Bang, Aku Mawardi. Teman Arif.
Arif Meninggal setengah jam yang lalu
03.46 – 7 Mei 2017
Suara
hening menjelang sahur membuyarkan rasa kantuk saat menerima telephone. Sejenak
aku terpaku. Darah tersirap. Lutut rasa lunglai. Entah mengapa ada rasa airmata
mengalir tidak terasa.
Kabar
duka yang kuterima dinihari kemudian membuat aku terpana. Aku memerlukan waktu
sejenak untuk menarik nafas dan kemudian mengabarkan teman-teman.
Pertama
sekali yang terbayang ketika menjelang bulan Puasa, Arif Munandar datang ke
Jambi setelah dari Bangko menyelesaikan tugas “pemantauan” dengan Bucek (Ketua
Dewan Daerah Walhi Jambi 2011 – 2016). Masih terngiang ketika dia
mempresentasikan hasil menakjubkan dari
lapangan.
Kedatangankupun
tidak sengaja mampir ke Walhi Jambi. Setelah mengikuti prosesi Pengambilan
Sumpah sebagai anggota kehormatan DPC Peradi Jambi, aku mampir ke Walhi Jambi. Aku
sengaja memilih menunggu putraku yang mengikuti perpisahan SD. Tugas rutin
antar jemput putraku sekolah.
Disana
aku lihat Arif mempresentasikan hasil dari lapangan. Disana mereka diskusi
cukup serius dengan Rudiansyah (Direktur Walhi Jambi).
Diskusipun
mengalir. Sebagai orang yang suka “memprovokasi”, aku sering mengajak berdebat
terhadap penggunaan drone yang dipromosikan Arif. Diskusipun sepakat
dilanjutkan untuk menemui teman-teman yang di lapangan terutama sekalian
silaturahmi ke rumah Dudung (dudung biasa dipanggil yang menjadi anggota Dewan
Daerah Walhi Jambi 2011 – 2016).
Sore
hari, Arif kemudian menjemput saya di LBH Lingkungan dan kami kemudian
bersama-sama ke rumah Dudung. Seingat saya hingga pukul 01.00 wib malam.
Setelah
dari rumah Dudung, kamipun mampir di rumah makan “Dua Saudara” depan kedaung
hingga pukul 04.00. Saya kemudian diberitahu keesokan harinya Arif kemudian
pulang ke Pontianak.
“Kegigihan” Arif mempresentasikan Drone didalam melakukan investigasi dan data sebagai pembuatan peta merupakan “ciri khas” dari Arif. Sebagai orang yang gigih memperjuangkan gagasan, cara ini sudah lama kukenal sejak tahun 2005. Di masa periode ke Feri Irawan (Direktur Walhi Jambi 2000 – 2008), Arif mempunyai stamina panjang terhadap gagasan.
Ingatan
kemudian terbayang tahun 2005. Sebagai “penggemar” komputer, Arif-lah yang
mengajarkan saya tentang editing Film. Dengan menggunakan computer jangkrik, 3
bulan kemudian saya diajarkan tentang editing Film. Pengetahuan dasar yang
justru kemudian tidak saya kembangkan lagi.
Memasuki
paruh 2006, Arif kemudian memimpin demonstrasi Walhi Jambi menggelar protes
kedatangan Menteri Lingkungan ASEAN di
depan Novotel. Sejarah memimpin demonstrasi menjadi pintu masuk karir panjang
sebagai aktivis yang kemudian memilih jalanan.
Namanya
kemudian melambung ketika melakukan demonstrasi di forum internasional COP Bali
2007. Sebuah prestasi yang kemudian mengantarkan kemudian menjadi pimpinan
rombongan utusan Walhi Jambi di forum Kongres Rakyat Indonesia dan kemudian
menjadi Ketua panitia Kongres Rakyat Jambi.
Sehingga
tidak salah kemudian Arif menjadi pemenang mutlak di PDLH Walhi Jambi tahun
2008. Saya kemudian menjadi Ketua Dewan Daerah hingga tahun 2011. Waktu itu
periode kepengurusan dalam rentang waktu 3 tahun.
Memasuki
PNLH 2008 di Yogyakarta, kepiawaian Arif teruji. Dengan hanya anggota 4 suara,
Arif menjadi tim sukses Berry Nahdian Furqon dan melaksanakan mandate PDLH
Walhi Jambi 2008 dengna mengantarkan Feri Irawan sebagai anggota Dewan
Nasional. Komponen struktur Walhi yang cukup dihormati (semacam legislative di
Walhi). Kepiawaian Arif kemudian membuat Arif diperhitungkan di kancah
nasional.
Memasuki
tahun 2009, Arif menjadi “leader” kampanye melawan raksasa pulp and paper.
Sinarmas. Bersama-sama dengan Greenpeace yang dipimpin Nurhidayati (sekarang
Direktur Walhi), suara Arif menggelar dan menusuk perlawanan.
Dalam
forum-forum Walhi, peran politik Arif diperhitungkan. Sikap tanpa kompromi
dengan Sinarmas membuat “denyut nadi” sering berpacu.
Sebagai
Ketua Dewan Daerah, kesulitan mengikuti langkah Arif cukup menyita energy.
Langkah zigzag dan cenderung tanpa analisis mendalam membuat, saya harus
memperbaiki didalam mendesain advokasi berhadapan dengan agenda advokasi. Belum
lagi pasukan di internal Walhi Jambi yang sering “keteter” mengikuti langkahnya
yang cenderung frontal dan tidak sistematis. Cara ini kemudian sering harus
diselesaikan didalam “forum terbatas” untuk mengatur stamina Arif yang
cenderung “keras” dan tidak kenal kompromi.
Namun
sebagai organisasi advokasi, berbagai langkah yang diambil Arif kemudian dikuat
ditataran aplikasi. Dan tugas itu kemudian banyak didiskusikan diinternal Walhi
Jambi dengan Dewan daerah.
Setelah
“berhasil” mengusir PT. DAM (anak group Sinarmas), konsep Hutan Desa kemudian
menguat. Walhi Jambi bersama-sama dengan KKI-Warsi, Pundi Sumatera dan LTB
kemudian membangun “Poros Masyarakat Kabupaten Merangin (PMKM)’. Dengan konsep
hutan Desa, PMKM kemudian mengusulkan hutan Desa seluas 49.501 hektar di 17
Desa.
Wacana
hutan Desa “memantik” diskusi panjang di kalangan nasional. Walhi Jambi
kemudian “dituduh” menjadi agen konsep Negara. Tuduhan yang menyakitkan dan
harus diklarifikasi didalam forum-forum resmi.
Pertimbangan
politik mengusulkan hutan Desa adalah konsep pragmatis disaat Negara belum
menyediakan peraturan tentang Hutan Adat. Sebuah konsep yang digagas berbagai
kalangan nasional.
Keputusan
Walhi Jambi mengusung Hutan Desa adalah keputusan politik. Dan tugas ini
kemudian banyak dijalani oleh Bucek, Edi Endra, Tono dan Rudiansyah di
lapangan. Sedangkan saya kemudian memberikan analisis dan desaian advokasi
sehingga tidak bertabrakan dengan statute dan nilai-nilai Walhi. Sebuah
pekerjaan besar yang kemudian mengambil porsi advokasi yang menyita energy.
Dalam
kesempatan terpisah, saya kemudian memberikan dukungan kepada Arif. “Kerjakan
tugasmu dengan tulus. Waktu kemudian yang menjawab. Apakah pilihan kita yang
salah atau benar. Berjaringan itu perlu. Namun perbanyak pekerjaan di
lapangan”. Sebuah dukungan yang kemudian dibuktikan Arif.
Memasuki
tahun 2010, sebuah peristiwa penting terjadi. Penangkapan 2 orang Staf Walhi
Bengkulu memantik dukungan dari Arif. Arif kemudian mengorganisir perangkat
Walhi Jambi dan kemudian “menugaskan” saya untuk mendampingi teman-teman Walhi
Bengkulu. Kami kemudian berangkat ke Bengkulu dan dukungan ini kemudian membuktikan
“siapa sebenarnya Arif”. Tidak rela teman menderita apalagi masyarakat yang
teraniaya. Sebuah keteladanan yang saya teruskan ketika dilakukan penangkapan
terhadap Anwar Sadat (Direktur Walhi Sumsel tahun 2013).
Begitu
juga terhadap penangkapan 4 orang masyarakat Desa Simpang Rantau Gedang, Juraid
di Sinar Wajo, penangkapan petani di Dusun Danau Lamo dan berbagai peristiwa
lainnya. Sikap “keras” advokasi kemudian “luluh” ketika petani ditangkap. Sikap
keteladanan ini kemudian selama periode kepengurusan Arif, praktis diskusi kami
lebih banyak membicarakan kasus masyarakat dibandingkan membicarakan
keorganisasian Walhi.
Saya
kemudian menjadi “sadar” memiliki Direktur dengan kapasitas Arif membuat degup
jantung terpacu. Belum lagi “keteteran” harus mengikuti langkah Arif yang
terkenal keras dan tidak kompromi.
Perjalanan
panjang sejak tahun 2005 membuat saya kemudian mengenal Arif sebagai tipikal
aktivis jalanan. Arif bukanlah lahir dari Rahim organisasi kepemudaan. Arif
juga tidak dilahirkan dari organisasi gerakan. Namun dengan bersentuhan
langsung kasus-kasus rakyat membuat bacaan tentang gerakan kemudian mudah
dipatahkan dengan fakta-fakta di lapangan. Perdebatan panjang didalam melihat
persoalan kemudian “mematangkan” arif untuk mematangkan gagasan. Arif kemudian
cepat belajar dari masyarakat dan interaksi dengan nasional kemudian
menempatkan. Arif mendapatkan asupan berbagai informasi dan strategi advokasi
yang “kukuh” mempertahankan pendapatnya. Cara ini kemudian effektif sehingga
Walhi Jambi cukup memainkan peran-peran politis. Baik di kalangan Walhi maupun
jaringan internasional.
Saya
kemudian mendapatkan informasi terpisah. Jaringan nasional maupun jaringan
internasional yang dibangun Arif kemudian menempatkan. Arif orang baik.
Sehingga orang tidak mau kemudian memberikan informasi yang tidak mendukung
Arif. Dengan gaya meledak-ledak, membungkam lawan ditambah dengan pengetahuan
dari lapangan membuat Arif menjadi “rising star’. Arif kemudian mampu menjadi
bagian dari desain advokasi. Arif menjadi warna didalam melihat advokasi.
Di
kalangan pergaulan, ucapan “lur” berasal dari kata “dulur” atau sahabat begitu
menggema. Ucapan itu kemudian menjadi trade mark didalam masa perjalanan
politik di Walhi. Hingga sekarang, ucapan “lur” adalah generasi didalam lintasan
sejarah politik Arif. Ucapan ini kemudian bergeser menjadi panggilan “Ketua’
setelah periode politik Arif. Saya kemudian mudah tracking terhadap panggilan “lur’.
Memasuki
periode ke 2, Arif kemudian menang dan menjadi Direktur Walhi Jambi. Namun
dengan alasan “keluarga”, Arif kemudian memilih untuk menetap di Pontianak.
Sebuah alasan yang tidak dihindarkan dan manusiawi.
Sehingga
ketika dilakukan PDLH-LB Walhi Jambi kemudian “menugaskan” saya untuk
menggantikannya. Praktis selama 4 tahun saya memimpin, jaringan yang sudah
dibangun kemudian dilanjutkan. Tidak ada yang istimewa dibandingkan pondasi
yang telah diletakkan Arif.
Saya
kemudian mengetahui Arif “mempromosikan” drone sebagai alat advokasi dan
investigasi di abad modern. Dalam berbagai forum, gagasan menggunakan drone
membuat Arif membuat jalan baru (roadmap). Sebuah jalan yang kemudian terbukti
menjadi bagian dari berbagai program yang kemudian effektif membongkar
kejahatan korporasi dan praktis didalam investigasi.
Kedatangan
ke Jambi menjelang bulan Ramadhan adalah bagian dari rencana dan gagasan besar
yang terus dikerjakan dengan tekun. Berbagai rencana kemudian disusun dan
menjadi pekerjaan besar yang akan dilakukan.
Namun
belum diwujudkan berbagai gagasan, suara telephone dipagi hari membuyarkan
impian. Saya kemudian tersentak dan terbangun. Orang baik, gagasan besar
terlalu cepat meninggalkan kenangan.
Saya
kemudian teringat kisah Soe Hock Gie. Tokoh yang dikagumi Arif. Orang Muda
terlalu cepat pergi.
Selamat
jalan, lur. Cita-cita besarmu akan diteruskan oleh orang-orang yang mengenalmu.