Mengikuti
kiprah PKB sebagai “wadah politik NU’ menarik perhatian public. Ditengah kader
nahdiyin yang sudah tersebar di berbagai partai baik Partai Golkar, PDIP maupun
Partai Persatuan Pembangunan (PPP), kehadiran PKB menjadi “oase” kaum nahdiyin
yang sering “ditinggalkan” oleh pemenang pemilu. Entah zaman Soekarno maupun
zaman Soeharto.
Sehingga
kelahiran PKB paska “lengser keprabon” Soeharto (23 JUli 1998) mampu menjadi
peserta pemilu 1999. Meraih suara 12,61 %, kemudian turun 10,57 % tahun 2004.
Akibat
konflik internal PKB di pemilu 2009 menyebabkan turun 4,94 %. Setelah
menyelesaikan konflik internal mampu kembali ke relnya dan meraih kemenangan 9,04%.
Kehilangan 2 juta pemilih dari tahun 1999.
Namun
tahun 1999, justru PKB berhasil mengantarkan Presiden Abdurrahman Wahid
(Gusdur) menjadi Presiden dalam koalisi “poros tengah”. Antara Tarik menarik “partai
nasionalis” dan “Partai Islam” di pemilihan Presiden di MPR. Gusdur kemudian
diturunkan ditengah jalan oleh MPR.
Tahun
2004, Nahdiyin kemudian mengirimkan nama Salahuddin Wahid sebagai calon Wakil
Presiden mendampingi Wiranto. Wiranto merupakan pemenang konvensi Partai Golkar
2004.
Dan
Hasyim Muzadi sebagai calon Wakil Presiden mendampingi Megawati Soekarno Putri.
Keduanya kemudian dikalahkan oleh SBY – JK sebagai pemenang Presiden/Wakil
Presiden 2004.
Tahun
2009 dengan suara 4,94 % kemudian bergabung dengan incumbent SBY – Boediono yang
berhasil menghimpuan koalisi menghasilkan 56,07 %. SBY – Boediono kemudian
memenangkan pilpres 2009.
Tahun
2014, dengan jeli “Muhaimin Iskandar” (cak imin) kemudian memberikan dukungan 9,04
% untuk mengantarkan Jokowi – JK mendaftarkan ke KPU. Bersama dengan PDIP (18,95%),
Partai Nasdem (6,72%), PKPI (0,91%) sehingga hanya menghasilkan 36 %. Bandingkan
dengan koalisi Prabowo – M. Hatta Rajasa yang mendaftarkan 59,52 %. Jokowi – JK
kemudian menang tipis di pilpres 2014 (53,15 %).
Melihat
kiprah PKB di pilpres tidak salah kemudian PKB menghasilkan kemenangan Pilpres.
Tahun 1999 mengantarkan Gusdur. 2004 mengirimkan dua kadernya di Wakil Presiden
(walaupun kandidatnya kalah). Tahun 2009 bersama dengan SBY – Boediono dan
tahun 2014 bersama dengan Jokowi – JK.
Peran
PKB yang begitu “piawai” memainkan pilpres dari 1999 hingga 2009 membuat PKB
adalah satu “bidadari” yang banyak dilirik oleh berbagai partai. Dengan
dukungan kaum nahdiyin yang tersebar diberbagai pelosok, kepiawaian, jeli dan
jitu memandang politik. PKB tidak dapat diremehkan oleh kekuatan partai di
Indonesia.
Apalagi
setelah melewati krisis konflik internal partai, PKB dapat mewarnai politik
kontemporer di Indonesia.
Sehingg
tidak salah kemudian PKB adalah pemenang pilpres.