26 Desember 2015

opini musri nauli : Wajah Hukum Jambi 2015 - Catatan Hukum 2015



Dalam hitungan hari, tahun 2015 akan berganti tahun 2016. Berbagai peristiwa yang terjadi di tahun 2015 merupakan pelajaran penting yang dapat ditarik menjadi pengalaman untuk menatap tahun 2016. Pengalaman buruk maupun pengalaman baik di tahun 2015 merupakan cerminan dari proses hokum yang terjadi di tengah masyarakat.

Tahun 2015 dimulai dari “energy” bangsa untuk menghadapi proses hokum tarik menarik antara KPK vs Kepolisian RI. Proses ini dimulai ketika penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan (Komjen BG) oleh KPK di saat bersamaan Presiden menetapkan Komjen BG sebagai calon Kapolri. Proses tarik menarik ini kemudian membuat energy bangsa “tercurahkan”. Baik proses hokum di praperadilan hingga “gagalnya” komjen BG sebagai Kapolri maupun kemudian ditetapkan tersangka Abraham Samad dan Bambang Widjajanto membuat seluruh konsentrasi public tercurahkan hingga akhir tahun.

Selain itu juga Presiden Jokowi menjadi sorotan dunia ketika menolak grasi terhadap pelaku Bandar narkoba. Eksekusi hukuman mati tetap dilaksanakan di tengah berbagai hujatan Negara-negara tetangga seperti Australia.

Sementara di Sarolangun, terjadinya peristiwa sadis. Seorang suami membacok sang istri karena persoalan sepele. Namun tidak cukup dengan hanya membacok. Sang suami kemudian menggorok leher istri hingga putus dan kemudian menenteng meninggalkan lokasi.

Peristiwa sadis juga terjadi di Tebo tepatnya di Lubuk Mandarsyah. Indra Pelani aktivits Petani kemudian dipukul, diseret, dibunuh hingga dibuang ke sungai kecil. Peristiwa ini kemudian mengingatkan ingatan public. Persoalan konflik masih sering diselesaikan dengan cara-cara kekerasan dan mengabaikan dialog antara para pihak.

Di Kota sendiri, RSUD Raden Mattahir kemudian ditetapkan kategori hitam sebagai pencemaran lingkungan hidup oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. Penetapan kategori hitam sebagai indicator “pencemar (pollutan) cukup memalukan di tengah upaya Pemerintah mendorong Rumah Sakit sebagai rujukan dan bentuk pelayanan social di tengah masyarakat.

Memasuki kuartal pertama tahun 2015, Kedatangan Menteri Sosial ke tengah orang Rimba setelah “kabar meninggalnya Orang Rimba” menarik perhatian public. Brita ini menjadi wacana nasional sehingga Jambi menjadi sorotan nasional di tengah tingginya angka pertumbuhan ekonomi daerah.

Memasuki pertengahan tahun 2015, kita disuguhkan berita memilukan. Desa-desa seperti Tiga Alur, Dusun Baru, Desa Bukit, Desa Perentak dan Desa Bungo Tanjung yang terletak di Kecamatan Pangkalan Jambi, Merangin mengalami banjir. Diperkirakan setiap desa ada puluhan rumah terendam. Padahal daerah-daerah tersebut praktis tidak pernah mengalami kebanjiran. Penegakan hokum yang tidak mampu oleh penegak hokum akibat penambangan emas tanpa izin (PETI) menyebabkan rakyat harus mengalami nasib yang berkepanjangan. Issu terus mewarnai proses hokum hingga akhir tahun 2015.

Pertengahan tahun 2015, Jambi kedatangan Kapolda Jambi. Kapolda Brigjen Pol Bambang Sudarisman digantikan oleh Brigjen Pol Drs Luthfi Lubihanto. Brigjen Pol Bambang Sudarisman kemudian menjadi Dalops Asops Polri. Sedangkan Brigjen Pol Drs Luthfi Lubihanto pernah bertugas di Jambi sebagai Irwasda Polda Jambi tahun 2011. Kapolda baru kemudian mencanangkan “perang melawan PETI” dan pemberantasan narkoba. Upaya ini kemudian dibuktikan dengan “operasi peti” dan pemberantasan narkoba termasuk di Pulau Pandan.

Memasuki bulan Juli, gegap gempita Pilkada Gubernur mulai terasa. KPU kemudian menerima pendaftaran dua calon Gubernur Jambi. Proses politik kemudian berakhir tanggal 9 Desember 2015 dengan pilkada yang kemudian memenangkan Zumi Zola-Farori Umar.

Memasuki Bulan agustus hingga bulan November, praktis konsentrasi public “dihentikan” penerbangan akibat asap.

Hingga Oktober 2015, berdasarkan citra satelit WALHI mencatat terdapat sebaran kebakaran 52.985 hektar di Sumatera dan 138.008 di Kalimantan. Total 191.993 hektar. Indeks mutu lingkungan hidup kemudian tinggal 27%. Lapan sendiri kemudian mengeluarkan laporannya yang mencatat di Jambi kebakaran mencapai 153 ribu hektar.

Kebakaran kemudian menyebabkan asap pekat. Menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK) terutama CO2, N2O, dan CH4 yang berkontribusi terhadap perubahan iklim. NASA memperkirakan 600 juta ton gas rumah kaca telah dilepas akibat kebakaran hutan di Indonesia tahun ini. Jumlah itu kurang lebih setara dengan emisi tahunan gas yang dilepas Jerman.

25,6 juta orang terpapar asap dan mengakibatkan 324.152 jiwa yang menderita ISPA dan pernafasan lain akibat asap. Indeks standar pencemaran udara (ISPU) melampaui batas berbahaya. Bahkan hingga enam kali lipat seperti yang terjadi di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat. 12 orang anak-anak meninggal dunia akibat asap dari kebakaran hutan dan lahan. 4 balita di Kalteng, 3 orang di Jambi, 1 orang di Kalbar, 3 di Riau dan 1 orang di Sumsel.

Kualitas udara yang sangat berbahaya juga mengakibatkan anak-anak terpaksa diliburkan dari sekolah. Di Jambi sudah dua bulan diliburkan. Bahkan pemerintah baru meliburkan sekolah walaupun status ISPU sudah sangat berbahaya. Penerbangan lumpuh.

Namun massifnya kebakaran dan asap tahun 2015 tidak berbarengan dengan pengungkapan nama-nama actor pelaku dari perusahaan. Dalam rilis resmi Polda Jambi, dari 15 nama perusahaan yang “diindikasikan” terlibat, baru 5 yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka dan proses hukumnya berlanjut ke pengadilan. Sedangkan sisanya dalam proses hokum dan belum dapat perkembangan terhadap proses hokum.

Tentu saja pengungkapan kasus ini penting diketahui public terutama rakyat Jambi. Rakyat Jambi yang merasakan asap berhak mengetahui perbuatan yang telah dilakukan oleh perusahaan penyebab asap tahun 2015. 

Berbagai catatan yang telah disampaikan juga diperburuk dengan berbagai pengungkapan kasus korupsi di Jambi.  Penetapan Nasrullah Hamka dalam proyek pembangunan lintasan atlet di stadion Trilomba juang (KONI) dan Prof. Dr. Aulia Tasman, M.Sc  dalam Dugaan penyimpangan dalam pengadaan alkes pada RS Unja) merupakan salah satu cerminan buruk wajah hokum di Jambi. Namun yang menjadi ingatan public, hingga sekarang kasus ini masih belum disidangkan sehingga kasus ini kemudian mangkrak di Kejati Jambi. 

Melihat perjalanan hokum tahun 2015, mimpi terhadap penegakkan hokum masih jauh dari harapan. Berbagai peristiwa tahun 2015 memberikan pelajaran penting kepada public. Penegakkan hokum masih merupakan utopia yang selalu dirindukan oleh public. 

Namun di tengah utopia, harapan memasuki tahun 2016 selalu disuarakan. Saya percaya, keadilan yang masih merupakan impian harus terus diperjuangkan. Melawan keadilan maka akan melawan putaran zaman. Dan zaman terus memberikan pemahaman baru. Hanya orang yang rindu akan keadilan mampu bertahan di putaran zaman.


 * Advokat