Dalam
hitungan hari, tahun 2015 akan berganti tahun 2016. Berbagai peristiwa yang
terjadi di tahun 2015 merupakan pelajaran penting yang dapat ditarik menjadi
pengalaman untuk menatap tahun 2016. Pengalaman buruk maupun pengalaman baik di
tahun 2015 merupakan cerminan dari proses hokum yang terjadi di tengah
masyarakat.
Tahun
2015 dimulai dari “energy” bangsa untuk menghadapi proses hokum tarik menarik
antara KPK vs Kepolisian RI. Proses ini dimulai ketika penetapan tersangka
Komjen Budi Gunawan (Komjen BG) oleh KPK di saat bersamaan Presiden menetapkan
Komjen BG sebagai calon Kapolri. Proses tarik menarik ini kemudian membuat
energy bangsa “tercurahkan”. Baik proses hokum di praperadilan hingga
“gagalnya” komjen BG sebagai Kapolri maupun kemudian ditetapkan tersangka
Abraham Samad dan Bambang Widjajanto membuat seluruh konsentrasi public
tercurahkan hingga akhir tahun.
Selain
itu juga Presiden Jokowi menjadi sorotan dunia ketika menolak grasi terhadap
pelaku Bandar narkoba. Eksekusi hukuman mati tetap dilaksanakan di tengah
berbagai hujatan Negara-negara tetangga seperti Australia.
Sementara
di Sarolangun, terjadinya peristiwa sadis. Seorang suami membacok sang istri
karena persoalan sepele. Namun tidak cukup dengan hanya membacok. Sang suami
kemudian menggorok leher istri hingga putus dan kemudian menenteng meninggalkan
lokasi.
Peristiwa
sadis juga terjadi di Tebo tepatnya di Lubuk Mandarsyah. Indra Pelani aktivits
Petani kemudian dipukul, diseret, dibunuh hingga dibuang ke sungai kecil.
Peristiwa ini kemudian mengingatkan ingatan public. Persoalan konflik masih
sering diselesaikan dengan cara-cara kekerasan dan mengabaikan dialog antara
para pihak.
Di
Kota sendiri, RSUD Raden Mattahir kemudian ditetapkan kategori hitam sebagai
pencemaran lingkungan hidup oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Republik Indonesia. Penetapan kategori hitam sebagai indicator “pencemar
(pollutan) cukup memalukan di tengah upaya Pemerintah mendorong Rumah Sakit
sebagai rujukan dan bentuk pelayanan social di tengah masyarakat.
Memasuki
kuartal pertama tahun 2015, Kedatangan Menteri Sosial ke tengah orang Rimba
setelah “kabar meninggalnya Orang Rimba” menarik perhatian public. Brita ini
menjadi wacana nasional sehingga Jambi menjadi sorotan nasional di tengah
tingginya angka pertumbuhan ekonomi daerah.
Memasuki
pertengahan tahun 2015, kita disuguhkan berita memilukan. Desa-desa seperti Tiga Alur,
Dusun Baru, Desa Bukit, Desa Perentak dan Desa Bungo Tanjung yang terletak di
Kecamatan Pangkalan Jambi, Merangin mengalami banjir. Diperkirakan setiap desa
ada puluhan rumah terendam. Padahal daerah-daerah tersebut praktis tidak pernah
mengalami kebanjiran. Penegakan hokum yang tidak mampu oleh penegak hokum
akibat penambangan emas tanpa izin (PETI) menyebabkan rakyat harus mengalami
nasib yang berkepanjangan. Issu terus mewarnai proses hokum hingga akhir tahun
2015.
Pertengahan tahun 2015, Jambi
kedatangan Kapolda Jambi. Kapolda Brigjen Pol Bambang Sudarisman digantikan
oleh Brigjen Pol Drs Luthfi Lubihanto. Brigjen Pol Bambang Sudarisman kemudian
menjadi Dalops Asops Polri. Sedangkan Brigjen Pol Drs Luthfi Lubihanto pernah
bertugas di Jambi sebagai Irwasda Polda Jambi tahun 2011. Kapolda baru kemudian
mencanangkan “perang melawan PETI” dan pemberantasan narkoba. Upaya ini
kemudian dibuktikan dengan “operasi peti” dan pemberantasan narkoba termasuk di
Pulau Pandan.
Memasuki bulan Juli, gegap
gempita Pilkada Gubernur mulai terasa. KPU kemudian menerima pendaftaran dua
calon Gubernur Jambi. Proses politik kemudian berakhir tanggal 9 Desember 2015
dengan pilkada yang kemudian memenangkan Zumi Zola-Farori Umar.
Memasuki Bulan agustus hingga
bulan November, praktis konsentrasi public “dihentikan” penerbangan akibat
asap.
Hingga Oktober 2015, berdasarkan citra satelit WALHI mencatat terdapat sebaran kebakaran
52.985 hektar di Sumatera dan 138.008 di Kalimantan. Total 191.993 hektar.
Indeks mutu lingkungan hidup kemudian tinggal 27%. Lapan sendiri kemudian
mengeluarkan laporannya yang mencatat di Jambi kebakaran mencapai 153 ribu
hektar.
Kebakaran kemudian menyebabkan asap pekat. Menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK) terutama CO2, N2O, dan CH4 yang
berkontribusi terhadap perubahan iklim. NASA memperkirakan 600 juta ton gas
rumah kaca telah dilepas akibat kebakaran hutan di Indonesia tahun ini. Jumlah
itu kurang lebih setara dengan emisi tahunan gas yang dilepas Jerman.
25,6 juta orang terpapar asap dan mengakibatkan 324.152 jiwa yang menderita ISPA dan pernafasan lain
akibat asap. Indeks standar pencemaran udara (ISPU) melampaui batas berbahaya.
Bahkan hingga enam kali lipat seperti yang terjadi di Kalimantan Tengah dan
Kalimantan Barat. 12 orang anak-anak meninggal dunia akibat asap dari kebakaran
hutan dan lahan. 4 balita di Kalteng, 3 orang di Jambi, 1 orang di Kalbar, 3 di
Riau dan 1 orang di Sumsel.
Kualitas udara yang sangat berbahaya juga mengakibatkan anak-anak terpaksa
diliburkan dari sekolah. Di Jambi sudah dua bulan diliburkan. Bahkan pemerintah
baru meliburkan sekolah walaupun status ISPU sudah sangat berbahaya.
Penerbangan lumpuh.
Namun massifnya kebakaran dan
asap tahun 2015 tidak berbarengan dengan pengungkapan nama-nama actor pelaku
dari perusahaan. Dalam rilis resmi Polda Jambi, dari 15 nama perusahaan yang
“diindikasikan” terlibat, baru 5 yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka dan
proses hukumnya berlanjut ke pengadilan. Sedangkan sisanya dalam proses hokum
dan belum dapat perkembangan terhadap proses hokum.
Tentu saja pengungkapan kasus
ini penting diketahui public terutama rakyat Jambi. Rakyat Jambi yang merasakan
asap berhak mengetahui perbuatan yang telah dilakukan oleh perusahaan penyebab
asap tahun 2015.
Berbagai catatan yang telah disampaikan juga diperburuk
dengan berbagai pengungkapan kasus korupsi di Jambi. Penetapan Nasrullah Hamka dalam proyek
pembangunan lintasan atlet di stadion Trilomba juang (KONI) dan Prof. Dr. Aulia
Tasman, M.Sc dalam Dugaan
penyimpangan dalam pengadaan alkes pada RS Unja) merupakan salah satu cerminan buruk wajah hokum di Jambi.
Namun yang menjadi ingatan public, hingga sekarang kasus ini masih belum
disidangkan sehingga kasus ini kemudian mangkrak di Kejati Jambi.
Melihat perjalanan hokum tahun 2015, mimpi terhadap
penegakkan hokum masih jauh dari harapan. Berbagai peristiwa tahun 2015 memberikan
pelajaran penting kepada public. Penegakkan hokum masih merupakan utopia yang
selalu dirindukan oleh public.
Namun di tengah utopia, harapan memasuki tahun 2016 selalu
disuarakan. Saya percaya, keadilan yang masih merupakan impian harus terus
diperjuangkan. Melawan keadilan maka akan melawan putaran zaman. Dan zaman
terus memberikan pemahaman baru. Hanya orang yang rindu akan keadilan mampu
bertahan di putaran zaman.
Baca : Catatan Hukum 2013
* Advokat