Memoar Abah Nurdin
Saya ingin keuangan Walhi harus dapat dipertanggungjawabkan
(Nurdin, Dewan Nasional
Walhi, 2008)
Kalimat
itu menyentak saya ketika Nurdin (biasa dipanggil abah) meminta saya (Walhi Jambi),
Maimunah (Walhi Kalbar) dan Nasruddin (Walhi
Aceh) meminta kami bertiga untuk menjadi tim audit internal keuangan Eknas
Walhi 2008 – 2012. Dengan melibatkan unsur daerah maka diharapkan keuangan
Walhi dapat menjadi partisipatif dan keuangan dapat diterima didalam forum Walhi.
Kenangan
itulah yang menghinggapi dan tidak terlupakan dari diri Abah. Setelah mengikuti
pelatihan keuangan yang melibatkan Dewan Daerah (Semacam parlemen di Walhi),
kami mengikuti pelatihan keuangan dengan tekun.
Sebagai
Dewan Daerah, pelatihan keuangan merupakan salah mandate dari statute terhadap
kewenangan Walhi daerah didalam menyusun anggaran daerah. Sebagai Dewan Daerah
selain belajar membaca neraca keuangan, memahami struktur anggaran, poster
anggaran, politik anggaran, didalam pelatihan kemudian peserta mulai memahami
terhadap keuangan terhadap kebutuhan daerah. Bekal itulah yang kemudian
memudahkan tugas-tugas dewan daerah didalam menjalankan fungsi dan mandatnya
sebagai dewan daerah.
Saya
ingat persis ketika itu peserta mengikuti cukup banyak. Ada sekitar 27 orang
yang melibatkan Dewan Nasional. Dengan mengikuti kegiatan maka selain mengikuti
pelatihan keuangan, jaringan komunikasi antar daerah dengan Dewan nasional
mulai terbangun. Keikutsertaan saya ketika saya masih menjabat Ketua Dewan
Daerah Jambi pada periode kedua (2008 – 2011).
Saya
kurang memahami alasan kenapa kemudian Abah Nurdin menghubungi saya 4 bulan
setelah pelatihan. Setelah menghubungi saya, Abah Nurdin kemudian menyodorkan
nama-nama Maimunah. Maimunah kemudian menyodorkan nama nasruddin (Aceh).
Keterwakilan
ketiga nama kami tidak tepat mewakili region. Saya dari Jambi dan Nasruddin
dari Aceh justru mewakili region Sumatera. Namun Maimunah tepat mewakili
Kalimantan.
Beberapa
nama sempat mengemuka dari region lain seperti Jawa dan Sulawesi. Namun saya
kurang ingat mengapa kemudian nama-nama dari region Jawa dan Sulawesi tidak
masuk nominasi.
Setelah
disepakati nama, Abah Nurdin kemudian memperjuangkan di forum Rapat Pleno Dewan
Nasional. Kamipun dibuatkan Surat keputusan dengan Abah Nurdin sebagai ketua
Tim Audit.
Saya
kurang ingat apakah cara ini pernah ditempuh oleh Dewan Nasional didalam
melakukan audit internal di Walhi. Namun seingat saya, Abah Nurdin pernah
berujar “ini baru pertama kali. Saya
percaya dengan kalian”.
Setelah
berkumpul di Jakarta, kamipun membangun desain. Tentu saja dengan tim audit
yang tidak background keuangan dan cuma mendapatkan pelatihan keuangan selama 2
minggu, sasaran audit keuangan disasar adalah melihat relasi kebijakan Nasional
didalam anggaran. Titik focus adalah Politik anggaran, postur anggaran dan
kemampuan nasional didalam melakukan penggalangan dana.
Didalam
melakukan analisis keuangna, Abah Nurdin benar-benar menyerahkan kepada kami
secara independent. Abah Nurdin tidak mau intervensi. Dengan tegas dia berkata
“Hasil audit yang kalian lakukan
merupakan bacaan kami dari Dewan Nasional untuk melihat keuangan nasional’.
Sebuah kepercayaan besar ditengah “kekhawatiran”
dari teman-teman yang kurang setuju dengan pelibatan daerah yang menganggap tim
audit akan “disetir” Abah Nurdin.
Didalam
melakukan audit internal, seluruh dokumen kemudian dibaca. Neraca keuangan,
transaksi keuangan hingga memahami postur anggaran. Dengan membaca dokumen
hampir 8 kardus besar (anggaran setahun), kami kemudian merekomendasikan yang
dipergunakan Dewan Nasional membaca anggaran Eknas Walhi dan kemudian
dilaporkan didalam forum resmi Walhi (Konsultasi
Nasional Lingkungan Hidup. Semacam Rapimnas yang diadakan setiap tahun).
Dengan
“stay” di Jakarta selam 3 minggu lebih, kami berkesempatan menggali berbagai
problema nasional dan daerah. Termasuk komunikasi yang sering macet, complain
daerah hingga “keluhan” nasional yang menerima laporan dari daerah yang sering
telat. Dari hasil audit internal, maka kami kemudian mengeluarkan berbagai
rekomendasi.
Saya
ingat persis, salah satu rekomendasi penting adalah kesejajaran serapan dana
daerah dan nasional. Dengan komposisi 40% untuk nasional dan 60% diserap
daerah, maka ketimpangan justru menjadi problema klasik organisasi. Bayangkan.
60% anggaran diserap oleh daerah dengan 26 daerah (Waktu itu Walhi Babel dan Walhi Sulbar belum terbentuk).
Saya
kemudian juga mengikuti proses KNLH dengan mendengarkan pemaparan dari Dewan
Nasional Walhi. Dengan tekun saya menyimak apakah hasil audit yang telah kami
lakukan sesuai yang dipaparkan ataukah tim audit internal tidak dipergunakan.
Namun saya lega. Seluruh hasil audit, rekomendasi ternyata dipergunakan oleh
Dewan nasional didalam forum KNLH. Saya kemudian menarik nafas panjang.
Akhirnya ucapan “abah Nurdin” terbukti. Tim audit bukanlah sekedar tempelan
ataupun cuma sekedar tim audit. Rekomendasi ini kemudian dilaksanakan oleh
kepengurusan selanjutnya hingga sekarang.
Kebanggaan
itulah yang menjadi kenangan saya terhadap diri Abah Nurdin. Kepercayaan yang
besar diberikan sesuai dengan perkataannya. Dan sejak itu saya mengikuti jejak
dan kiprah Abah Nurdin.
Secara
praktis, interaksi saya di Walhi berakhir dengan Abah Nurdin tahun 2012.
Setelah menyelesaikan jabatannya tahun 2012, Abah Nurdin menekuni lembaga yang
cukup tersohor. Save Our Borneo. Sebuah lembaga yang cukup lama kredibel untuk
Kalimantan.
Namun
interaksi personal tetap dibangun. Entah didalam forum pertemuan nasional
ataupun didalam forum-forum lain.
Ketika
kedatangan saya ke Kalimantan Tengah 3 tahun yang lalu disambut Abah Nurdin
dengan menghidangkan “ala melayu’. Menyambut tamu yang datang.
Namun
pertemuan terakhir diacara Kongres Sawit Watch tidak pernah terbayangkan oleh
saya. Derita sakit yang sudah lama dirasakan oleh Abah Nurdin membuat itulah
pertemuan terakhir saya.
Saya
kemudian tersadar. Putra-putra terbaik Walhi dipanggil Tuhan didalam bulan
Ramadhan. Arief Munandar (Direktur Walhi Jambi), Frans S Ampong Lambut (Pendiri
Walhi Kalteng dan Presidium Walhi Regional Kalimantan) dan Nurdin (Direktur
Walhi Kalteng). Dan keutamaan putra terbaik adalah dipanggil di Bulan Istimewa.
Selamat
Jalan, abah. Jejakmu akan terukir indah di Walhi.