, Deddy Mizwar larut dan terjebak dengan arus pusaran yang tidak bisa dihindari. Deddy Mizwar kemudian terseret dan sering menimbulkan pernyataan yang menyesatkan. Kata-kata yang disampaikan membuktikan, Deddy Mizwar tidak mampu menyaring “informasi yang pantas disampaikan ke publik”. Deddy Mizwar kemudian tenggelam dengan kata-kata yang sering diumpatkan oleh media ataupun website online abal-abal. Deddy Mizwar tidak mampu menempatkan diri dan meniti diri di politik.

Berbeda dengan Ahok (Wakil Gubernur DKI), sebuah kartu skrup penting baik bagi Jokowi maupun bagi Prabowo. Ahok jenius “memainkan” peran dan berhasil melewati titik tarik menarik. Ahok sering membela Jokowi ketika diserang. Namun disatu sisi Ahok juga melarang para issu Rasial agama dimainkan terhadap Jokowi ataupun Prabowo.

Ahok menjadi kartu truf yang tidak terjebak dengan permainan politik praktis menjelang pilpres.

Bahkan setelah mandat sebagai pejabat sementara Gubernur DKI, Ahok bergerak cepat. Dia menutup tempat hiburan stadium yang terkenal angker (padahal gubernur sebelumnya pensiunan jenderal). Dia kemudian memanggil tim sukses baik Jokowi maupun Prabowo untuk meminta pertanggungjawaban kerusakan taman waktu mendaftar di KPU. Ahok malah meminta satpol PP untuk membersihkan jakarta dari berbagai spanduk.

Prestasi ini berbanding terbalik dengan Deddy Mizwar. Bukan membantu Gubernur Jawa Barat namun “sibuk” dengan berbagai sinetron dan masih sibuk “nampang” di layar televisi sebagai bintang iklan.
Ketika ditegur oleh KPK, Deddy Mizwar malah menantang KPK untuk menunjukkan “dimana kesalahannya dan dimana ketidakbecusan dia tidak bekerja”. Antipati mulai dirasakan oleh Deddy Mizwar.
Dorongan agar Deddy Mizwar menentukan pilihan apakah masih tetap sebagai bintang iklan atau Wakil Gubernur semakin menguat. Tuntutan itu rasional agar publik mudah dan tidak bias melihat posisi Deddy Mizwar.

Apakah waktu yang menjadi pembuktian ? Namun yang pasti, sebelum menjadi Wakil Gubernur Jawa Barat, Deddy Mizwar telah menjadi tokoh nasional dan berkualitas. Sebuah prestasi yang belum dimiliki Ahok yang cuma Bupati dari sebuah daerah kecil Propinsi Babel.

Namun Begitu menjadi Wakil Gubernur, Deddy Mizwar sering keliru dan blunder melakukan kesalahan. Berbanding terbalik dengan Ahok. Di saat menjadi Wakil Gubernur, Ahok bak bintang melesat. Dia jenius mengelola pemerintahan kota besar, banyak menyelesaikan persoalan besar di Jakarta. Sebuah kabar yang belum banyak didengar dari Deddy Mizwar.

Deddy Mizwar. Malulah kepada Ahok.