Hukum adalah norma, aturan yang bertujuan menciptakan keadilan. Hukum adalah jiwa yang bisa dirasakan makna keadilan. Makna keadilan adalah jiwa yang senantiasa hidup dan berkembang.. Dari sudut pandang ini, catatan ini disampaikan. Melihat kegelisahan dari relung hati yang teraniaya..
30 Desember 2015
opini musri nauli : INTELEKTUAL TUKANG DI MENARA GADING
Istilah ‘Jambi Kota Seberang’ Ternyata Dibuat Sejak Zaman Walikota Arifien Manap
Menurut dia, saat itu pembahasan juga melibatkan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Jambi (Bappeda). Saat itu, Hasya Yanto mengaku masih berdinas di instansi tersebut, sebelum dirinya pindah ke berbagai SKPD lain di Pemkot Jambi.
“Itu (perubahan nama) sudah dibahas/ditetapkan sejak zaman Walikota Pak Arifien Manap. Saya lupa tahunnya. Saat itu saya masih di Bappeda,” tulis dia, Senin 28 Desember 2015.
Dasar pikir penggantian nama itu, lanjut Hasya Yanto, karena istilah Seberang Kota Jambi seolah-olah memisahkan Seberang Kota dengan Kota Jambi.
“Perubahan kata ke Jambi Kota Seberang untuk menghilangkan imej seolah-olah Seberang tidak sejajar dengan Kota Jambi seberang sini. Alhamdulillah, saat ini pembangunan Kota Jambi Seberang sudah semakin pesat, tidak ada yg harus dipertentangkan,” katanya.
Hasya Yanto yang akrab disapa Totok itu mengaku mengikuti diskusi yang berkembang di media sosial sejak beberapa belakangan ini soal nama tersebut.
Dia menyatakan, jika nama itu dipersoalankan lagi, karena tidak sesuai dengan perkembangan zaman dan menjadi perhatian banyak ahli, maka sudah selayaknya dibahas kembali.
“
Tidak salah juga dirembuk lagi dengan melibatkan ahli sejarah dan ahli bahasa Indonesia,” tutupnya.
Sebelumnya, ahli sejarah (sejarawan) dan penulis sekaligus advokad senior, Musri Nauli, menyatakan, istilah itu tidak sesuai dengan sejarah dan hukum bahasa Indonesia (DM).
(Nurul Fahmy)
http://www.inilahjambi.com/seberanag-jambi-5/
29 Desember 2015
opini musri nauli : MENULIS BEBAS NAMUN BERTANGGUNGJAWAB
28 Desember 2015
opini musri nauli : CARA MELAWAN AHOK
opini musri nauli : Meminta Pertanggungjawaban korporasi kebakaran
Kebakaran tahun 2015 menyebabkan asap pekat di Jambi hampir 4 bulan. Asap pekat yang terus menutupi matahari di Jambi ternyata belum mampu memberikan empati kepada persoalan asap. Dalam kurun Januari 2014 – Agustus 2015, di Jambi sudah menunjukkan 1300 titik api (hotspot). Angka ISPO sudah mencapai 769 pm, angka level empat kali membahayakan bagi kesehatan. Minggu pertama September saja, angka ISPA sudah mencapai angka ribuan. Kematian bayi, perebutan air bersih, terhentinya penerbangan melalui udara. Tidak melautnya nelayan, hingga diliburkannya anak sekolah adalah fakta-fakta yang sudah terpapar di depan mata.
27 Desember 2015
opini musri nauli : Jambi Kota seberang
Akhir-akhir ini dunia maya di Jambi dihebohkan pemasangan tulisan berlampu dengan kata “Jambi Kota Seberang”. Kalimat itu menghiasi ornament indah “Gentala Arsy”, sebuah ikon baru kota Jambi.
Pemasangan kalimat “Jambi Kota Seberang” menimbulkan kerutan kening setelah sebelumnya, kalimat “Jambi Kota Seberang” tidak dikenal dalam pembicaraan di tengah masyarakat. Masyarakat hanya mengenal istilah “Seberang Kota Jambi” (SEKOJA) sebagai perwujudan komunitas masyarakat di seberang jembatan Batanghari di depan kantor Gubernur.
26 Desember 2015
opini musri nauli : Wajah Hukum Jambi 2015 - Catatan Hukum 2015
23 Desember 2015
opini musri nauli : OPOSISI KRITIS DAN OPOSISI LOYAL
18 Desember 2015
opini musri nauli : STRATEGI JOKOWI KASUS “PAPA MINTA SAHAM”
07 Desember 2015
Regenwald in Flammen - Kampf gegen die Palmöl-Mafia
http://www.dw.com/de/regenwald-in-flammen-kampf-gegen-die-palm%C3%B6l-mafia/a-18896726
05 Desember 2015
opini musri nauli : Oil plantations threaten the rainforest | DW Reporter
Slash and burn practices are destroying Indonesia's rainforests, with disastrous consequences for the environment. Activist Musri Nauli is taking on the powerful palm oil producers he claims are deliberately starting forest fires.
https://www.youtube.com/watch?v=E1zN1wS8ok0
01 Desember 2015
Indonesia faces tough questions on fires, dirty energy at COP21
Local wisdoms of indigenous people could help Indonesia tackle the damaging impacts of climate change, including those of land and forest fires, an activist has said.
The executive director of the Jambi office of the Indonesian Forum for the Environment (Walhi), Musri Nauli, said all countries should be aware that local wisdom -- the power of the people -- could resolve the problems caused by climate change and global warming.
Nauli said the world should be aware that all this time customary people had been able to adapt to climate change by applying local wisdom.
'The canal-partition system, the arrangement of commodities that are allowed to be cultivated on peatland and several prohibitions have long existed in society, in which the people use them to protect peatland,' said the activist as quoted by kompas.com on Tuesday.
Nauli said that in responding to recent peat fires in several areas in Indonesia, the government should focus on law enforcement.
'The government must learn from the failed implementation of Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD)-plus programs in Indonesia,' said Nauli.
Land and forest fire is one of two tough issues the Indonesian delegation is facing at COP21 held in Paris, France, starting from Monday. The other is the issue of the plan to build coal-fired power plants.
With those two crucial problems, country delegations attending the Paris climate conference are in doubt as to whether Indonesia can meet its climate commitments, namely to independently reduce its carbon emissions by 26 percent by 2030, or by as much as 41 percent with international support.
Nauli called the government's plan to build coal-fired power plants a setback.
'It's an outdated idea. China and the US have been striving to reduce their coal-fired power plants by up to 40 percent. Why do we plan to increase our coal-fired power plants?' said the environmentalist.
President Joko 'Jokowi' Widodo conveyed a statement on Indonesia's stance in the global fight against climate change at the conference on Monday. Indonesia's commitments in the global climate agenda are included in the Intended Nationally Determined Contributions (INDC), or national commitments of all countries to fight climate change.
The COP21 UN climate conference aims to produce a globally binding agreement on the reduction of greenhouse gas emissions. The agreement will be valid for all 195 UN Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) members, both developing and developed countries. The agreement will take effect in 2020 after ratification by the legislative bodies of the majority of the UNFCCC member countries. (ebf)
Jakarta Post, 1 Desember 2015