Di tengah masyarakat hukum adat (Masyarakat
Adat/MHA) dikenal berbagai kesalahan yang kemudian dijatuhi hukuman adat (denda
adat).
Berbeda dengan masyarakat umum, terhadap
pemangku adat sanksi dijatuhkan cukup berat. Selain hukuman yang melanggar ”Pucuk
Delapan Anak Dua belas” (ada juga
menyebutkan ”Pucuk Undang nan Delapan. Anak undang Nan 12), sanksinya dua
kali lipat dari masyarakat umum.
Terhadap ”Pemimpin yang lalim” dikenal ”Raja
alim Raja disembah. Raja lalim Raja disembah”. ”Jatuh dipemanjat. Jatuh di
perenang”.
Selain itu dikenal pemimpin yang tidak
disenangi masyarakat. Yang pertama adalah ”Pimpinan
Di Ujung Tanjung. ”Pimpinan Di Ujung Tanjung” adalah sifat
pemimpin yang mengambil muka, berdusta dan suka menjadi “sok” penyelamat
persoalan ditengah masyarakat. Pemimpin sifat ini biasanya tidak disukai
masyarakat.
Kedua. “Pemimpin Ayam gedang. “ Pemimpin ayam
gedang” dikenal orang yang “membesarkan dan memperlihatkan “tuah keluarga
besarnya. Padahal sikapnya cuma “berbicara kosong” yang disimbolkan “ayam
bekotek” yang tidak bisa berterur”. Ada juga yang menyebut cuma berbicara yang
disebutkan “pemimpin elok bungkus pengikat burung”.
Ketiga. Pemimpin bilah bambu”. Pemimpin yang “kaki
diinjak. Bilah diangkat”. Pemimpin yang tidak adil. Pemimpin yang mengutamakan
keluarganya dan menginjak orang lain.
Keempat. “Pemimpin Ketuk-ketuk. Pemimpin tipe
ini tidak berani mengambil keputusan membela masyarakat. Hanya memikirkan
jabatannya dan tidak berani mengambil resiko.
Kelima. “Pemimpin Busuk Aring”. Pemimpin
curang, serakah, rakus bahkan terhadap keluarga dan orang terdekatnya.
Keenam. Pemimpin Pisak Celano”. Pemimpin
seperti ini suka sekali menimbulkan kehebohan di masyarakat karena sering
kawin-cerai. Dan tidak bertanggungjawab terhadap keluarga.
Ketujuh. “Pemimpin Tupoai Tuo”. Pemimpin cuma
jago dikandang, dan jarang mau tampil membela masyarakat di luar Dusun.
Lalu bagaimana apabila pemangku adat yang
melanggar “”Pucuk Delapan Anak Dua belas” atau”Pucuk
Undang nan Delapan. Anak undang Nan 12 ? Misalnya ” ”Memekik mengentam tanah mengulung lengan baju (Mengajak berkelahi)”
atau ”Maling Curi” (mencuri).
Kesalahan Memekik
mengentam tanah mengulung lengan baju (Mengajak berkelahi)” maka tidak
cukup dijatuhi sanksi adat ”satu gantang beras, kelapa setali”, tapi dijatuhi
20 gantang beras, kelapa setali dan kambing”. Selain itu juga dicabut gelar
adat yang diberikan kepadanya.
Sedangkan ”maling curi (mencuri)”, selain
dijatuhi Kerbo sekok, beras 100 gantang, 100 kali kelapa”, barang dikembalikan
juga gelar adatnya dicabut.
Pencabutan gelar adat merupakan ”hukuman”
kepada pemangku adat agar dijauhi dari fitnah dan menjaga diri pemangku adat
sebagai pemutus akhir. Sebagai ”memancung putus”.