Mempunyai
tiga orang putra dan seorang putri didalam satu keluarga memerlukan “seni”
tersendiri” didalam mengatur dan mengendalikan. Meminjam istilah Khalil Gibran,
“Anakmu Bukanlah Milikmu”. Sebuah “renungan” yang kupegang teguh disaatku
sadari mereka mempunyai mimpi di masa depan.
“Anak-anakmu adalah anak panah yang
meluncur”. Menatap masa depan. Melesat, jauh dan cepat. Melesat laksana kilat. Meliuk
dengan sukacita”. Mantra sakti
mandraguna yang dikeluarkan oleh Khalil Gibran menutup puisinya.
Jangan
dibayangkan rumah “tentram”, “damai” atau “tenang’. Walaupun masing-masing sudah disediakan kamar.
Entah
yang paling kecil masih SD masih “bertengkar” dengan kakaknya cuma masalah “es
krim”. Atau Putra ketiga “berebutan” remote TV dengan adiknya yang paling
kecil. Semuanya egois. Merasa paling benar. Dan semuanya kemudian “mengadukan”
yang paling benar. Baik kepada ibunya ataupun kepada ayahnya.
Suasana
paling heboh tentu saja Games PS. Permainan sepakbola adalah salah satu Games
PS yang berakhir dengan pertengkaran.
Entah
karena “pilihan” klub yang berbeda, permainan yang curang ataupun “tidak terima
dengan kekalahan”.
Yang
paling besar suka Barca. Alasannya cuma “emosional”. Karena pemain-pemain Barca
tuh gagah. Alasan yang paling keras diprotes adiknya. “Emangnya model pakaian.
Ini Sepakbola”. Biasa kakaknya tidak punya alasan. Paling-paling cuma bilang. “Terserah”.
Yang
kedua penggemar “Arsenal”. Alasannya klasik. Pemain muda dan larinya kencang.
Eh. Tetap diprotes. Tapi “Arsenal” tidak pernah juara lagi.
Yang
ketiga Penggemar Real Madris. Sama sepertiku. “Entah” berapa banyak Cergam yang
dibelikan dari toko buku hasil tabungannya. Segala gaya permainan Ronaldo
ditirunya. Bahkan masuk “Sekolah Bola” yang latihannya seminggu tiga kali.
Pernah
beberapa kali keluar kota untuk mengikuti pertandingan.
Karena
dipengaruhi Ronaldo, maka setiap memasukkan bola, gaya Ronaldo usai mencetak
gol diperagakan sambal “muka monyong” mengejek lawan.
Yang
terakhir penggemar MU. Segala berita MU di youtube diperhatikannya. Kamipun
diskusi tentang nasib MU yang kurang bersinar.
Perbedaan
klub sepakbola dalam satu keluarga adalah keniscayaan. Tidak ada satupun “kekuasaan”
yang kumiliki agar setiap anak-anak harus ikut dengan kesukaanku. Masing-masing
“bertahan” dengan emosional. Jangan memperkeruh keadaan dan mempertanyakan pilihan
emosionalnya. Bisa “perang dunia kedua”.
Aku
sedang membayangkan bagaimana “mengelola negara” dengan berbagai perbedaan.
Tradisi
merayakan kematian Hasan-Husen masih hidup di pantai Barat Sumatera. Di
Sumatera Barat dikenal “tabuik”. Di Bengkulu dikenal “Tabot’. Masih berlangsung
hingga kini.
Tradisi
yang berasal dari Persia membuktikan “Islam” masuk melalui jalur perdagangan
Persia. Cerita ini kemudian diperkuat tentang “Barus” sebagai pintu masuknya
Islam di Indonesia[1].
Melengkapi Kerajaan Islam Pertama yang dikenal Kerajaan Perlak. Makam Sultan
Alaiddin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah masih dapat ditemui di Perlak, Aceh
Timur. Arkeolog Slamet Muljana meyakini Islam yang dahulu datang adalah aliran
Syiah[2].
Selain
dari Persia, cerita Islam juga dikenal di Jambi. Dikenal “Kampung Arab dan “Arab Melayu’. Pusat pemukiman yang masih
hidup dan menjaga nilai tradisi seperti “ barzanzi, kompangan dan syiar-syiar
Islam yang begitu kental. Sebuah perkampungan Arab yang juga dikenal di
berbagai daerah di Indonesia.
Namun
cerita Datuk Paduko Berhalo berasal dari Turki masih dikenal. Baik dengan
lagu-lagu yang masih disenandungkan, makam Datuk Paduko Berhalo dan makam Datuk
Orang Kayo Hitam masih diziarah hingga kini. Cerita Turki juga dikenal dalam
cerita-cerita “puyang” orang Jambi seperti “TUMENGGUNG BUJANG PEJANTAN” (Sungai Bungur[3]) atau Marga Tungkal Ulu[4]. Cerita tentang Turki juga
dapat dijumpai “ikrar” Sultan Thaha Saifuddin sebagai “vassal” dari Ottaman
Turki[5].
Keberagaman juga ditandai dengan sejarah masuk dan
berkembangnya Agama Katolik di Indonesia dibagi menjadi tiga bagian waktu. Sebelum
kolonialisme Belanda yaitu pada abad ke 7 di Sumatera Utara. Bagian kedua saat Kolonialisme Belanda yaitu
pada tahun 1534, di kepulauan Maluku melalui orang Portugis. Dan terakhir pada periode kolonialisme
Belanda yaitu Pada abad ke 20
setelah Belanda pergi dari Indonesia. Nasrani di Sumatera utara yang dikenal “Nomensen”,
Melengkapi sejarah panjang nusantara
setelah sebelumnya Kerajaan Hindu yang besar seperti Majapahit dan Kerajaan Budha
terbesar yaitu Sriwijaya.
Belum lagi masih terdapat
agama-agama nusantara seperti Hasipelebeguon
dan Parmalin
(Batak), Sunda wiwitan, Ajaran Djawa Sunda dan “Pikukuh Tilu” (Jabar), Pangestu (Semarang),
Kejawen, Samin (Jawa), Islam Wetu Telu (NTB), Marapu (NTT), Kaharingan, Baduy
(Kalimantan) atau Asmat (Papu).
Setiap ornament, jejak, arkeologi
masih ditemukan dan tersebar di berbagai wilayah Indonesia.
Mengelola
keberagaman memerlukan “seni”, kiat dan teknik tersendiri. Menghadapi “gaya
emosional” mendukung klub Barca seperti putriku tidak perlu diperdebatkan. Gaya
emosional tanpa pilihan logis adalah sebuah keniscayaan. Tidak perlu “dipertanyakan”
pilihannya. Bisa “emosi meledak” tanpa argumentasi.
Begitu
pula tidak perlu dipaksakan “agar menerima” penjelasan terhadap pilihan yang
sudah diyakini.
Atau
menghadapi “alasan klasik” memilih Arsenal yang tidak pernah lagi juara. Tidak
perlu penjelasan yang disampaikan mengapa memilih Arsenal. Kesukaan memilih
Arsenal ditandai dengan “sikap garang” khas anak muda yang melihat sepakbola
adalah olahraga sport yang paling menjunjung tinggi sportivitas. Tidak perlu “gaya
diving’ untuk menipu wasit.
Dengan
demikian maka tidak perlu penjelasan anak-anak muda yang memilih symbol-simbol
tertentu sebagai “refleksi” terhadap pandangannya.
Atau
tidak perlu berdebat tentang “kecintaan Ronaldo”. Kekaguman terhadap
tokoh-tokoh tertentu yang berangkat dari “mitos kepempinan” tidak perlu menjadi
“perbedaaan” didalam menilai pilihan klub sepakbola.
Tidak
perlu satu penggemar klub “kemudian” memaksa agar pindah klub idolanya. Atau
tidak perlu “mengejek” klub yang lain. Sehingga dapat meruncing dan memancing
kehebohan.
Sehingga
terhadap “sami na’ wato’na” tidak perlu disampaikan sebagai “ikrar taklik”.
Atau penyembahan buta tanpa reserve.
Dan
negarapun tidak perlu “menggunakan kekuasaannya” untuk menyatukan. Keberagaman
adalah keniscayaan dimana negara tidak boleh menggunakan kekuasaannya untuk
menyatukannya.
Dengan
demikian perbedaan adalah keniscayaan. Sebuah keberagaman yang paling lengkap
di dunia yang terletak di nusantara.
[1] Uka Tjandrasasmita, Arkeologi
Islam Nusantara, Penerbit Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, 2010, Hal. 14
[2] Slamet Muljana dalam Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di
Nusantara,Penerbit LKis, Yogyakarta, 2005.
[3] Sungai Bungur, 26 Februari 2016
[4] M.
Syafe’I Achmad, mantan Pesirah dan mantan Kepala Desa Merlung, 14 Agustus 2016
[5] Snouck Horgrenye, Kumpulan
Karangan, INIS
(Indonesia Netherlands Cooperation in Islamic Studies) , Jakarta, 1995