Akhir-akhir
Jokowi sedang “dipusingkan' dengan persoalan pengangkatan
Kapolri. Setelah diusulkan Komjen Budi Gunawan (BG) sebagai Calon
Kapolri ke DPR, kemudian ditetapkannya BG sebagai tersangka oleh KPK,
dan disetujui oleh DPR, bola panas kembali ke Jokowi. Jokowi
dihadapkan pilihan sulit apakah melantik atau tidak BG calon kapolri.
Berbagai
skenario telah disusun. Mengharapkan rekomendasi dari Kompolnas,
Jokowi sudah “terjebak” ketika Kompolnos meluluskannya
namun kemudian bermasalah oleh KPK. Sementara Watimpres “malah”
mendesak dilantik. Suara sama juga diusulkan PDI-P.
Jokowi
kemudian mengundang tokoh-tokoh masyarakat yang kemudian dikenal Tim
Independent. Mereka telah meminta Jokowi agar tidak melantik BG
sebagai Kapolri. Suara yang kuat diluar istana yang menghendaki agar
Jokowi tunduk kepada konstitusi dan kepentingan rakyat. Suara yang
sama disampaikan oleh Prabowo dan BJ. Habibie.
Sekarang
Jokowi mulai berhitung. Sembari Jokowi berhitung, saya akan mencoba
mengukur pilihan Jokowi sebelum mengambil keputusan (simulasi).
Simulasi dilakukan dengna memperhitungkan kekuatan partai pendukung,
partai di parlemen, Polri, KPK dan masyarakat luas. Dan kekuatan yang
mempengaruhi seperti Kompolnas, Tim Independent dan Wantimpres.
Jokowo
Melantik BG sebagai Kapolri
Apabila
Jokowi melantik BG sebagai Kapolri maka Jokowi “berhasil”
membalas jasa kepada PDIP yang ngotot meminta Jokowi untuk melantik.
Sikap ini juga akan menyelamatkan Jokowi dari rongrongan anggota
parlemen yang menganggap Jokowi tidak menghargai konstitusi ketika
anggota parlemen telah memilih Jokowi berdasarkan usulan dari Jokowi
sendiri. Jokowi juga dianggap “mendengarkan suara” Wantimpres
sehingga Wantimpres mulai berperan dalam persoalan pemerintahan.
Dari
anggota parlemen, Jokowi akan mendapatkan dukungan. Sehingga Jokowi
aman dari ancaman “impeachment”.
Dari
posisi ini, Jokowi aman dari partai pendukung, anggota DPR dan
wantimpres.
Namun
Jokowi akan kesulitan mendapatkan dukungan publik.
Suara-suara
yang selama ini kritis tentang agenda pemberantasan korupsi akan
berpihak kepada KPK. Jokowi akan berhadapan dengan suara-suara yang
semula mendukung Jokowi dalam pilpres.
Jokowi
berhadapan dengan suara rakyat yang tetap “keukeuh”
menolak calon Kapolri seorang tersangka kasus korupsi. Apa kata
dunia. Suara Jokowi akan turun dan Jokowi akan dikecam dunia setelah
Jokowi menolak usulan grasi.
Komitmen
Jokowi tentang pemberantasan korupsi diragukan. Bahkan gelar tokoh
anti korupsi yang pernah diberikan oleh Bung Hatta Award dapat
dicabut.
Dan
pemerintahan Jokowi mulai kesulitan mendapatkan dukungan dari rakyat.
Menunggu
proses hukum
Ketika
Penetapan BG sebagai tersangka oleh KPK, Jokowi kemudian mengeluarkan
sikap “menunda pelantikan BG sebagai Kapolri. Pada saat bersamaan
kemudian memerintahkan kepada Komjen Badrun Haiti menjalankan
tugas-tugas Kapolri.
Sikap
ini dianggap bijaksana. Menghargai proses hukum dan memberikan
kesempatan kepada BG untuk menjalani proses hukum.
Namun
cara ini kemudian menimbulkan masalah. Mabes Polri kemudian
“membalas”. Melalui Bareskrim kemudian menangkap Bambang
Widjojanto dengan tuduhan pasal “memberikan keterangan palsu” di
MK.
Dunia
politik kemudian geger. Bareskrim kemudian “dianggap” memperkeruh
keadaan dan menyulut perang terbuka dengan KPK.
Suara-suara
diam kemudian “berbaris” di KPK. Berbagai tokoh yang selama ini
di barisan belakang Jokowi kemudian “mendukung” KPK. Tidak
main-main barisan di belakang KPK. Suara mereka cukup diperhitungkan.
Media
massa konvensional dan media sosial habis-habisan mendukung KPK.
Keberadaan KPK terancam sehingga barisan ini kemudian menguat dan
membuat Jokowi bertaruh.
Sementara
itu, Polri sendiri dianggap belum bisa dikendalikan. Jokowi kesulitan
“mendinginkan suasana'. Suara mulai protes keras meminta agar
Jokowi mengirimkan nama-nama calon Kapolri yang baru kepada DPR.
Penangkapan
BW kemudian menimbulkan masalah besar. Jokowi vis to vis berhadapan
dengan barisan pendukung yang selama ini mendukung Jokowi sebagai
Presiden.
Sementara
desakan juga disuarakan PDIP. PDIP meminta kepada Jokowi agar tidak
menunda pelantikan dan mendesak pelantikan kepada Jokowi.
Menunggu
proses hukum terhadap BG “menyita” energi. BG tidak mau memenuhi
panggilan KPK. Bahkan BG kemudian mengajukan praperadilan tentang
penetapan sebagai tersangka. Permainan ditangan BG. Jokowi sulit
mengendalikan permainan.
Mengundang
tim independent yang terdiri dari orang yang disegani merupakan cara
Jokowi “mengulur” permainan. Namun permainan ini mulai dirasakan
bosan. Jokowi dianggap sudah mengambil alih permainan agar bola ini
tidak semakin liar.
Kedatangan
BJ Habibie dan Prabowo “semakin meyakini Jokowi sedang berhitung
untuk menunda permainan sambil melihat peluang.
Namun
menunda dengan cara mengulur waktu harus ditentukan berakhirnya.
Tidak
Melantik BG
Tentu
saja cara ini akan menimbulkan persoalan dan penolakan dari PDIP.
Suara-suara yang menghendaki agar BG dilantik akan menimbulkan
masalah besar bagi Jokowi.
Jokowi
dianggap tidak berterima kasih dan dianggap tidak tahu diri. Bahkan
Jokowi dianggap mengabaikan suara dari partai yang telah mengantarkan
Jokowi jadi Walikota, Gubernur dan dari Presiden.
Jokowi
juga dianggap mengabaikan suara dari Wantimpres dan menyalahi
konstitusi.
Ancaman
“impeacment” akan nyaring suaranya.
Skenario
ini sedang dihitung dampaknya oleh Jokowi. Mengundang tokoh-tokoh di
tim independent dan Kedatangan BJ Habibie dan Prabowo adalah cara
Jokowi untuk mendapatkan dukungan di parlemen dan skenario pilihan
Jokowi tidak bermasalah.
Namun
disisi lain, Jokowi dianggap keluar dari bayang-bayang “petugas
partai”. Jokowi memainkan diri sebagai Presiden. Jokowi
mendapatkan dukungan dari masyarakat dan dianggap sebagai tokoh yang
masih mempunyai komitmen terhadap pemberantasan korupsi.
Dukungan
luas dari publik merupakan modal sosial didalam melaksanakan
program-program Nawacita Jokowi.
Jokowi
mendengarkan “suara nurani rakyat”.
Semoga
Jokowi “Cepat siuman” (meminjam istilah Syafi Maarif).