Salah
satu mandate reformasi adalah pemberantasan korupsi. Korupsi yang melilit
anggaran negara kemudian “masuk kekantong’ kroni-kroni orde baru. Orang-orang
penting di sekeliling Soeharto.
Salah
satu “biang kerok” kejatuhan orde baru justru dilakukan oleh Presiden Soeharto.
Transparency international pernah menyebutkan kekayaan Soeharto mencapai US$ 15
– 35 Milyar. Memuncak sebagai daftar koruptor sedunia. Diatas Ferdinand Marcos
(Philipina) dan Mobutu Sese Seko (Zaire). Laporan Korupsi Global 2004 (Global
Corruption Report).
Belajar
dari rezim-rezim sebelumnya, kemudian MPR kemudian mengundangkan perlawanan
korupsi melalui TAP MPR-RI XI/1998 Tentang Penyelenggaraan negara yang bebas
Korupsi, kolusi dan Nepotisme dan TAP MPR VIII/2001 Tentang Arah Kebijakan
pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
UU
No. 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi kemudian dicabut
dan diganti dengan UU No. 31 Tahun 1999 dan UU No. 20 Tahun 2001. Lembaga
negara pemberatasan korupsipun dibentuk. KPK lahir berdasarkan UU No. 30 Tahun
2002.
Melihat
keseriusan agenda pemberatasan korupsi maka dipastikan negara begitu serius
memberantas korupsi.
Sehingga
tidak salah kemudian “reformasi” kemudian menyaksikan para tokoh-tokoh penting
orde baru satu persatu kemudian diseret dimuka persidangan. Kita kemudian
berharap agar orde reformasi dapat membersihkan negara dari pelaku korupsi.
Namun
elan pemberantasan korupsi memasuki paruh waktu mengkhawatirkan. Ditetapkan
tersangka Gubernur Jambi (non aktif) menampar wajah bumi “Tanah Pilih”.
Dengan
usia dibawah 40 tahun, Zumi Zola diharapkan dapat membawa elan pemberantasan
korupsi.
Kemenangan
fenomental mengalahkan incumbent Gubernur HBA (60,25% - 39,75%), Zumi Zola
dapat menginspirasi anak-anak muda terjun kedunia politik dengna mengusung elan
pemberantasan korupsi.
Ditambah
kepopuleran “artis’ yang dikenal public nasional, Zumi Zola dapat menggerakkan
anak-anak muda melihat politik dalam trend milenial.
Selain
itu sebagai produk reformasi, nilai-nilai anti korupsi merupakan wajah untuk
mengembalikan wajah politik masa milenial.
Namun
apa lacur.
Trend
pelaku korupsi yang dilakukan “orang tua”
(meminjam istilah KPK), kemudian bergeser. Zumi Zola kemudian “larut” dan
malah menjadi pelaku penting korupsi setahun menjabat Gubernur Jambi. Zumi Zola
kemudian ditetapkan tersangka dan diduga menerima suap terkait proyek-proyek di
Jambi. Bahkan tidak lama kemudian ditetapkan sebagai tersangka sebagai pemberi dana kepada
DPRD Provinsi Jambi.
Trend
kemudian bergeser kepada anak muda. Anak muda yang diharapkan dapat memperbaiki
keadaan bangsa.
Uraian
dakwaan Jaksa penuntut umum yang memaparkan “uang sogokan” justru dimulai sejak
menjabat. Entah membayar “upah jahit pakaian” untuk pelantikan (Rp 48 juta), membeli
pakaian di Plaza Indonesia (Rp 50 juta), membeli ikat pinggang dan dompet (Rp 40
juta).
Belum
lagi uang sogokan kemudian digunakan kegiatan seperti membeli sapi kurban,
Umroh (Rp 300 juta), perjalanan ke AS (US$ 30 ribu). Bahkan tidak
tanggung-tanggung. Menerima mobil Alfard.
Belum
lagi pembelian yang membuat geleng-geleng kepala. Entah itu membayar Action
figure (Rp 52 juta), 9 patung action figure Marvel (S$ 6.150). Total Rp 40
miliar, US$ 177.000 dan S$ 100.000. Belum lagi uang yang diterima digunakan
untuk kegiatan seperti pencalonan adiknya untuk calon Walikota Jambi.
Uraian dakwaan Jaksa Penuntut Umum
KPK kemudian membelalakkan mata. Baru menjabat kemudian sudah mengalir duit
dari berbagai sumber. Entah mengambil “ijon” proyek”, sogokan dari pengusaha bahkan
“patungan” dari pengusaha. Belum lagi “iuran” dari pejabat Jambi yang kemudian
mengalir ke berbagai tempat.
Uraian dakwaan Jaksa penuntut Umum
kemudian mengabarkan paling memalukan. Uang sogokan kemudian “diduga” membiayai
kehidupan “foya-foya’ dan gaya hidup. Uang sogokan kemudian diduga digunakan
untuk kegiatan “antah berantah” seperti biaya sewa hotel Borobudur (Rp 20 juta),
uang lobby ke pusat (Rp 500 juta).
Proses hukum terhadap Zumi Zola
sedang berlangsung. Proses hukum kemudian akan membuka terang benderang
perkara. Biarlah proses terus bergulir sehingga kita dapat menarik pelajaran
dari peristiwa penting.
Melihat anak muda yang kemudian “tersangkut”
kasus korupsi atau pelaku korupsi yang sudah bergeser kepada pelaku anak muda,
tidak salah kemudian, mandate reformasi kemudian dibajak.
Makna reformasi kemudian menjadi
kabur. Anak muda justru semakin tenggelam dan belum beranjak dari perlawanan
kasus korupsi. Anak muda malah mengikuti jejak pelaku korupsi yang dilakukan “orang
tua”.
Barisan anak-anak muda yang
tersangkut kasus korupsi diantaranya seperti Adriatma Dwi Putra (Walikota
Kendari), Yan Anton Ferdian (Bupati
Banyuasing).
Namun elan pemberantasan korupsi
tidak boleh kalah. Apalagi harus berhenti. Perlawanan korupsi tetap disuarakan.
Optimisme terus digemakan.
Mari kita bergerak. Dan kita harus
bergandengan tangan melawan korupsi. Sebagai mandate reformasi.
Advokat. Tinggal di Jambi
Dimuat di jamberita.com, 25 Agustus 2018
http://jamberita.com/read/2018/08/25/3594/menjaga-elan-pemberantasan-korupsi/