Aktivis Paripurna
In Memoriam Pahrin Siregar
Disaat
hendak tidur malam, saya kemudian ditelepone Feri Irawan (Direktur Walhi Jambi
2000 – 2008). Mengabarkan telah perginya Pahrin Siregar (Pahrin). Jam
menunjukkan 22.12. Saya kemudian kaget.
Belum
usai menghela nafas panjang telah perginya Arif Munandar (Direktur Walhi Jambi
2008 – 2012) dan Nurdin (Direktur Walhi Kalteng), berita tentang kepergian
Pahrin kembali menyesakkan dada. Satu persatu “orang baik” meninggalkan berita
duka dan kenangan panjang.
Pahrin
kukenal sebagai aktivis kritis menjelang kejatuhan Orde baru. Pahrin adalah
aktivis yang memobilisasi mahasiswa demonstrasi disaat “suasana” politik mulai
panas menjelang tahun 1998.
Bersama-sama
dengan mahasiswa Unja, demonstrasi Unja menjadi demonstrasi terus membesar dan
mengepung kantor DPRD. Demonstrasi yang menjadi Jambi tidak ketinggalan peran
didalam masa reformasi.
Ketangguhan
sebagai aktivis dibuktikan dengna memimpin demonstrasi ke kantor Polisi Militer
di Jelutung. Waktu itu “militer” begitu berkuasa, sehingga demonstrasi ke
sarang Polisi Militer adalah “nyali” yang tidak setiap aktivis memilikinya.
Usai
pergantian rezim dan Soeharto “lengser keprabon”, Pahrin kemudian terlibat
didalam pemantauan Pemilu 1999. Bersama-sama dengan Fauzi Syam (Dosen Fakultas
Hukum), pemantauan 1999 merupakan “bentuk” pengabdian total dari Pahrin yang
memilih jalur di luar sistem politik.
Ketekunan
Pahrin juga dirasakan dengan menggeluti “teknis” kehutanan yang menjadi “trade
mark” Pahrin didalam LSM lingkungan. Pahrin kemudian tergabung didalam Forum
Penyelamat Hutan Jambi (FPHJ) yang terdiri dari 20 LSM di Jambi.
Dalam
interaksi diskusi di internal, penguasaan materi tentang teknis kehutanan
membuat FPHJ cukup diperhitungkan. Dalam melakukan pemantauan teknis kehutanan,
FPHJ cukup menggigit sehingga berbagai kritik terhadap penegakkan hukum di
sector kehutanan menjadikan Pahrin menjadi “vocal point” yang mumpuni.
Setelah
2007, saya kurang mengikuti diskusi-diskusi di FPHJ. Baik karena kesibukan sebagai
pengacara ataupun forum-forum yang membuat saya tidak intensif mengikutinya.
Saya
kemudian mendapatkan kabar ketika Pahrin mengambil studi ilmu hukum dan
kemudian meneruskannya menjadi Pengacara.
Secara
pribadi, diskusi dengan penulis 6 bulan yang lalu. Kami berdiskusi tentang
penegakkan hukum kasus-kasus korupsi.
Saya
menangkap kesan, materi ilmu hukum yang dibicarakan oleh Pahrin lebih banyak
menitikberatkan praktek-praktek jauh dari “rasa ketidakadilan”. Namun saya
tetap mengingatkan sebagai advokat yang harus tetap menghormati putusan
pengadilan. Dalam bahasa yang lugas saya katakan. “Kuasai dasar-dasar ilmu hukum. Bertindaklah sebagai penegak hukum.
Sehingga hukum tetap dihormati”. Diskusipun terhenti setelah saya memasuki
ruang sidang.
Kabar
dari Feri kemudian melengkapi jalinan cerita tentang Pahrin. Aktivis jalanan,
pendesain program, menguasai teknis bidang yang digeluti dan kemudian menjadi
advokat. Sehingga tidak salah kemudian, Pahrin adalah aktivis paripurna.
Selamat
jalan, kawan…. Terlalu banyak kenangan yang telah kita jalin.