Dalam
persidangan di MK, Prabowo didalam pidatonya didukung partai-partai
pengusung yang memperoleh suara mayoritas di DPR. Tidak lupa juga
mengakui didukung tokoh-tokoh angkatan 66 dan tokoh reformasi seperti
Akbar Tanjung, Amien Rais.
Ingatan
saya kemudian melayang dengan sejarah panjang perjalanan Indonesia.
Akbar Tanjung menjadi bagian tokoh penting angkatan 66 dan Amien Rais
tokoh reformasi 98. Bahkan Akbar Tanjung juga menjadi tokoh penting
reformasi.
Namun
yang tidak terlihat Mahfud MD sebagai Ketua Tim Pemenangan Prabowo –
Hatta.
Melihat
nama-nama yang disodorkan, maka Prabowo – Hatta didukung oleh Akbar
Tanjung – mantan Ketua DPR-RI, Amien Rais Ketua MPR-RI dan Mahfud
MD Ketua MK.
Sayapun
tersadar. Prabowo ternyata didukung oleh mantan Ketua MPR-RI, Mantan
Ketua DPR-RI dan mantan Ketua MK.
Apa
pesan dari Prabowo. Hmm. Entahlah. Namun kesan yang ditangkap, tim
Prabowo merupakan orang besar, tidak sembarangan yang pernah
menguasai jagat politik Indonesia kontemporer.
Lalu
apa pula pesan lain yang hendak disampaikan. Mengapa Kebesaran
nama-nama Ketua MPR, Ketua DPR dan Ketua MK tidak berhasil
mengalahkan Jokowi – JK.
Sekarang
mari kita lihat satu persatu.
Pertama.
Paradigma nama besar tokoh tidak menjamin akan kemenangan yang
diraih. Nama-nama besar Akbar Tanjung, Amien Rais dan Mahfud memang
menjadi wacana yang menarik untuk didiskusikan. Ketiganya alumni HMI,
sebuah ormas yang terpandang di Indonesia.
Namun,
mesin politik ataupun jaringan yang telah dibangun belum mampu
menggerakkan dan mengalahkan relawan Jokowi – JK.
Relawan
Jokowi – JK terus mengepung dan menguasai panggung-panggung dunia
politik kontemporer.
Media
kampanye monoton, konvensional dan searah berhadapan dengan
kampanye-kampanye effektif kontemporer dan canggih.
Nama-nama
seperti Iwan Fals, Slank, Sherina, Afgan menopang kuat dan berhasil
mendorong Anies Baswedan sebagai dirijen utama menggerakkan relawan.
Lihatlah
bagaimana “wabah” baju kotak-kotak, salam dua jari menghipnotis
orang sehingga kaum golput kemudian bergerak.
Media
sosial yang dibombardir dengan cyber army tidak berhasil menjungkal
pendukung Jokowi.
Perang
dunia maya (cyber army) berhasil “dikuasai” oleh relawan Jokowi.
Siulan
(twitt) dari Sherina “memborbadir” followernya.
Situs
“kawal.org” berhasil dijadikan rujukan daripada real count
abal-abal yang diklaim oleh salah satu partai pendukung Prabowo.
Sehingga
Akbar Tanjung, Amien Rais dan Mahfud kelabakan dan tidak bisa membaca
arah pemilih yang menguasai panggung politik oleh relawan Jokowi.
Kedua.
Gaya kampanye yang monoton, kata-kata yang berulang-ulang kesulitan
menggungguli “gaya blusukan” Jokowi dan bahasa sederhana Jokowi.
Akbar
Tanjung, Amien Rais dan Mahfud “terjebak” politik masa lalu,
cara-cara konvensional dan ketinggalan mencari model membaca trend
masa depan.
Dengan
ciamik Jokowi menempatkan diri sebagai bagian dari masa depan, orang
muda, mengerti desain panggung yang dimainkan orang muda menempatkan
diri menjadi bintang panggung.
Konser
penutup tanggal 5 Juli 2014 membuktikan Jokowi berhasil memainkan
panggung dan meninggalkan panggung politik yang monoton.
Ketiga.
Dukungan relawan dalam menciptakan lagu-lagu mendukung Jokowi,
menempatkan diri Jokowi sebagai “entertainment” yang mengerti
selera kaum muda.
Ada
50 lagu lebih yang bernuansa rapp, jazz, dangdut, pop yang diciptakan
relawan Jokowi. Lagu-lagunya “easing” dan mudah dicerna. Khas
anak muda.
Bandingkan
lagu Ahmad Dhani yang menyadur dari group musik Queen, berpakaian ala
nazi yang mendapatkan cemoohan dunia. Atau lagu “garuda didadaku”
yang sering dinyanyikan dalam pertandingan sepakbola.
Keempat.
Kunjungan Jokowi ke Iwan Fals, mampir ke markas Slank, konser salam
dua jari menempatkan Jokowi sebagai “pemimpin kaum muda”.
Pemimpin yang selalu disambut relawan. Lengkap dengan photo
selfie-nya.
Kelima.
Relawan Jokowi yang tersebar di berbagai daerah menyebabkan tim
relawan mempunyai cara-cara kreatif khas anak muda.
Berbagai
poster, selebaran menempatkan Pilpres menjadi sarana bergembira bagi
relawan. Semuanya tersenyum mengeluarkan ide-ide kreatif yang tidak
akan ditemukan di kelompok yang dimobilisasi.
Dengan
melihat berbagai bentuk dukungan relawan Jokowi tidak salah kemudian
kebesaran nama Akbar Tanjung, Amien Rais dan Mahfud tidak mampu
mengimbangi kemenangan Jokowi.
Jokowi
sudah menawarkan model kepemimpinan politik. Jokowi menawarkan
fashion. Jokowi menawarkan ide kreatif memandang politik. Yang tidak
dimiliki oleh nama besar Akbar Tanjung, Amien Rais dan Mahfud
Selamat
datang generasi muda politik. Selamat tinggal politik masa lalu.