Mengikuti
prosesi acara Temu Kampung Masyarakat Pengelola Gambut Bersama Publik” di Desa
Bangsal, OKI, Sumsel. Dengan perumpaan
yang diberikan saya kemudian dapat menangkap kesan bagaimana masyarakat OKI
didalam mengelola gambut.
Masyarakat
mengenal Gambut dengan berbagai istilah seperti “Rawang Hidup”, “Lebak Berayun”,
atau “Lebak Lebung”. Di Papua dikenal “tanah goyang”. Di Kalbar dikenal “tanah
sapo”. Bahkan di Kalsel malah dikenal “Tanah Irang”.
Di
Jambi dikenal “Payo” atau “payo dalam”, Suak, Lopak, Lubuk, Danau, adalah
penamaan tempat yang menunjukkan daerah gambut. Ditandai dengan “akar bekait,
pakis dan jelutung” atau “2 – 3 mata cangkul (duo-tigo mato cangkul)[1]”.
Pengaturan
gambut ditandai dengan istilah. Dalam tata ruang kemudian dikenal Lebak
Dangkal, Lebak Tengah dan Lebak Lebung.
Lebak
Dangkal menunjukkan Lebak yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan Lebak Tengah dikenal sebagai tanah untuk tanaman padi. Di Jambi,
areal untuk tanaman padi dikenal sebagai tempat “peumoan”.
Selain
itu juga dikenal “pematang” atau Petalang. Tempat ditanami tanaman keras
(tanaman tuo) seperti “pinang” atau “kelapa”.
Sedangkan
Lebak Lebung adalah gambut yang dilindungi baik sebagai tempat air, mencari
ikan, kayu ataupun tanaman lain. Yang ditandai dengan “purun”, “pandan”. Di
Jambi tempat inilah yang sebagai “Payo” atau “payo dalam”, Suak, Lopak, Lubuk,
Danau. Tempat yang dikenal sebagai mengambil ikan khas gambut (biodiversity)
yang sering juga disebut sebagai “suak”, lopak”, Lubuk”.
Selain
tempat mengambil ikan yang memberikan kehidupan kepada masyarakat juga sebagai
tumbuhnya tanaman khas. Seperti pandan, rotan, kayu hutan.
Penamaan
tempat ini biasa disebut “hutan hantu pirau”. Tempat yang dilindungi yang tidak
boleh dibuka maupun dikonversi untuk tanaman lain.
Lebak
Lebung juga sering disebutkan dalam cerita tentang pengaturan tentang gambut.
Lebak Lebung atau Hutan hantu pirau adalah tempat-tempat yang dilindungi
sebagai kawasan yang dihormati masyarakat.
Hutan
Hantu pirau adalah penamaan untuk memberikan “perlindungan” dengan cara agar
tidak dibenarkan siapapun membuka maupun mengganggu kehidupan di wilayah ini.
Melihat
tata ruang yang disampaikan di OKI, maka tataruang antara masyarakat gambut di
Jambi dengan di OKI tidak jauh berbeda. Baik penghormatan terhadap fungsi,
penataan maupun perlindungannya.
Kesamaan
inilah yang sering disebutkan dalam seloko Jambi. “Adat Samo. Pemakai Beda”. “Lain lubuk lain Ikan. Lain lalang lain
belalang”.
[1] Istilah “duo – tigo mato
Cangkul” adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan apabila diayunkan
cangkul dua atau tiga kali ayunan ditemukan air maka dikategorikan sebagai
daerah yang tidak boleh dikonversi untuk tanaman selain padi. Desa Sungai
Beras, Kecamatan Mendahara, Tanjung Jabung Timur, 15 Januari 2018