PELAKU DAN KORBAN
Musri Nauli *
Dalam
sebuah pemberitaan di media online, dikabarkan Mahkamah Agung (MA) membebaskan
Ivan Kurniawan (25) dalam kasus narkoba. Sebab jaksa hanya mendakwa Ivan dengan
dakwaan tunggal tentang mengedarkan narkoba. Padahal, Ivan hanyalah pemakai
narkoba, bukan pengedar narkoba.
Jaksa
hanya menjerat Ivan dengan dakwaan tunggal yaitu Pasal 112 ayat 1 UU Narkotika.
Pasal tersebut berbunyi: Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum
memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan
tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama
12 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 800 dan paling banyak Rp 8 miliar.
Jaksa
tidak memberikan alternatif dakwaan lain kepada majelis hakim dan memaksakan
Ivan dikenakan pasal 112 dan menuntut Ivan dijatuhi hukuman 5 tahun penjara.(Padahal
Jaksa bisa mendakwakan pasal 127 ayat 1 UU Narkotika)
Terdakwa
kemudian dijatuhkan putusan selama 4 di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dan
dikuatkan Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Timur.
Namun
di tingkat kasasi, Mahkamah Agung kemudian membebaskannya. "Menyatakan
terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan
sebagaimana yang didakwakan. Membebaskan terdakwa dari dakwaan tersebut.
Namun
hakim agung Salman Luthan sedikit berbeda pendapat. Menurutnya, meski pasal 127
ayat 1 tidak didakwakan, jalan keluarnya yaitu memberikan hukuman di bawah
hukuman minimal 4 tahun penjara, bukan dibebaskan.
Lalu
bagaimana kita memandang putusan MA maupun pandangan berbeda dari Hakim Agung
Salman Luthan (dissenting opinion)
Keadilan Prosedural
Menurut
Hobbes, keadilan sama dengan hukum positif, maka hukum positif menjadi
satu-satunya norma untuk menilai apa yang benar dan salah, atau adil dan tidak
adil. Pemikiran ini kemudian tampak dalam Immanual Kant. Menurutnya, hak atas
kebebasan individu pada titik sentral konsepnya tentang keadilan. Keadilan akan
terjamin apabila warga mengatur perilaku dengan berpedoman pada nilai-nilai
universal.
Hukum
harus bebas dari nilai-nilai diluar Hukum (The Teory of Law – Hans Kelsen).
Hukum harus bebas dari anasir-anasir diluar hukum.
Dalam
aliran ini maka yang menjadi tujuan adalah ”Kepastian hukum
(Rechtssicherheit)”. MK menyebutkan ”keadilan prosedural”. Aliran
ini lebih mengedepankan ”Kepastian hukum (Rechtssicherheit). ”Kepastian
hukum (Rechtssicherheit) adalah keadilan. Selain karena dilihat ketentuan
yang berkaitan terhadap perkara yang bersangkutan, kepastian hukum lebih
menjamin.
”Kepastian
hukum (Rechtssicherheit)/keadilan prosedural memang menyisakan persoalan
”nurani”. Dalam konteks ini, maka hakim tidak dibenarkan ”menafsirkan
keadilan” dalam sebuah rumusan UU.
Keadilan
dalam UU merupakan kewenangan para pembentuk UU. Bagir Manan menyatakan “Hakim
adalah mulut atau corong undang-undang (spreekbuis van de wet, bouche de la hoi).
Ajaran ini menggarisbawahi, bahwa hakim bukan saja dilarang menerapkan hukum
diluar undang-undang, melainkan dilarang juga menafsirkan undang-undang.
Wewenang menafsirkan undang-undang adalah pembentuk UU Bukan wewenang hakim”.
Pandangan
ini tidak sekedar teori, melainkan pemah masuk dalam sistem hukum positif
seperti didalam pasal 15 AB yang berbunyi “geeft gewoonte geen recht, dan
alien wanneer der wet daarops verwijst (ketentuan kebiasaan tidak
merupakan hukum, kecuali ditunjuk oleh UU (Bagir Manan, Mengadili Menurut
Hukum, Majalah Hukum Varia Peradilan, No. 238, Juli, 2005, Jakarta, Hal 3)
Apabila
kita perhatikan Putusan Mahkamah Agung No. 178 K/Kr/1959 tanggal 8 Desember
1959 yang menyatakan “hakim bertugas semata-mata untuk melakukan
undang-undang yang berlaku dan tidak dapat menguji nilai atau keadilan suatu
peraturan perundang-undangan atau pernyataan bahwa karena unsur-unsur tindak
pidana yang dinyatakan dalam surat dakwaan tidak terbukti, terdakwa harus
dibebaskan dan segala tuduhan”, menurut penulis melambangkan asas kepastian
hukum (rechtmatigheid) didalam memutuskan perkara. Selain itu juga
konsepsi ini juga mengandung asas positivisme.
Pernyataan
ini mendukung pendapat yang telah disampaikan oleh Logemann menyatakan “men
mag de norm waaraan men gebonden is niet willekeurig uitleggen, doch alleen de
juiste uitleg mag gelden” orang tidak boleh menafsirkan secara sewenang-wenang
kaidah yang mengikat, hanya penafsiran yang sesuai dengan maksud pembuat
undang-undang menjadi tafsiran yang tepat .
Maka
dalam memeriksa dan mengadili dan memutuskan suatu perkara yang dihadapkan
kepada hakim, maka seorang hakim terikat kepada ketentuan yang tertuang dalam
hukum acara (formele recht) dari pengadilan. Hakim dibatasi menafsirkan
atau melakukan konstruksi terhadap hukum acara. Hal demikian dikarenakan fungsi
dari hukum acara (formele recht, adjective law) adalah untuk
mempertahankan hukum materiil (materiele recht, substantive law).
Pemikiran ini dikatakan sebagai Kepastian Hukum (Rechtssicherheit). MK
mendefinisikan sebagai “keadilan prosedural (procedural justice).
Sebagian kalangan mendefenisikan sebagai kepastian peraturan.
Keadilan substantif
Didalam
filsafat hukum, ditegaskan, Menegakkan keadilan harus menjadi tujuan negara (Plato).
Keadilan sebagai nilai yang paling sempurna/lengkap. Hukum harus membela
kepentingan atau kebaikan bersama/Common good) (Aristoteles). Hukum
sebagai sistem harus adil (H. L. A. Hart).
Agustinus
dan Thomas Aquinas telah menjelaskan hukum yang tidak adil sama sekali bukan
hukum. Pemikiran Aquinas diteruskan
pengikutnya seperti ahli hukum Belanda seperti Hugo Grotius
Pada
akhir abad ke-19, perkembangan filsafat hukum ditandai dengan aliran baru yang
dikenal dengna nama mazhab Historis. Menurut Hegel, hukum merupakan realitas
politik harus dilihat sebagai tatanan etis yang secara normatif mengarahkan
perilaku manusia. Sedangkan Savigny, hukum sebagai refleksi etika sosial
masyarakat. Hukum yang baik, harus merupakan refleksi dari nilai etika
masyarakat.
Mazhab
ini kemudian menjadi inspirasi bagi aliran hukum mazhab sosiologis. Hukum tidak
dapat dipahami secara tepat tanpa pemahaman sistematis mengenai tujuan yang
melahirkan hukum, yang dapat ditemukan dalam kehidupan sosial.
Selanjutnya
lahir pemikiran hukum mazhab realisme hukum. Menurut Roscoe Pound yang dikenal
sebagai social engineering, hukum tidak dapat diterapkan sesuai dengan kitab
hukum. Hukum harus memuat ajaran dan sekaligus ideal yang mendorong masyarakat
ke masa depan yang lebih baik. Hukum harus menjadi alat sosial (social
engineering).
Ini
diperkuat oleh Ronald Dworkin yang menegaskan, jika memahami hukum, maka kita
harus memperhatikan bagaimana hukum itu diterapkan oleh hakim. Hukum baru
menjadi hukum yang sebenarnya ketika digunakan hakim untuk menyelesaikan kasus
hukum.
Keadilan
memiliki tingkat kepentingan yang besar. John Rawls, filsuf Amerika Serikat
yang dianggap salah satu filsuf politik terkemuka abad ke-20, menyatakan bahwa
"Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial,
sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran".
Sedangkan
Rouscoe Pound, mendefinisikan keadilan terdiri 2 bagian : keadilan bersifat
yudicial dan keadilan administratif.
Maka
pendapat yang disampaikan oleh Hakim Agung Salman Luthan mendorong keadilan
hukum. Yang dihubungkan dengan teori Gustav Radbruh dikatakan sebagai Asas
kepastian hukum (rechtmatigheid). MK selalu menyebutkan “keadilan substansi
(substantive justice) adalah Asas keadilan hukum (gerectigheit).
Saat
terjadi pertentangan antara keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum, yang
harus diprioritaskan secara berurutan adalah keadilan, kemudian kemanfaatan,
dan terakhir kepastian. Mahfud, MD juga menyatakan bahwa walaupun secara
prinsip harus diutamakan adalah kepastian hukum namun juga harus
dititikberatkan kepada keadilan dan kemanfaatan. Nilai keadilan lebih tinggi
dari kepastian Hukum, terlebih dalam mewujudkan keadilan universal, karenanya
apabila terjadi pertentangan antara dua asas tersebut maka yang didahulukan
adalah prinsip yang dapat mewujudkan keadilan secara nyata.
Maka
didalam memaknai keadilan substantif (substansif justice) atau keadilan hukum
(gerectigheit) dapat mengabaikan “keadilan prosedural (procedural justice) Asas
kepastian hukum (rechtmatigheid)”.
Hakim
Salman Luthan menegaskan “tidak boleh membiarkan aturan-aturan keadilan
prosedural (procedural justice) memasung dan mengesampingkan keadilan
substantif (substantive justice)”
Dalil
yang digunakan untuk memperkuat argumentasi “Pengadilan tidak boleh
membiarkan aturan-aturan keadilan prosedural (procedural justice) memasung dan
mengesampingkan keadilan substantif (substantive justice)”. Prinsip hukum
dan keadilan menyatakan bahwa “tidak seorang pun boleh diuntungkan oleh
penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukannya sendiri dan tidak seorang pun
boleh dirugikan oleh penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh orang
lain” (nullus/nemo commodum capere potest de injuria sua propria).
Diskursus
mengenai tentang keadilan substansi (substantive justice), dengan keadilan
prosedural (procedural justice ) juga disampaikan Gustav Radbruh. Menurut
Gustav Radbruh, Hukum harus mengandung tiga nilai identitas.(1). Asas kepastian
hukum atau rechtmatigheid. Asas ini meninjau dan sudut yuridis. (2). Asas
keadilan hukum (gerectigheit), asas ini meninjau dan sudut filosofis.(3). Asas
Kemanfaatan hukum (zwechmatigheid) atau doelmatigheid atau utility . Asas ini
meninjau dari sosiologis .
Pelaku
dan Korban
Dalam
kejahatan konvensional, kita mengenal adanya tindak pidana dimana salah satu
menjadi pelaku (dader) dan korban (victim). “NO VICTIM, NO CRIME (TIADA
KORBAN, TIADA KEJAHATAN) adalah prinsip yang penting dalam hukum pidana.
Didalam
tindak pidana narkotika. Di satu sisi, pelaku (dader) narkotika namun
disisi lain merupakan korban (victim) dari tindak pidana narkotika.
Sehingga UU narkotika selain memberikan penghukuman kepada para pelaku (dader)
juga memberikan pengobatan dari negara kepada korban (victim) narkotika
itu sendiri.
Dengan
demikian baik didalam putusan Mahkamah Agung terhadap Ivan Kurniawan maupun dissenting opinion dari
Hakim Agung Salman Luthan menempatkan pondasi penting. Ivan hanyalah pemakai
narkoba, bukan pengedar narkoba. Dan MA menegaskan “tidak boleh menjalani
pidana penjara apabila tidak diatur didalam surat dakwaan.
Sebuah
tonggak penting melihat tindak pidana narkotika ke depan.
* Advokat, Tinggal di Jambi