14 Juni 2015

opini musri nauli : DIBALIK CERITA MUNAS PERADI


Usai sudah pemilihan Ketua Umum DPN Peradi di Pekanbaru, 12-13 Juni 2015. Munas Peradi diikuti 62 DPC Peradi dari 67 DPC Peradi. Dari 62 DPC Peradi dengan dengan utusan 501 suara. Munas Peradi kemudian menghasilkan penghitungan suara dengan perolehan Fauzi Yusuf Hasibuan 301 suara, Jamaslin purba 120 suara, Fredrich Yunadzi 38 suara.

Melengkapi cerita Munas Peradi setelah kemenangan Fauzi Yusuf Hasibuan tentu banyak cerita dibaliknya. Munas Peradi yang diadakan di Pekanbaru merupakan lanjutan Munas Peradi yang “sempat” digagalkan di Munas Makassar akhir Maret yang lalu.
Tentu “suasana ketegangan” beranjak dari “kegagalan Munas Peradi di Makssar’. Dengan penghitungan yang cukup matang, membicarakan secara detail persiapan teknis Munas di Pekanbaru, berharap Munas tidak mengulangi “kegagalan” di Makassar.

Penentuan tempat Munas dan kemudian dipilih Pekanbaru merupakan salah satu strategi untuk “menyukseskan Munas’. Tempat dipilih adalah Hotel Labersa, sebuah hotel yang diharapkan dapat “mengsceering” dari pihak-pihak yang ingin menggagalkan Munas.

Hotel Labersa merupakan saksi dari Munas Partai Golkar tahun 2009 yang mengantarkan kemenangan Aburizal Bakrie.

Hotel Labersa terletak cukup jauh dari pusat perkotaan (lebih kurang 10 km), dikeliling tempat yang jauh dari akses masuk ke hotel. Sehingga diharapkan dapat “memonitor” pergerakan yang hendak mengacaukan dan membubarkan Munas.

Suasana “screening” dimulai dengan melakukan registrasi peserta. Peserta yang diundang harus mendapatkan rekomendasi dan Panitia. Setiap DPC Peradi harus mengirimkan utusan dan peninjau jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan. Komposisi jumlah utusan menggunakan sistem proporsial berdasarkan ketentuan di Peradi. Utusan menggambarkan jumlah anggota Peradi di suatu daerah.

Menurut ketentuan Peradi, Setiap 30 (tiga puluh) Anggota PERADI di suatu   cabang memperoleh 1 (satu) suara dengan        ketentuan maksimum suara untuk cabang tersebut   adalah 25 (dua puluh lima). Dengan melihat ketentuan diatas, maka perimbangan utusan per DPC yaitu 5 utusan per DPC hingga maksimal 25 orang per DPC.

DPC Peradi kemudian mengirimkan nama-nama utusan dan peninjau untuk mengikuti Munas Peradi. Dari hasil identifikasi kepanitian Munas, maka nama-nama yang telah melewati “screening” kepanitian kemudian berhak mengikuti Munas yang ditandai dengan pemberian ID Card.

Sehingga jumlah yang hadir dari 62 DPC Peradi 67 DPC Peradi dengan dengan utusan 501 suara.

Untuk “memotong” jalur penumpukkan peserta, maka panitia kemudian melakukan “screening’ peserta dengan mengambil ID Card di Grand Elite Hotel, sebuah terpisah dari Hotel Labersa. Pengambilan ID Card dapat memotong jalur dengan memperketat akses masuk ke Hotel Labersa. Hanya yang memiliki ID Card yang dapat masuk kedalam hotel Labersa. Panitia kemudian menyiapkan bus yang disediakan dengan tulisan “Munas Peradi” untuk mengangkut peserta Munas yang memiliki ID Card.

Mendapatkan informasi dari rekan-rekan DPC Peradi Jambi, saya ditemani Taufik (staff Walhi Riau) menuju ke Grand Elite Hotel. Tidak lupa sejenak mampir di studio photo untuk menyiapkan pasphoto untuk ID Card.

Setelah menemui panitia, saya yang telah terdaftar di kepanitian kemudian diberi ID card. Saya kemudian diminta oleh panitia untuk segera menaiki bis yang telah disediakan.

Namun karena alasan terlalu lama menunggu, kemudian saya meminta kepada Taufik agar mengantarkan saya ke Hotel Labersa. Tidak lupa saya menanyakan kepada panitia Munas, apakah saya bisa masuk ke hotel Labersa apabila diantar oleh teman dengan menunjukkan ID Card yang telah disiapkan oleh panitia Munas.

Panitia Munas kemudian mengiyakan dan bisa menjamin saya bisa masuk apabila menunjukkan ID Card Munas Peradi. Kamipun menuju hotel Labersa.

Benar kemudian. Sebelum masuk ke Hotel Labersa, setiap mobil yang hendak masuk diperiksa seluruhnya. Para petugas yang berseragam safari menghentikan setiap mobil. 3 mobil di depan saya kemudian diperintahkan agar seluruh penumpangnya keluar dari mobil. Setiap mobil dikeliling paling sedikit 5-6 orang. Cukup banyak petugas yang berada di pos security sebelum masuk ke hotel Labersa.

Suasana serasa mencekam. Suasana ini persis dirasakan ketika kita melihat perusahaan yang baru dibakar oleh masyarakat. Tidak diperkenankan kemudian masuk.

Belum lagi portal yang melintang menghalangi jalan sehingga tidak ada kesempatan mobil masuk kedalam. Belum lagi, jalan yang dilewati merupakan satu-satunya akses menuju ke hotel. Hotel dikeliling tembok yang memanjang sehingga tidak ada kesempatan siapapun yang bisa masuk tanpa diketahui oleh petugas. Belum lagi jalan dari pos security terdepan menuju ke lobby cukup jauh. Lebih kurang 2 kilometer.

Untuk memudahkan mobil yang saya tumpangi melewati portal, para petugas kemudian memerintahkan 3 mobil didepan saya untuk meminggir dari jalan. Petugas tidak mengizinkan masuk 3 mobil karena tidak ada satupun yang memiliki ID Card.

Setelah 3 mobil didepan saya kemudian dipinggirkan, mobil yang saya tumpangi kemudian diperiksa. Setelah saya menunjukkan ID Card, mobil kamipun kemudian dipersilahkan masuk setelah petugas membuka portal.

Melihat begitu rapinya “screening” dari panitia, saya berkeyakinan tidak mudah siapapun yang masuk tanpa pemeriksaan yang ketat.

Sayapun kemudian turun di loby dan menuju di kamar yang disediakan.

Sembari melihat dari balkon kedatangan peserta di loby Hotel, kamipun mendapatkan berbagai informasi yang harus diolah menghadapi berbagai scenario untuk “melancarkan” Munas Peradi.

Informasi pertama, ada kesan, Munas Peradi akan digagalkan oleh pihak-pihak yang tidak berkeinginan suksesnya acara Munas Peradi.

Informasi kedua, ada skenario yang hendak dimainkan. Yaitu menimbulkan “keributan’ sehingga ada alasan hokum pihak keamanan “membubarkan” acara Munas Peradi.

Waktupun bergulir. Para petinggi DPC Peradi dikumpulkan dan rapat untuk mematangkan konsep pelaksanaan Munas Peradi namun tidak terjebak dengan berbagai scenario penggagalan Munas Peradi.

Sementara “berbagai penyusup” mulai memenuhi arena Munas Peradi. Dengan menggunakan ID Card “security hotel”, berpakaian safari hitam, mereka membaur dengan peserta Munas Peradi.

Namun insting saya bisa memastikan mana peserta Munas Peradi, security hotel ataupun penyusup “ID Card Security hotel”.

Dilihat dari wajah, gerak-gerik (gesture) mudah dikenali.

Dengan standar Hotel Labersa bintang 5, maka saya bisa mengidentifikasikan “para penyusup” menggunakan ID Card.

Dilihat dari face, wajah keras mudah ditandai. Berbeda dengan security hotel yang pastinya, wajah cukup terawat walaupun berbadan kekar. Face “penyusup” tidak terawat. Sehingga saya mudah mengidentifikasikan.

Kedua. Dari sepatu. Setahu saya, security hotel selalu menggunakan sepatu hitam pantalon ataupun sepatu semi resmi. Dan biasa seragam dan disediakan pihak hotel. Namun para penyusup walaupun menggunakan sepatu hitam namun tidak seragam antara satu dengan yang lain. Bahkan ada menggunakan sepatu kets.

Ketiga. Walaupun mereka bergerombol cukup banyak (5-6 orang), mereka tidak saling berbicara. Artinya diantara mereka tidak saling mengenal. Padahal sesama security relative saling mengenal. Baik karena sering ketemu dalam satuan tugas juga sering bersamaan dengan jam piket.

Di ruangan smoking area, mereka dengan santai menghisap rokok tanpa merasa saya amati. Padahal setahu saya, security “tidak dibenarkan” merokok selama jam piket. Apalagi tidak mungkin kemudian berbaur dengan penghuni hotel. Hal yang paling pantang dilakukan.

Belum lagi, didalam standar hotel berkelas, setiap bertemu dengan tamu, mereka harus mengucapkan salam. Entah “selamat pagi” ataupun ucapan lain.

Yang paling mencolok adalah, mereka tidak bertegur sapa dengan Manager. Manager ditandai dengan pakaian jas berdasi dan memegang HT kecil. Manager mempunyai posisi penting sehingga tidak mungkin security tidak kenal apabila tidak bertegur sapa dengan Manager.

Hmm.. Dasar “penyusup” kampungan. Norak.

Diluar “pihak kepolisian” kemudian terus didatangkan. Persis untuk mendukung scenario “akan membubarkan Munas” apabila terjadi keributan di Ballroom Hotel.

Belum lagi mobil patroli yang terus berputar-putar mengeliling hotel. Suasana semakin mencekam.

Saya teringat “suasana” di alam orde baru. Sebelum acara dimulai mobil patroli, penurunan pihak keamanan dari mobil hingga apel kesiapan di sekitar tempat acara.

Namun “ketenangan” panitia sudah saya rasakan. Panitia Munas sudah memikirkan bagaimana Munas Peradi bisa terselenggara tanpa “termakanscenario” kisruh sehingga ada alasan pihak keamanan “membubarkan acara’.

Skenario “keributan” sehingga ada alasan membubarkan acara merupakan scenario “tercanggih” di alam reformasi. Pihak keamanan “beralasan” dan bisa dilepaskan dari tanggungjawab anti demokrasi.

Namun yang luput dari scenario yang dimainkan, seharusnya, pihak keamanan bisa memastikan setiap kegiatan dapat terlaksana dengan baik. Justru pihak keamanan yang memberikan perlindungan dari gangguan siapapun. Tapi. Sudahlah. Masih panjang mimpi untuk menata negeri ini.

Strategi jitu kemudian “dimainkan” oleh Panitia Munas Peradi. Persis dalam strategi Sun Tzu (Jenderal Sun Tzu atau dikenal Sun Wu adalah seorang Jenderal militer jaman China kuno.)

Berdasarkan “kegagalan” Munas Peradi di Makassar, maka strategi berangkat dari strategi “Ikat seluruh kapal musuh secara bersamaan. Strategi merupakan strategi untuk tidak pernah tergantung pada satu strategi.

Kegagalan Munas Peradi Makassar yang “menumpuk” di arena Munas, menyebabkan kegagalan dan forum Munas kemudian dikuasai oleh penyusup.

Panitia Munas kemudian mengumpulkan DPC Peradi dalam pertemuan yang “silent’. Sementara arena Munas Peradi “dibiarkan” kosong. Cara ini kemudian mengingatkan strategi  buatlah sesuatu untuk hal kosong”. Cara ini sekaligus mendukung strategi “lepaskan kulit serangga atau Penampakkan yang salah menipu musuh.

Dengan “membiarkan arena Munas” dikuasai oleh penyusup, maka musuh kemudian berkonsentrasi untuk menggagalkan arena Munas. Strategi ini kemudian biasa dikenal dengan “Kosongkan Benteng’.

Musuh kemudian menumpuk. Ditambah lagi selama “pengosongan” arena Munas, peserta dihibur organ tunggal yang tidak henti-hentinya peserta berjoget.

Selama music berlangsung, tidak ada satupun peserta yang protes agar Munas “terbuka’ dilaksanakan. Mereka larut dalam menikmati music. Sayapun kagum terhadap “kedisplinan” peserta untuk menjalankan scenario. Mereka “seakan-akan cuek” dengan pelaksanaan Munas.

Dalam hati sayapun bergumam. Pasti para penyusup bingung. Kok Acara Munas belum dibuka. Namun peserta tetap menikmati music.

Sementara “scenario” kemudian terus dimainkan. Pertemuan DPC Peradi yang diadakan secara silent kemudian menyepakati pemilihan yang dilangsungkan dengan “door to door. Pemilihan akan dilakukan mendatangi DPC-DPC di kamar-kamar yang ditentukan, masing-masing dengan membawa kertas suara, dibuatkan berita acara dan dihadiri saksi masing-masing candidate dan kemudian sudah disiapkan Notaris untuk mengesahkan pemilihan.

Namun disepakati pemilihan akan dilakukan pada dini hari setelah dipastikan, scenario dimainkan peserta kembali ke kamar masing-masing dengna alasan akan tidur. Skenario ini cukup rapi dan cukup matang.

Jam 1.20 wib, panitia kemudian mendatangi kamar berkumpul DPC Peradi Jambi. Panitia menjelaskan tata cara teknis pemilihan. Pemilihan dilakukan secara tertutup dengan menyiapkan kertas suara, kotak suara. Panitia juga menjelaskan, hasil pemilihan langsung diumumkan, dibuatkan berita acara dan ditanda tangani panitia, Ketua dan Serkretaris DPC Peradi dan para saksi.

 Panitia kemudian memanggil yang berhak memilih berdasarkan data-data di kepanitiaan. Masing-masing dipanggil dan diperlihatkan ID Card. Persis suasana ketika panitia TPS mendatangi hak pilih yang berada di RS.

Setelah diberikan kertas suara, masing-masing utusan kemudian menuliskan nama yang dipilih. Karena DPC Peradi Jambi cuma memiliki 6 suara, maka pemilihan cepat dilaksanakan.

Akhirnya dari 6 suara DPC Peradi Jambi, semuanya mutlak kepada Fauzi Yusuf Hasibuan. Penentuan kepada Fauzi Yusuf Hasibuan berdasarkan rapat di DPC Peradi Jambi.
Brita acara kemudian ditanda tangani dan diserahkan kepada DPC.

Dengan melihat pelaksanaan secara detail, maka diharapkan tidak bermasalah ke depan.

Melaksanakan pemilihan “door to door”, pemilihan dilakukan secara tertutup, dihadiri saksi, dilakukan penghitungan secara transparan, dibuatkan berita acara pelaksanaan pemilihan maka dapat memenuhi unsur demokratis sebuah pelaksanaan hajatan demokrasi.

Prinsip pelaksanaan demokrasi seperti, tidak ada pemilihan yang dipaksa, penghitungan transparana, model pemilihan disepakati merupakan esensi demokrasi. Sehingga cara ini dapat keluar dari “perangkap” di Munas Peradi.

Dengan melihat komposisi pelaksanaan, maka unsur “hak anggota untuk memilih”, tidak ada diskriminasi, pelaksanaan secara demokratis dapat terpenuhi.

Cara ini juga bisa memastikan untuk mengcounter pemilihan yang dilakukan secara diam-diam, tertutup dan cuma diketahui segelintir orang.

Strategi “ciamik” ini merupakan “anugrah” dari ide-ide cerdas yang melihat kepentingan Peradi diatas daripada kepentingan orang-orang yang berfikir pendek untuk melihat Peradi menjadi rusak.