Usai sudah
pemilihan Ketua Umum DPN Peradi di Pekanbaru, 12-13 Juni 2015. Munas Peradi
diikuti 62 DPC Peradi dari 67 DPC Peradi. Dari 62 DPC Peradi dengan dengan
utusan 501 suara. Munas Peradi kemudian menghasilkan penghitungan suara dengan
perolehan Fauzi Yusuf Hasibuan 301 suara, Jamaslin purba 120 suara, Fredrich Yunadzi 38 suara.
Melengkapi cerita Munas
Peradi setelah kemenangan Fauzi Yusuf Hasibuan tentu banyak cerita dibaliknya.
Munas Peradi yang diadakan di Pekanbaru merupakan lanjutan Munas Peradi yang “sempat” digagalkan di Munas Makassar akhir
Maret yang lalu.
Tentu “suasana ketegangan” beranjak dari “kegagalan Munas Peradi di Makssar’.
Dengan penghitungan yang cukup matang, membicarakan secara detail persiapan
teknis Munas di Pekanbaru, berharap Munas tidak mengulangi “kegagalan” di Makassar.
Penentuan tempat Munas dan
kemudian dipilih Pekanbaru merupakan salah satu strategi untuk “menyukseskan Munas’. Tempat dipilih
adalah Hotel Labersa, sebuah hotel yang diharapkan dapat “mengsceering” dari pihak-pihak yang ingin menggagalkan Munas.
Hotel Labersa merupakan
saksi dari Munas Partai Golkar tahun 2009 yang mengantarkan kemenangan Aburizal
Bakrie.
Hotel Labersa terletak
cukup jauh dari pusat perkotaan (lebih
kurang 10 km), dikeliling tempat yang jauh dari akses masuk ke hotel.
Sehingga diharapkan dapat “memonitor”
pergerakan yang hendak mengacaukan dan membubarkan Munas.
Suasana “screening” dimulai dengan melakukan
registrasi peserta. Peserta yang diundang harus mendapatkan rekomendasi dan
Panitia. Setiap DPC Peradi harus mengirimkan utusan dan peninjau jauh-jauh hari
sebelum pelaksanaan. Komposisi jumlah utusan menggunakan sistem proporsial
berdasarkan ketentuan di Peradi. Utusan menggambarkan jumlah anggota Peradi di
suatu daerah.
Menurut ketentuan Peradi, Setiap 30 (tiga
puluh) Anggota PERADI di suatu cabang memperoleh 1 (satu) suara
dengan ketentuan maksimum suara untuk
cabang tersebut adalah 25 (dua puluh lima). Dengan melihat
ketentuan diatas, maka perimbangan utusan per DPC yaitu 5 utusan per DPC hingga
maksimal 25 orang per DPC.
DPC Peradi kemudian
mengirimkan nama-nama utusan dan peninjau untuk mengikuti Munas Peradi. Dari
hasil identifikasi kepanitian Munas, maka nama-nama yang telah melewati “screening” kepanitian kemudian berhak
mengikuti Munas yang ditandai dengan pemberian ID Card.
Sehingga jumlah yang hadir
dari 62 DPC Peradi 67 DPC Peradi dengan dengan utusan 501 suara.
Untuk “memotong” jalur penumpukkan peserta,
maka panitia kemudian melakukan “screening’
peserta dengan mengambil ID Card di Grand Elite Hotel, sebuah terpisah dari
Hotel Labersa. Pengambilan ID Card dapat memotong jalur dengan memperketat
akses masuk ke Hotel Labersa. Hanya yang memiliki ID Card yang dapat masuk
kedalam hotel Labersa. Panitia kemudian menyiapkan bus yang disediakan dengan
tulisan “Munas Peradi” untuk
mengangkut peserta Munas yang memiliki ID Card.
Mendapatkan
informasi dari rekan-rekan DPC Peradi Jambi, saya ditemani Taufik (staff Walhi Riau) menuju ke Grand Elite
Hotel. Tidak lupa sejenak mampir di studio photo untuk menyiapkan pasphoto
untuk ID Card.
Setelah
menemui panitia, saya yang telah terdaftar di kepanitian kemudian diberi ID
card. Saya kemudian diminta oleh panitia untuk segera menaiki bis yang telah
disediakan.
Namun
karena alasan terlalu lama menunggu, kemudian saya meminta kepada Taufik agar
mengantarkan saya ke Hotel Labersa. Tidak lupa saya menanyakan kepada panitia
Munas, apakah saya bisa masuk ke hotel Labersa apabila diantar oleh teman
dengan menunjukkan ID Card yang telah disiapkan oleh panitia Munas.
Panitia
Munas kemudian mengiyakan dan bisa menjamin saya bisa masuk apabila menunjukkan
ID Card Munas Peradi. Kamipun menuju hotel Labersa.
Benar
kemudian. Sebelum masuk ke Hotel Labersa, setiap mobil yang hendak masuk
diperiksa seluruhnya. Para petugas yang berseragam safari menghentikan setiap
mobil. 3 mobil di depan saya kemudian diperintahkan agar seluruh penumpangnya
keluar dari mobil. Setiap mobil dikeliling paling sedikit 5-6 orang. Cukup
banyak petugas yang berada di pos security sebelum masuk ke hotel Labersa.
Suasana
serasa mencekam. Suasana ini persis dirasakan ketika kita melihat perusahaan
yang baru dibakar oleh masyarakat. Tidak diperkenankan kemudian masuk.
Belum lagi portal
yang melintang menghalangi jalan sehingga tidak ada kesempatan mobil masuk
kedalam. Belum lagi, jalan yang dilewati merupakan satu-satunya akses menuju ke
hotel. Hotel dikeliling tembok yang memanjang sehingga tidak ada kesempatan
siapapun yang bisa masuk tanpa diketahui oleh petugas. Belum lagi jalan dari
pos security terdepan menuju ke lobby cukup jauh. Lebih kurang 2 kilometer.
Untuk
memudahkan mobil yang saya tumpangi melewati portal, para petugas kemudian
memerintahkan 3 mobil didepan saya untuk meminggir dari jalan. Petugas tidak
mengizinkan masuk 3 mobil karena tidak ada satupun yang memiliki ID Card.
Setelah 3
mobil didepan saya kemudian dipinggirkan, mobil yang saya tumpangi kemudian
diperiksa. Setelah saya menunjukkan ID Card, mobil kamipun kemudian
dipersilahkan masuk setelah petugas membuka portal.
Melihat
begitu rapinya “screening” dari
panitia, saya berkeyakinan tidak mudah siapapun yang masuk tanpa pemeriksaan
yang ketat.
Sayapun
kemudian turun di loby dan menuju di kamar yang disediakan.
Sembari
melihat dari balkon kedatangan peserta di loby Hotel, kamipun mendapatkan
berbagai informasi yang harus diolah menghadapi berbagai scenario untuk “melancarkan” Munas Peradi.
Informasi
pertama, ada kesan, Munas Peradi akan digagalkan oleh pihak-pihak yang tidak
berkeinginan suksesnya acara Munas Peradi.
Informasi
kedua, ada skenario yang hendak dimainkan. Yaitu menimbulkan “keributan’ sehingga ada alasan hokum
pihak keamanan “membubarkan” acara
Munas Peradi.
Waktupun
bergulir. Para petinggi DPC Peradi dikumpulkan dan rapat untuk mematangkan
konsep pelaksanaan Munas Peradi namun tidak terjebak dengan berbagai scenario
penggagalan Munas Peradi.
Sementara “berbagai penyusup” mulai memenuhi arena
Munas Peradi. Dengan menggunakan ID Card “security
hotel”, berpakaian safari hitam, mereka membaur dengan peserta Munas
Peradi.
Namun
insting saya bisa memastikan mana peserta Munas Peradi, security hotel ataupun
penyusup “ID Card Security hotel”.
Dilihat
dari wajah, gerak-gerik (gesture) mudah dikenali.
Dengan
standar Hotel Labersa bintang 5, maka saya bisa mengidentifikasikan “para penyusup” menggunakan ID Card.
Dilihat
dari face, wajah keras mudah ditandai. Berbeda dengan security hotel yang
pastinya, wajah cukup terawat walaupun berbadan kekar. Face “penyusup” tidak terawat. Sehingga saya
mudah mengidentifikasikan.
Kedua. Dari
sepatu. Setahu saya, security hotel selalu menggunakan sepatu hitam pantalon
ataupun sepatu semi resmi. Dan biasa seragam dan disediakan pihak hotel. Namun
para penyusup walaupun menggunakan sepatu hitam namun tidak seragam antara satu
dengan yang lain. Bahkan ada menggunakan sepatu kets.
Ketiga.
Walaupun mereka bergerombol cukup banyak (5-6 orang), mereka tidak saling
berbicara. Artinya diantara mereka tidak saling mengenal. Padahal sesama
security relative saling mengenal. Baik karena sering ketemu dalam satuan tugas
juga sering bersamaan dengan jam piket.
Di ruangan
smoking area, mereka dengan santai menghisap rokok tanpa merasa saya amati.
Padahal setahu saya, security “tidak
dibenarkan” merokok selama jam piket. Apalagi tidak mungkin kemudian
berbaur dengan penghuni hotel. Hal yang paling pantang dilakukan.
Belum lagi,
didalam standar hotel berkelas, setiap bertemu dengan tamu, mereka harus
mengucapkan salam. Entah “selamat pagi”
ataupun ucapan lain.
Yang paling
mencolok adalah, mereka tidak bertegur sapa dengan Manager. Manager ditandai
dengan pakaian jas berdasi dan memegang HT kecil. Manager mempunyai posisi
penting sehingga tidak mungkin security tidak kenal apabila tidak bertegur sapa
dengan Manager.
Hmm.. Dasar
“penyusup” kampungan. Norak.
Diluar “pihak kepolisian” kemudian terus
didatangkan. Persis untuk mendukung scenario “akan membubarkan Munas” apabila terjadi keributan di Ballroom
Hotel.
Belum lagi mobil patroli
yang terus berputar-putar mengeliling hotel. Suasana semakin mencekam.
Saya teringat “suasana” di alam orde baru. Sebelum
acara dimulai mobil patroli, penurunan pihak keamanan dari mobil hingga apel
kesiapan di sekitar tempat acara.
Namun “ketenangan” panitia sudah saya rasakan.
Panitia Munas sudah memikirkan bagaimana Munas Peradi bisa terselenggara tanpa
“termakan” scenario” kisruh sehingga ada alasan pihak keamanan “membubarkan acara’.
Skenario “keributan” sehingga ada alasan membubarkan
acara merupakan scenario “tercanggih”
di alam reformasi. Pihak keamanan “beralasan”
dan bisa dilepaskan dari tanggungjawab anti demokrasi.
Namun yang luput dari
scenario yang dimainkan, seharusnya, pihak keamanan bisa memastikan setiap
kegiatan dapat terlaksana dengan baik. Justru pihak keamanan yang memberikan
perlindungan dari gangguan siapapun. Tapi. Sudahlah. Masih panjang mimpi untuk
menata negeri ini.
Strategi jitu kemudian “dimainkan” oleh Panitia Munas
Peradi. Persis dalam strategi Sun Tzu (Jenderal Sun Tzu atau dikenal Sun Wu adalah seorang Jenderal militer jaman
China kuno.)
Berdasarkan “kegagalan”
Munas Peradi di Makassar, maka strategi berangkat dari strategi “Ikat seluruh kapal musuh secara bersamaan.
Strategi merupakan strategi untuk tidak pernah tergantung pada satu strategi.
Kegagalan Munas Peradi Makassar yang “menumpuk” di arena Munas, menyebabkan
kegagalan dan forum Munas kemudian dikuasai oleh penyusup.
Panitia Munas kemudian mengumpulkan DPC Peradi dalam
pertemuan yang “silent’. Sementara
arena Munas Peradi “dibiarkan” kosong.
Cara ini kemudian mengingatkan strategi
“buatlah sesuatu untuk hal kosong”.
Cara ini sekaligus mendukung strategi “lepaskan
kulit serangga atau Penampakkan yang salah menipu musuh.
Dengan “membiarkan
arena Munas” dikuasai oleh penyusup, maka musuh kemudian berkonsentrasi
untuk menggagalkan arena Munas. Strategi ini kemudian biasa dikenal dengan “Kosongkan Benteng’.
Musuh kemudian menumpuk. Ditambah lagi selama “pengosongan” arena Munas, peserta
dihibur organ tunggal yang tidak henti-hentinya peserta berjoget.
Selama music berlangsung, tidak ada satupun peserta
yang protes agar Munas “terbuka’ dilaksanakan.
Mereka larut dalam menikmati music. Sayapun kagum terhadap “kedisplinan” peserta untuk menjalankan
scenario. Mereka “seakan-akan cuek”
dengan pelaksanaan Munas.
Dalam hati sayapun bergumam. Pasti para penyusup
bingung. Kok Acara Munas belum dibuka. Namun peserta tetap menikmati music.
Sementara “scenario”
kemudian terus dimainkan. Pertemuan DPC Peradi yang diadakan secara silent kemudian menyepakati pemilihan
yang dilangsungkan dengan “door to door.
Pemilihan akan dilakukan mendatangi DPC-DPC di kamar-kamar yang ditentukan, masing-masing
dengan membawa kertas suara, dibuatkan berita acara dan dihadiri saksi masing-masing
candidate dan kemudian sudah disiapkan Notaris untuk mengesahkan pemilihan.
Namun disepakati pemilihan akan dilakukan pada dini
hari setelah dipastikan, scenario dimainkan peserta kembali ke kamar
masing-masing dengna alasan akan tidur. Skenario ini cukup rapi dan cukup
matang.
Jam 1.20 wib, panitia kemudian mendatangi kamar
berkumpul DPC Peradi Jambi. Panitia menjelaskan tata cara teknis pemilihan.
Pemilihan dilakukan secara tertutup dengan menyiapkan kertas suara, kotak
suara. Panitia juga menjelaskan, hasil pemilihan langsung diumumkan, dibuatkan
berita acara dan ditanda tangani panitia, Ketua dan Serkretaris DPC Peradi dan
para saksi.
Panitia
kemudian memanggil yang berhak memilih berdasarkan data-data di kepanitiaan.
Masing-masing dipanggil dan diperlihatkan ID Card. Persis suasana ketika
panitia TPS mendatangi hak pilih yang berada di RS.
Setelah diberikan kertas suara, masing-masing utusan
kemudian menuliskan nama yang dipilih. Karena DPC Peradi Jambi cuma memiliki 6
suara, maka pemilihan cepat dilaksanakan.
Akhirnya dari 6 suara DPC Peradi Jambi, semuanya
mutlak kepada Fauzi Yusuf Hasibuan. Penentuan kepada Fauzi Yusuf Hasibuan
berdasarkan rapat di DPC Peradi Jambi.
Brita acara kemudian
ditanda tangani dan diserahkan kepada DPC.
Dengan melihat pelaksanaan
secara detail, maka diharapkan tidak bermasalah ke depan.
Melaksanakan pemilihan “door to door”, pemilihan dilakukan
secara tertutup, dihadiri saksi, dilakukan penghitungan secara transparan, dibuatkan
berita acara pelaksanaan pemilihan maka dapat memenuhi unsur demokratis sebuah
pelaksanaan hajatan demokrasi.
Prinsip pelaksanaan
demokrasi seperti, tidak ada pemilihan yang dipaksa, penghitungan transparana,
model pemilihan disepakati merupakan esensi demokrasi. Sehingga cara ini dapat
keluar dari “perangkap” di Munas
Peradi.
Dengan melihat komposisi
pelaksanaan, maka unsur “hak anggota
untuk memilih”, tidak ada diskriminasi, pelaksanaan secara demokratis dapat
terpenuhi.
Cara ini juga bisa
memastikan untuk mengcounter pemilihan yang dilakukan secara diam-diam, tertutup
dan cuma diketahui segelintir orang.
Strategi “ciamik” ini merupakan “anugrah” dari ide-ide cerdas yang
melihat kepentingan Peradi diatas daripada kepentingan orang-orang yang
berfikir pendek untuk melihat Peradi menjadi rusak.