Kiprah
Partai Bulan Bintang yang tidak dapat dipisahkan dari kebesaran Partai Masyumi
tidak dapat dilepaskan dari sosok Yusril Ihza Mahendra. Anak “ideology” M.
Natsir bersama dengan Amien Rais. M. Natsir adalah tokoh Partai Masyumi yang
disegani.
Pertarungan
pemikiran M. Natsir disejajarkan dengan Agus Salim, Tan Malaka, M. Hatta.
Tokoh-tokoh yang dilahirkan dari bumi Minangkabau. Masa itu kelahiran
tokoh-tokoh Islam yang nasional memberikan kontribusi dalam gagasan
Keindonesiaan dari pendekatan Islam. Sebuah perlawanan dari pemikiran
pertarungan gagasan antara nasionalis, komunisme dan Islam.
Sebagai
orang yang dituduh “terlibat PRRI-Permesta” oleh Soekarno, Partai Masyumi – PSI
dan kemudian dinyatakan terlarang. Dan dinyatakan dibubarkan tahun 1960.
M.
Natsir kemudian “dilarang’ menghadiri pertemuan Konferensi Internasional
Sosialis se-dunia. Penghormatan dan menempatkan M. Natsir sebagai utusan resmi
didalam Konferensi Internasional Sosialis membuktikan, M. Natsir kemudian
menempatkan sebagai “sosialisme Islam’. Sebuah “kejeniusan” M. Natsir yang
dikagumi dunia.
Paska
PRRI-Permesta, M. Natsir kemudian mendirikan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia.
Praktis menjauh politik.
Berbagai
decak kagum terhadap kiprah dan kejeniusan M. Natsir tersebar dalam berbagai literature.
Entah Kahin, Taufik Abdullah atau Deliar Noer yang mengungkapkan “pertarungan pemikiran”
M. Natsir tentang komunisme, tentang sosialisme dan pemikiran kemajuan Islam.
Baik dengan Soekarno, Hatta. D.N Aidit maupun tokoh-tokoh nasionalis lainnya.
Lintasan
pemikiran kemudian mampu menarik perhatian negara-negara Arab. Baik Arab Saudi,
Kuwait, Malaysia, Mesir, Turki. Lintasan pemikiran yang menjadi modal didalam
upaya diplomatic baik masa Soekarno maupun masa Soeharto.
Setelah
reformasi, keinginan menghidupkan Partai Masyumi begitu kuat. Amien Rais dan
Yusril Ihza Mahendra sebagai “anak ideology” M. Natsir diharapkan menjadi motor
penggerak. Kesempatan semakin besar ketika Amien Rasi dan Yusril Ihza Mahendra
berhasil menggalang dukungan.
Publik
kemudian berharap “daya ledak” dan kebesaran Partai Masyumi. Namun kedua tokoh
berpisah jalan. Amien Rais kemudian mengusung Partai Amanat Nasional. Yusril
Ihza kemudian melahirkan embrio Partai Masyumi.
Sebagai
“anak ideologis” M. Natsir. Yusri Ihza Mahendra tidak setuju dengna penamaan
Partai Masyumi. Dengan “jenius” sebagai ahli tatanegara kemudian menyebutkan.
Partai Masyumi dinyatakan Partai terlarang dan dibubarkan oleh Soekarno. Tentu
saja akan menimbulkan persoalan hukum dan politik dalam kiprah di Indonesia.
Akhirnya kemudian Partai Bulan Bintang kemudian tahun 1998.
Namun
kebesaran dan “daya ledak” Partai Masyumi tidak meraih suara yang signifikan. Tahun
1999 hanya meraih suara 1,94%. Tahun 2004 meraih suara 2,62%. Tahun 2009
cuma 1,79 %. Dan tahun 2014 hanya 1,46%.
Namun
berbeda dengan Pemilihan Presiden. Tahun 1999 dalam pemilihan Presiden di
senayan (Pemilihan Presiden dilakukan
oleh MPR), Yusri Ihza Mahendra bersama-sama dengan tokoh-tokoh lain
kemudian berhasil membangun “poros tengah” dan mengantarkan Abdurrahman Wahid
sebagai Presiden. Begitu juga tahun
2004, PBB dan PKPI mendorong SBY menjadi Presiden.
Sehingga
tidak salah kemudian PBB adalah partai pengantar Pemenang Presiden di Indonesia.
Sebuah strategi dan “jenius” Yusril Ihza Mahendra. Tidak salah kemudian sebagian
kalangan kemudian menyebutkan “Yusril Ihza Mahendra” sebagai “M. Natsir’ kecil.