17 April 2018

opini musri nauli : KISAH PADI DAN HANDPHONE




Lha, apa pula hubungan Padi dan handphone (HP) ?. Apakah padi akan tumbuh apabila dihubungkan dengna HP. Atau penjualan padi menggunakan HP.

Mari kita telusur kisah padi dan HP.


Dengan terburu-buru saya turun dari GRAB (angkutan aplikasi), sebuah perusahaan yang sukses “aneksasi” UBER baru-baru ini. Mengingat jam yang mulai larut, saya kemudian “bergegas” tanp ba-bi-bu.
Setelah menyusuri pusat perbelanjaan, saya kemudian baru sadar. Salah satu HP saya kemudian tertinggal. Sayapun panic. Apakah tertinggal di counter ATM atau di mobil.

Terbayang kisah HP yang tertinggal di mobil 2 bulan yang lalu. Setelah berbincang santai semalaman di Eknas Walhi, subuh harinya saya kemudian ke bandara.

Dipesankan menggunakan go-car, saya kemudian menaiki mobil. Sembari hendak mengecas HP menggunakan charge di mobil, saya turun di bandara. Saya baru sadar ketika hendak membuka tiket yang tersimpan di email.

Panik kemudian saya menghubungi teman di Eknas yang memesan GO-KAR. Namun karena hari sudah subuh maka tidak ada satupun HP yang diangkat.

Sementara saya buru-buru mau check in pesawat.

Setelah sampai di Jambi, barulah saya mendapatkan kabar HP masih di mobil dan sudah diselamatkan oleh driver Go-car.

Sembari berlari turun menggunakan escalator menuju ATM di lantai bawah, saya menghubungi nomor HP saya. Terdengar suara bijak sang pengemudi supir Grap. Saya kemudian meminta beliau untuk mengantarkan kembali ke tempat semula. Dan beliau bersedia untuk mengembalikan HP setelah mengantarkan penumpang yang lain.

Dan 30 menitpun sang Driver mengantarkan. Tidak lupa senyuman mengembang ketika bertemu dengan saya.

Kisah HP tertinggal mengingatkan mantra sakti yang sering disampaikan oleh petani di keheningan malam.

Ujaran kebijaksanaan seperti “tanamlah padi. Walaupun tumbuh rumput” bermakna “berbuatlah baik. Walaupun belum tentu mendapatkan hasil yang baik”.

Namun “tidak mungkin menanam rumput, khan tumbuh padi”. Ujaran inipun mengandung makna “tidak mungkin mengharapkan hasil yang baik apabila kita berbuat tidak baik’.

Sang petanipun tidak pernah bosan, mengeluh ataupun beralih untuk menanam yang lain walaupun tetap tumbuh rumput.

Dengan sabar, sang petani tetap menanam padi sembari membersihkan lahannya dari rumput. Terus menerus. Dari satu generasi ke generasi seterusnya. Demikianlah siklus kehidupan.

Makna dari mantra saksi masih kutemukan di tengah Jakarta. Dimana “egoisme”, kemunafikan, hedonism menjadi bagian dari gaya hidup kaum metropolitan. Sebuah kejujuran menjadi barang yang langka.

Sang Driver “bisa saja” tidak mengangkat HP saya, mematikannya. Bahkan bisa saja tidak mengakui HP saya tertinggal di mobilnya.

Namun niat baik saya selama ini semoga dapat saya tuaikan. Merasakan “kejujuran” ditengah Jakarta.

Apakah ujaran sederhana dari kampong yang masih saya ingat kemudian menemukan  makna di Jakarta ?

Ah. Entahlah. Selagi kita bisa berbuat baik, biarlah Tuhan yang mengatur untuk kita.