Semula dugaan tentang
Kerajaan Tanah Pilih yang kemudian menjadi Kerajaan Melayu Jambi membentang
wilayah kekuasaan meliputi seluas wilayah Propinsi Jambi. Namun pelan tapi
pasti, jejak, cerita tentang kerajaan Melayu Jambi tidak berbekas ataupuan
ceritanya hanya terdengar di kalangan ahli sejarah ataupun ahli arkeologi.
Didalam penelusuran
perjalanan melacak kerajaan Melayu Jambi, kekuasaan Raja tidak mampu mengontrol
kekuasaan hingga ke daerah hulu. Catatan ini kemudian dilengkapi dengan Buku
Barbara Watson Andaya “Hidup Bersaudara – Sumatra Tenggara Pada abad
XVII-XVIII” terjemahan dari bukunya “Lo Live as Brothers – Southeast – Sumatra
in the Seventeenth and Eighteenth Centuries.
Barbaya kemudian bercerita tentang
pusat penghasil Merica di Merangin. Raja kemudian menempatkan Pangeran
Tumenggung sebagai bentuk kontrol[1].
Pangeran Tumenggung kemudian merdeka menyepakati perjanjian dengan Belanda,
mempekerjakan para agennya sendiri untuk memborong merica dan memiliki gaya
hidup serupa penguasa. Kemudian tidak tunduk pada istana hilir.
Ulu Kozok didalam bukunya
“Kitab Tanjung Tanah – Naskah Melayu Tertua” sudah menyampaikan tentang kontrol kekuasaan Kerajaan Jambi yang tidak mampu
mengendalikan ke daerah hulu Sungai Batanghari[2].
Bahkan menurut Charles
Campbell melaporkan bahwa di tahun 1800
penduduk Sungai Tenang jarang membayar upeti kepada sultan Jambi yang
selayaknya terdiri dari seekor kerbau, setahil emas, dan seratus bambu beras
dari setiap kampung. Surat-surat yang ditulis oleh temenggung sultan Jambi yang
sampai sekarang masih disimpan sebagai pusaka di Kerinci juga menunjukkan bahwa
penduduk di Kerinci tidak selalu patuh kepada perintah rajanya di Jambi
Kekuatan rakyat di Sungai
Tenang, Serampas cukup diperhitungkan. Menurut Residen Bengkulu didalam surat
rahasianya tertanggal 6 Februari tahun
1919, daerah Sungai Tenang dan Serampas lebih baik dijalin hubungan dagang dari
Jambi[3]. Penduduk di Sungai Tenang
dan Serampas terkenal menguasai ilmu gaib seperti kebal[4]
Kemandirian dari kekuasaan
Kerajaan Jambi ditandai dengan seloko “Jika
mengadap ia ke hilir, jadilah beraja ke Jambi. Jika menghadap hulu maka Beraja
ke Pagaruyung. Atau “Tegak Tajur, Ilir ke Jambi. Lipat Pandan Ke Minangkabau
Seloko “Jika mengadap ia ke hilir, jadilah beraja ke Jambi. Jika menghadap hulu
maka Beraja ke Pagaruyung. Atau “Tegak Tajur, Ilir ke Jambi. Lipat Pandan Ke Minangkabau membuktikan hukum yang datang dari Pagarruyung (undang) dipertemukan
dengan peraturan dari Raja Jambi (tambang) kemudian ditimbang (diteliti).
Sehingga Seloko “Tali Undang Tambang Taliti”
Menjelaskan keterkaitan antara undang-undang Pagaruyung dan Peraturan dari
kesultanan Jambi. Seloko ini
kemudian menghasilkan ”undang tambang teliti”. Atau juga disebut ”Undang tempat didarat. Teliti tempuh di air.
William Marsden juga bercerita tentang kesaktian “Sungei Tenang, Koerinchi dan Serampei (Baca
Sungai Tenang, Kerinci dan Serampas). Wilayah dataran tinggi Jambi[5].
Bahkan dengan memulai perjalanan panjang menyusuri dari Moco-moco (sekarang
Kabupaten Muko-muko), meyusuri lembah Korinchi (Kerinci).
Kesaktian
orang “Sungei Tenang, Koerinchi dan Serampei” terkenal setelah menyerang Ipu
(salah satu distrik Belanda) pada tahun 1804. Kesaktiannya mampu mengalahkan
penjaga di Ipu.
Inggeris
kemudian menyiapkan pasukan dibawah pimpinan Letnan Hastings Dare, 83 perwira,
lima lascar. Mereka kemudian meninggalkan Benteng Marlborough dan tanggal 3
Desember kemudian tiba di Ipu (Ipuh). Perjalanan panjang menyusuri Ipu, Dusun
Arah, Dusun Tanjong, Sungai kecil Ayer (Sungai Air diki), membangun gubuk di
Napah Kapah, melewati air terjun Ipu-Machang, Bukit Pandang, Pondo Kuban.
Setelah
berjalan jauh kemudian mampir di seberang Rantau Kramas (Rantau Kermas).
Kemudian menebang pohon besar dan menyeberang sungai dan tiba di Rantau Kramas.
Setelah melakukan “selidik” ke Ranna Alli (renah Alai), didapatkan informasi
“berkumpullah” penduduk di Koto Tuggoh (Koto Teguh).
Tanggal
3 Januari, kemudian terjadi tembakan. Akibat banyak yang sakit dan terluka, pasukan
kemudian kembali ke Rantau Kramas. 18 hari kemudian tiba di Sungei Ipu (Sungai
Ipuh) dan tanggal 19 Januari tiba di Moco-moco.
Melihat
puzzle buku Barbara dan kemudian dilanjutkan dengna catatan Marsden maka tidak
salah kemudian “control” Raja Jambi tidak effektif hingga ke hulu Sungai
Batanghari. Termasuk ke Sungai Tenang, Serampas dan Kerinci. Ketiga daerah
tinggi pegunungan yang sekarang masuk kedalam daerah penyangga Taman Nasional
Kerinci Sebelat merupakan daerah otonom yang kuat, effektif berperang secara
gerilya dan mandiri didalam perdagangan. Sehingga tidak salah kemudian “kesaktian,
keangkeran” ketiga daerah itu menggetarkan Inggeris, Kerajaan Jambi. Cerita ini
masih ditemukan dari tutur di kampong-kampung dengan penamaan symbol-simbol
kepahlawanan.
Dimuat di Jambipo.online, 3 April 2017
http://www.jambipos-online.com/2017/04/kontrol-raja-di-wilayah-sungai-tenang.html
Dimuat di Jambipo.online, 3 April 2017
http://www.jambipos-online.com/2017/04/kontrol-raja-di-wilayah-sungai-tenang.html
[2] Ulu Kozok,
Kitab Tanjung Tanah –Naskah Melayu Tertua, Penerbit Obor, Jakarta, 2006, Hal. 9
[3] Nasihat-nasihat C. Snouck Hurgronje
semasa kepegawaiannya kepada pemerintah Hindia Belanda, 1889-1936, Volume 11,
Christian Snouck Hurgronie, E. Gobee, C. Adriaanse, INIS, 1995
[4] Nilai dan manfaat sastra daerah
Jambi, H. Idris Djakfar, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1994
[5] William Marsden, Sejarah Sumatra, Penerbit Komunitas
Bambu, Jakarta, 2008, hal 359