22 Mei 2016

opini musri nauli : PENUMPANG DAN PESAWAT


Akhir-akhir ini, saya memperhatikan berbagai seruan dari “pramugari” dari maskapai tertentu yang selalu memberikan informasi yang berbeda-beda antara satu kota dengan kota lain. Ketika memasuki suatu kota, maka ada “tekanan” terhadap peringatan. Sementara di kota lain ketika memasuki kota, terhadap peringatan justru dengan tekanan yang lain. Saya kemudian mencoba mencatatnya sehingga kita bisa memahamai karakter penumpang dari suatu kota. Tentu saja maskapai juga mempengaruhi karakter penumpang dari suatu kota.

Kita mulai dari maskapai “sang raja Delay”. Posisi ini terus dipegang oleh Sang Raya Delay” yang selalu terlambat di keberangkatan. Entah memang selalu “kebanyakan rute” dan keterlambatan satu kota, maka Sang Raya Delay tetap memegang posisi.  Jangan harap ada “pelayanan prima”. Penumpang kurang diperlakukan sebagaimana mestinya.

Tanda-tanda bisa kelihatan. Menjelang keberangkatan “apabila tidak ada petugas yang duduk di tempat ruang tunggu keberangkatan, maka sudah dipastikan “keberangkatan tertunda”. Tidak ada pengumuman ataupun pemberitahuan “keterlambatan”. Jangan harap.

Penumpangnya juga mempunyai sikap yang lucu dan bikin senyum-senyum sendiri. Dengan kerepotan dan “rempong”, membawa berbagai bungkusan yang diikat ala kadarnya membuat ‘Sang penumpang” kerepotan. Persis penumpang angkutan umum. Tidak terkesan sama sekali seperti naik pesawat yang memerlukan “kesimpelan”.

Namun yang paling diingat oleh saya ketika hendak landing di suatu kota. Untuk kota tertentu, diingatkan “sambil nada penekanan kalimat”. Untuk penumpang yang akan turun di Medan, entah mengapa ada kalimat agar jangan membuang sampah sembarangan. Yang lucu adalah “termasuk permen karet”. Waduh.

Sedangkan untuk memasuki kota Batam/Pekanbaru, penekanan “peringatan kalimat” agar tidak “menghidupkan HP “sampai di terminal kedatangan”.

Nah. Kalo di Jambi sendiri, selalu ditekankan “agar jangan berdiri sampai pesawat berhenti dengna sempurna”. Ha.. ha.. Saya kemudian melihat dan memandang “gaya penumpang” mempunyai ciri tertentu di setiap kota.

Penumpang maskapai anak “sang Raja Delay”pun sama saja. Slogan sebagai pesawat yang “sedikit” lebih baik ternyata tidak diimbangi “kelakuan penumpangnya”. Walaupun duduk di belakang, sambil jalan, dengan seenaknya memasukkan barang di tempat orang lain, sehingga tempat barang sering sudah penuh sehingga penumpang didekatnya tidak bisa lagi meletakkan barang.

Namun sampai sekarang Sang Raja Delay merupakan salah satu pilihan utama ketika kita hendak ke daerah tanpa harus “berkejaran waktu”. Dengan rute yang cukup banyak dan pilihan jam keberangkatan yang cukup banyak tentu saja, Sang Raja Delay merupakan pilihan utama. Tentu saja dengan harga yang murah membuat “Sang Raja Delay” merupakan pilihan yang tidak boleh diabaikan.

Selanjutnya maskapai “anak Garuda’. Dengan tema “sederhana”, setiap keberangkatan selalu dimulai dengan pantun. Khas dari negeri Melayu yang membuat “keberangkatan” disambut dengan senyuman. Sehingga menjelang kedatangan, maka sudah dipastikan “tidak terasa” dan disambut sambil gelak tertawa dengan penumpang disebelahnya.

Selain itu juga, dengan mengusung pesawat Airbus, kenyamanan dan “kelembutan” di landing merupakan salah satu pilihan yang tidak boleh diabaikan.

Selanjutnya maskapai yang mengusung “nama kerajaan’. Yang unik, pramugari dengan ramah melayani penumpang sembari menawarkan produk belanja yang sepanjang perjalanan “serasa” di los-los toko belanja. Dengan sabar, sang pramugari “menerangkan” keunggulan barang yang ditawarkan. Perjalanan menjadi tidak terasa dan sering terjadi pembicaraan yang menunjukkan “keakraban”.

Terakhir tentu maskapai milik Indonesia. Dengan “keunggulan” pelayanan prima, standar yang tinggi membuat pilihan “impian” untuk menaiki.

Dengan penumpangnya yang berasal dari kalangan tertentu, menaiki maskapai ini membuat “suasana keakraban” kurang terasa. Setiap penumpang sibuk dengan gadget masing-masing dan tidak bertegur sapa di sebelahnya. Sunyi di tengah keramaian.

Pelayanan yang prima membuat pilihan ini membuat semua aktivitas bisa dilakukan. Baik mendengarkan music, menonton film ataupun membaca Koran yang tersedia sebelum memasuki pesawat.

Dengan standar yang cukup tinggi, maka pilihan maskapai dilakukan dengan cuaca normal. Menjadi masalah kemudian ketika asap yang mendera seperti terjadi di Jambi.

Ketika maskapai “sang Raja Delay” berani turun dan entah berapa kali maskapai ini berhasil mendarat di Jambi, maskapai ini belum satupun yang turun. Entah berapa kali harus mutar-mutar dulu, kembali ke Jakarta ataupun memilih menunggu di Palembang.

Sekarang tinggal kita memilih maskapai yang digunakan. Entah dengan kepentingan “diundang harus menggunakan maskapai tertentu”, mengejar waktu, menikmati perjalanan ataupun menikmati fasilitas selama perjalanan. Tentu saja disesuaikan dengan perjalanan.