Entah dimulai proses berfikir
ketika menghubungkan “suap” yang ditangkap (OTT) kemudian dengan unsur “kerugian
uang negara”. “Kerugian uang negara” sebagai salah satu unsur “melawan hokum”
atau “penyalahggunaan kewenangan”.
Didalam ranah hukum pidana
korupsi, unsur “kerugian negara” adalah unsur yang menentukan apakah “melawan hokum”
atau “penyalahggunaan kewenangan” atau terbukti atau tidak.
Sebagaimana diatur didalam pasal
2 UU No. 31 Tahun 1999 yang menyebutkan “Perbuatan melawan hokum” dan pasal 3 UU
No. 31 Tahun 1999 yang menyebutkan “Penyalahgunaan wewenang’ kemudian
disebutkan “merugikan keuangan negara (Kerugian uang negara atau kerugian
negara).
Apabila “kerugian negara” terbukti
maka unsur melawan hokum” atau “penyalahggunaan
kewenangan” menjadi terbukti. Sedangkan unsur “kerugian negara” tidak terbukti
maka unsur “melawan hokum” atau “penyalahggunaan kewenangan” menjadi tidak
terbukti.
Dengan demikian maka “unsur
kerugian negara’ adalah unsur yang melekat didalam pasal 2 dan pasal 3 UU No.
31 Tahun 1999. Sehingga tidak dapat dipisahkan dari pasal 2 dan pasal 3 UU No.
31 Tahun 1999.
Pertanyaan selanjutnya apakah
ketika melakukan atau menerima suap (OTT) yang tidak “merugikan keuangan negara”
dapat dikategorikan sebagai tindak pidana ?
Pasal 209 KUHP kemudian mengatur
tentang “pemberian kepada pejabat” yang kemudian “diperberat” menjadi 5 tahun (Pasal
5 UU No. 31 Tahun 1999), pasal 210 KUHP kepada “hakim” menjadi 5 – 15 tahun
(Pasal 6 UU No. 31 Tahun 1999), pasal 387 – pasal 388 KUHP tentang “perbuatan curang”
menjadi 2 – 7 tahun (Pasal 7 UU No. 31 Tahun 1999).
Demikian seterusnya hukuman
diperberat didalam UU Korupsi seperti “Pasal
415 KUHP (Pasal 8 UU No. 31 Tahun 1999), Pasal 416 KUHP (Pasal 9 UU No. 31
Tahun 1999), Pasal 417 KUHP (Pasal 10 UU No. 31 Tahun 1999), Pasal 418 KUHP
(Pasal 11 UU No. 31 Tahun 199), dan Pasal 419 KUHP, Pasal 420 KUHP, Pasal 423
KUHP, Pasal 425 KUHP dan Pasal 435 (Pasal 12 UU No. 31 Tahun 1999).
Sehingga “perbuatan suap” adalah
perbuatan yang dilarang oleh hokum pidana.
Dengan demikian maka perbuatan
suap telah diatur didalam KUHP dan UU No. 31 Tahun 1999 kemudian hokuman “diperberat”.
Dan keseluruhan pasal-pasal
tentang suap sama sekali tidak memasukkan unsur “merugikan keuangan negara’.
Selain itu pasal 2 dan pasal 3 UU
No. 31 Tahun 1999 yang memasukkan unsur “merugikan keuangan negara’ adalah
perbuatan pidana materiil. Perbuatan korupsi harus mengakibatkan “kerugian negara”
(Putusan MK).
Namun terhadap “perbuatan suap’
dikategorikan sebagai tindak pidana formal. Terbuktinya “melakukan suap” dan “menerima
suap’ telah selesai diterimanya “hasil suap”.
Dengan demikian maka “perbuatan
suap (OTT)” tidak tepat disandingkan dengan unsur “merugikan keuangan negara”.