25 Maret 2017

opini musri nauli : SURAT UNTUK UDA DENNY SIREGAR





Asalamualaikum, Uda. Apa kabar. Maaf. Saya harus menggunakan kata uda. Sebagai bentuk penghormatan dari garis Marga.

Sengaja saya panggil uda, agar hubungan kekerabatan tetap dijaga. Lha kalo panggil “opung” nanti “ketuaan’. Kalo dipanggil “abang” atau “lae” akunya yang kurang nyaman.

Waduh. Kok kita ngomong urusan keluarga, ya. Tarombo.

Uda Denny. Kemarin aku menyimak perbincangan heboh dan keberatan dengan paparan yang uda telah sampaikan. Aku sengaja menyimak bait-bait dari “Mencari Makan atas nama Rakyat”. Setiap bait-bait kuyakini apakah Uda Denny yang buat atau cuma sekedar informasi yang didapatkan Uda cuma sepenggal-sepenggal.

Mungkin Uda sudah baca tentang berbagai tulisan yang memaparkan persoalan Kendeng dari berbagai sumber. Atau Uda sudah menerima berbagai informasi untuk melengkapi puzzle yang kurang lengkap ditulisan uda. Saya yakin, uda diberi “pikiran jernih” dan memahami persoalan dari berbagai sudut. Kalo yang seperti ini, biarlah uda Denny bisa menjawabnya.

Namun menyimak dari paparan yang telah Uda Denny sampaikan, maka Uda Denny justru kurang melakukan pekerjaan yang menjadi “andalan” tulisan Uda. “Tabayyun”.

Dalam berbagai posting mengcounter suara yang menanggapi tulisan Uda Denny, uda Denny malah mengutip berbagai sumber yang justru mendukung pembangunan semen (pro semen).

Uda Denny.

Merendahkan perlawanan masyarakat berarti juga merendahkan alam pikiran rakyat. Cara ini sudah harus dihentikan, Uda Denny. Ini bukan sekedar “melukai” hati rakyat. Tapi justru “merendahkan” pikiran kita sendiri.

Tidak pantas dan bukan cara uda Berfikir yang “meremehkan” perlawanan rakyat.

Mengapa Uda Denny justru tidak “tabayyun” kepada perlawanan dari rakyat. Mendengarkan “suara hati” mereka. Mendengarkan sudut hati mereka. Bahkan memahami alam pikiran mereka.

Kalo uda Denny pulang ke Medan, Uda Denny pasti mendengar bagaimana “ibu-ibu” di pasar melawan dengan membuka baju. Apakah uda Denny berani mengatakan “perbuatan yang dilakukan” bertentangan dengan agama.

Tidak. Uda Denny. Upaya yang dilakukan masyarakat Kendeng tidak mungkin kita pahami dari dunia maya. Perlawanan mereka nyata. Perlawanan mereka tidak cuma sekedar “menyemen kaki”, jalan ratusan kilometer atau nembang didepan istana. Tidak cuma itu, Uda.

Mereka sudah melawan melalui setiap pintu yang disediakan Negara. Entah dari kampong, Kabupaten, Propinsi dan Ibukota Negara. Lihatlah bagaimana infografis yang bertebaran didunia maya. jadi ini bukan sekedar “menyemen” kaki.

Mereka sudah menang di Pengadilan. Mereka sudah ketemu Jokowi yang memerintahkan agar Pemda harus tunduk kepada KLHS. Tapi semunya “ngeyel”, uda Denny. Mereka sudah tuli.

Semoga Uda Denny mendapatkan ‘asupan” informasi yang cukup terhadap kabar dari saya.

Uda Denny. “meletakkan masyarakat” sebagai obyek perlawanan itu adalah paradigma penguasa. Negara bukan memahami persoalan rakyat. Tapi sibuk membangun kalkulasi “siapa penggerak”, “siapa yang membayar”, “tidak mungkin rakyat yang bergerak”. Cara ini sudah kuno dan tidak tepat menggambarkan persoalan yang sebenarnya.

Apabila Uda Denny bertemu dengan Tokoh Marhaenis, Mas Ganjar, coba luangkan waktu mendengarkan suara dari masyarakat Kendeng. Uda Denny juga harus “tabayyun’. Bukankah uda Denny sering “mengingatkan” agar perbanyak “tabayyun” sebelum memahami persoalan.

Mengapa Uda Denny kemudian “abai” dengan ingatkan diri sendiri.

Oya, Uda Denny. Kalo uda Denny ketemu dengna pendamping, silahkan Tanya. Sebarkan angket. Apakah pendamping “yang mengorbankan” masyarakat ?

Sekedar informasi, Uda. Kendeng adalah inspirasi dalam beradvokasi. Di tangan Kendenglah, para pendamping kemudian menjadi barisan untuk mendukung Kendeng. 9 Perempuan Kendeng yang menggerakkan pendamping. Mereka yang menjadi penentu. Tidak ada satupun pendamping yang mampu “menyetir” 9 Perempuan Kendeng.

Coba Uda Denny lihat. Apakah para pendamping mempunyai kemampuan melawan dengan cara “menembang”. Itu saja para pendamping tidak ada apa-apanya. Dari sini, informasi bisa Uda Denny lihat mengapa perlawanan Kendeng terus membesar.

Uda Denny. Dari sistem pengelolaan, model, cara, justru masyarakat yang paling tahu, paling mengerti, paling paham bahkan paling banyak ide tentang alam. Entah air, tanah, gunung, hutan, gambut. Energi itu tidak mungkin ada didalam pikiran pendamping. Jadi. 9 perempuan Kendeng justrulah sebagai “pioneer” terhadap berbagai strategi perlawanan.

Uda Denny. Sebelum menutup cerita saya. Sudah ada 2 orang Batak yang ikut “menyemen”. Perempuan lagi. Satu boru Gultom dan satu lagi Siagian. Kalo yang lainnya sih ada. Tapi aku tidak monitor.

Sebelum menutup obrolan kita. Sampe sekarang uda sering sampaikan. Selalu minum kopi. Nanti kalo uda Denny ada waktu. Aku bawakan kopi dari Jambi.

Tenang Uda Denny. Kopi kita adalah kopi giling, Bukan kopi Gunting.