24 Juli 2018

opini musri nauli : PBB – Sang Pengantar Pemenang


Kiprah Partai Bulan Bintang yang tidak dapat dipisahkan dari kebesaran Partai Masyumi tidak dapat dilepaskan dari sosok Yusril Ihza Mahendra. Anak “ideology” M. Natsir bersama dengan Amien Rais. M. Natsir adalah tokoh Partai Masyumi yang disegani.
Pertarungan pemikiran M. Natsir disejajarkan dengan Agus Salim, Tan Malaka, M. Hatta. Tokoh-tokoh yang dilahirkan dari bumi Minangkabau. Masa itu kelahiran tokoh-tokoh Islam yang nasional memberikan kontribusi dalam gagasan Keindonesiaan dari pendekatan Islam. Sebuah perlawanan dari pemikiran pertarungan gagasan antara nasionalis, komunisme dan Islam.

Sebagai orang yang dituduh “terlibat PRRI-Permesta” oleh Soekarno, Partai Masyumi – PSI dan kemudian dinyatakan terlarang. Dan dinyatakan dibubarkan tahun 1960.

M. Natsir kemudian “dilarang’ menghadiri pertemuan Konferensi Internasional Sosialis se-dunia. Penghormatan dan menempatkan M. Natsir sebagai utusan resmi didalam Konferensi Internasional Sosialis membuktikan, M. Natsir kemudian menempatkan sebagai “sosialisme Islam’. Sebuah “kejeniusan” M. Natsir yang dikagumi dunia.

Paska PRRI-Permesta, M. Natsir kemudian mendirikan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia. Praktis menjauh politik.

Berbagai decak kagum terhadap kiprah dan kejeniusan M. Natsir tersebar dalam berbagai literature. Entah Kahin, Taufik Abdullah atau Deliar Noer yang mengungkapkan “pertarungan pemikiran” M. Natsir tentang komunisme, tentang sosialisme dan pemikiran kemajuan Islam. Baik dengan Soekarno, Hatta. D.N Aidit maupun tokoh-tokoh nasionalis lainnya.

Lintasan pemikiran kemudian mampu menarik perhatian negara-negara Arab. Baik Arab Saudi, Kuwait, Malaysia, Mesir, Turki. Lintasan pemikiran yang menjadi modal didalam upaya diplomatic baik masa Soekarno maupun masa Soeharto.

Setelah reformasi, keinginan menghidupkan Partai Masyumi begitu kuat. Amien Rais dan Yusril Ihza Mahendra sebagai “anak ideology” M. Natsir diharapkan menjadi motor penggerak. Kesempatan semakin besar ketika Amien Rasi dan Yusril Ihza Mahendra berhasil menggalang dukungan.

Publik kemudian berharap “daya ledak” dan kebesaran Partai Masyumi. Namun kedua tokoh berpisah jalan. Amien Rais kemudian mengusung Partai Amanat Nasional. Yusril Ihza kemudian melahirkan embrio Partai Masyumi.

Sebagai “anak ideologis” M. Natsir. Yusri Ihza Mahendra tidak setuju dengna penamaan Partai Masyumi. Dengan “jenius” sebagai ahli tatanegara kemudian menyebutkan. Partai Masyumi dinyatakan Partai terlarang dan dibubarkan oleh Soekarno. Tentu saja akan menimbulkan persoalan hukum dan politik dalam kiprah di Indonesia. Akhirnya kemudian Partai Bulan Bintang kemudian tahun 1998.

Namun kebesaran dan “daya ledak” Partai Masyumi tidak meraih suara yang signifikan. Tahun 1999 hanya meraih suara 1,94%. Tahun 2004 meraih suara 2,62%. Tahun 2009 cuma  1,79 %. Dan tahun 2014 hanya 1,46%.

Namun berbeda dengan Pemilihan Presiden. Tahun 1999 dalam pemilihan Presiden di senayan (Pemilihan Presiden dilakukan oleh MPR), Yusri Ihza Mahendra bersama-sama dengan tokoh-tokoh lain kemudian berhasil membangun “poros tengah” dan mengantarkan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden.  Begitu juga tahun 2004, PBB dan PKPI mendorong SBY menjadi Presiden.

Sehingga tidak salah kemudian PBB adalah partai pengantar Pemenang Presiden di Indonesia. Sebuah strategi dan “jenius” Yusril Ihza Mahendra. Tidak salah kemudian sebagian kalangan kemudian menyebutkan “Yusril Ihza Mahendra”  sebagai “M. Natsir’ kecil.