Membutuhkan 2 bulan lebih KPK
mengembangkan kasus OTT sehingga kemudian sampai ke pucuk pimpinan Jambi
sebagai tersangka. Waktu yang cukup sehingga ketika pengumuman KPK menyasar
Gubernur Jambi menimbulkan beragam polemik di tengah masyarakat. Ada yang “yakin dan Pede”, Gubernur “tidak
terlibat” dan tidak lupa menyiapkan tagar “savegubernur”.
Ada yang mendesak untuk mengusut
tuntas kasus ini. Dengan keyakinan “selevel Sekda dan Asisten III” tidak
mungkin bisa “bergerak” tanpa adanya instruksi langsung dari pimpinanmya.
Keragaman kemudian ditambah
dengan tidak lupa menyiapkan tagar “savekpk”.
Berbagai warna kemudian berakhir
ketika penetapan tersangka oleh KPK.
Terlepas dari “hak tersangka”
mengajukan keberatan penetapan tersangka melalui mekanisme praperadilan, peristiwa
OTT yang kemudian “menyasar” Gubernur Jambi dengan penyidikan baru “menerima
sesuatu” menimbulkan pertanyaan di tengah masyarakat. Apakah OTT kemudian tidak
“melibatkan” Gubernur atau apakah “kegagalan OTT kemudian menyasar Gubernur Jambi
dengan penyidikan baru ?
Yang sering dilupakan oleh public,
OTT adalah “kotak Pandora” yang membongkar seluruh rangkaian kejahatan korupsi
di suatu tempat. Berbagai peristiwa OTT kemudian justru “pintu masuk” untuk
melihat proses hokum secara utuh.
OTT di Menpora tidak hanya “melibatkan
Menteri”, tapi juga “petinggi Partai Demokrat” kasus Hambalang terungkap.
Bahkan “mampu membongkar” kasus E-KTP yang menghabiskan “energy public” dengan
melibatkan Ketua DPR-RI.
OTT di MK tidak hanya “menyasar”
Ketua MK, namun membongkar rangkaian “penyuapan” Pilkada hingga berbagai proyek
di Banten yang kemudian menyeret Gubernur Banten.
Penyuapan hakim PTUN Medan tidak
hanya melibatkan oknum hakim PTUN tapi juga menyasar Gubernur Sumut hingga
berbagai proyek dan “uang komisi” anggota DPRD Sumut.
Berbeda dengan berbagai OTT di
berbagai tempat, “kebaikan hati” KPK di Jambi harus diberi apresiasi. Dengan
mengadakan kegiatan “korsup KPK” dan deklarasi anti suap hingga 2 kali setahun membuktikan
KPK berharap Jambi merupakan “role model” pencegahan korupsi di Jambi. Sehingga
tidak salah kemudian didalam pernyataan Wakil Pimpinan KPK menyebutkan Jambi
tidak menjadi “radar korupsi”. Sehingga peristiwa OTT adalah “bentuk”
ketidakpatuhan “deklarasi anti suap”.
Kembali ke pertanyaan
selanjutnya. Apakah penetapan tersangka Gubernur Jambi didalam penyidikan baru
merupakan bentuk kegagalan KPK untuk melihat peran Gubernur jambi didalam OTT
di Jambi.
Pertama. Melihat “keterkaitan”
Gubernur Jambi didalam peristiwa OTT akan dilihat didalam persidangan 4 orang
yang akan disidangkan.
Pembacaan dakwaan adalah
peristiwa yang kemudian dikonstruksikan melihat “siapa” yang “memerintahkan”
sehingga Sekda dan Asisten III kemudian “bergerak” untuk “membagi-bagi” uang.
Apakah cuma “inisiatif” dari
Sekda dan Asisten III dan tidak melibatkan Gubernur Jambi.
Berbagai pertanyaan akan tuntas
dijawab didalam Surat Dakwaan yang akan dibacakan pada sidang pertama.
Tentu saja setiap peristiwa yang
disampaikan didalam surat dakwaan didukung oleh berbagai bukti yang akan
dipaparkan pada sidang-sidang selanjutnya.
Dan lembaga selevel KPK mempunyai
bukti yang “segudang’ untuk membuktikan apakah ada atau tidak “keterlibatan”
Gubernur Jambi.
Jadi. Terlalu dini untuk
menyebutkan “ada atau tidak” keterlibatan Gubernur Jambi.
Kedua. Dalam rekonstruksi OTT di
Jambi, tentu saja penyidik mempunyai kewenangan untuk mengembangkan kasus OTT.
Dikembangkan kasus OTT dengan
penyidikan baru yang kemudian menetapkan Gubernur Jambi sebagai tersangka
adalah kewenangna yang melekat dari penyidik KPK.
Dari ranah ini maka peristiwa ini
adalah peristiwa yang “biasa-biasa saja”. Tidak ada yang istimewa berangkat
dari berbagai peristiwa sebelumnya seperti OTT di MK yang kemudian “melibatkan”
Gubernur Banten. Atau OTT di PTUN Medan yang kemudian melibatkan Gubernur
Sumut.
Ketiga. Tentu saja tidak dapat
dipungkiri adanya “penyesalan” dari
rakyat Jambi terhadap penetapan tersangka kepada Gubernur Jambi.
Sebagai “anak muda” yang memimpin
Jambi, pesona Gubernur Jambi mampu memenangkan Gubernur Jambi setelah
mengalahkan petahana dan menjadi “pesona” di Muara Jambi. Pesona yang
diharapkan dapat digunakan untuk Pilwako Jambi.
Gubernur Jambi diharapkan dapat
menjadi “role model” dan menggerakkan anak-anak muda untuk menjadi politisi dan
menjadi bagian dari pemberantasan korupsi. Berbagai kegiatan yang dihadiri
Gubernur Jambi mampu “menyihir” dan menjadi tema yang disampaikan begitu
didengar public.
Namun waktu terus berlalu. Duka
mendalam di negeri Jambi harus dilalui. “Jewer kuping” oleh KPK terhadap
penegakan hukum di Jambi tidak perlu berlarut terlalu lama.
Kita harus bangkit dari
keterpurukan. Kita harus tetap konsisten untuk terus mengaungkan sikap anti
korupsi dan menggetarkan anak-anak muda.
Selain itu biarlah pertanyaan demi
pertanyaan misteri yang menggayut di
pikiran dalam peristiwa OTT dan penyidikan baru yang menyasar Gubernur Jambi
menjadi proses hukum. Dan kita percayakan KPK untuk menjawab tuntas pertanyaan
kita.
Advokat. Tinggal di Jambi
Dimuat di detail.com, 5 Februari 2018
Dimuat di www.serujambi.com, 9 Februari 2018
https://www.serujambi.com/2018/opini-musri-nauli-sh-makna-ott-di-jambi/
Dimuat di www.serujambi.com, 9 Februari 2018
https://www.serujambi.com/2018/opini-musri-nauli-sh-makna-ott-di-jambi/