Musri Nauli
Siapa
yang masih ingat lagu Titik Puspa yang berjudul “Kupu-kupu Malam”, tahun 1977.
Atau Lagu “Kisah Seorang Pramuria” (The Mercys), era tahun 1970-an yang kemudian
didaur ulang oleh Boomerang tahun 1999 ?
Lihatlah
bait-bait lagu Titik Puspa. Ada
yang benci dirinya. Ada yang butuh dirinya. Ada yang berlutut mencintanya. Ada
pula yang kejam menyiksa dirinya.
Namun dengarkan bait-bait selanjutnya “Dosakah yang dia kerjakan. Sucikah
mereka yang datang.
Atau The Mercys “Kisah seorang
Pramuria”, “Mengapa di dunia ini. Selalu
menertawai. Hidupku yang hina ini. Berteman dengan seorang gadis. Mengapa semua manusia. Menghina kehidupannya.
Mencari nafkah hidupnya. Mencari nafkah hidupnya”
Lagu “Kupu-kupu Malam” merupakan
kisah nyata yang ditemukan oleh Titik Puspa. “Seorang istri yang ditinggal suaminya. Dia banyak hutang, nggak bisa
bayar, harus dengan tubuhnya. Dia ketemu saya, dia nangis karena, 'itu bukan
pekerjaan saya,"
Setelah
bertemu, bersama Titiek Puspa wanita malam itu lantas berdoa bersama-sama.
Dengan iman dan kepercayaan masing-masing, Titiek Puspa pun ikut mendoakan agar
perempuan tersebut bisa keluar dari lembah kelam yang membelenggu kehidupannya.
Sedangkan
cerita lagu “Kisah Seorang Pramuria” dengan bait-bait “Mengapa semua manusia
menghina kehidupannya ?
Apabila
kita lihat bait-bait lagu “Dosakah yang
dia kerjakan. Sucikah mereka yang datang” atau “Mengapa semua manusia menghina kehidupannya” melambangkan hipokrit
masyarakat.
Norma
social yang memandang rendah kehidupan dunia malam berbenturan dengna kenyataan
social terhadap skandal-skandal petinggi negeri yang kemudian terlibat.
Baik
OTT maupun kehidupan social yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan malam.
Baik dengna cara memberikan fasilitas maupun adanya “transaksi terselubung”
dunia malam.
Istilah
“kupu-kupu malam” adalah istilah yang sulit diketahui mulai kapan digunakan. Menurut
Remy Sylado, istilah itu merupakan sebuah perumpamaan “kupu-kupu itu kan indah tapi hidupnya pendek, cuma semalam
dinikmatinya.
Selain
itu, gaya Orde baru yang sering menghaluskan istilah, kemudian menyebabkan
istilah “kupu-kupu malam” kemudian
menjadi ingatan kolektif tahun 1970-an ketika Lagu Titik Puspa kemudian memberikan
judul “Kupu-kupu Malam”.
Sedangkan
istilah “Pramuria” sebuah istilah yang merujuk Karyawati kelab malam yang
bertugas melayani dan menemani tamu. Ada juga menyebutkan “hostes”. Sedikit
mengalami polemic dibandingkan dengan istilah “kupu-kupu Malam”.
Berbeda kisah “Kupu-kupu Malam”,
kisah lagu “Pramuria” menggambarkan seorang pemuda yang jatuh cinta dengan “perempuan”
yang hidup didunia malam.
Kisah klasik yang juga ditemukan
dalam roman percintaan seperti kisah “Nyai Dasima” dalam pergundikan masa
Kolonial. Kisah yang kemudian menjadi buku “Cerita Nyai Dasima, S.M. Ardan,
Dalam dunia terkini, buku “undercover”,
Moammar Emka (2006) kemudian menjadi film “Jakarta Undercover” (2006 dan 2017).
Namun
Istilah “kupu-kupu malam” atau istilah “pramuria” sudah tenggelam dengna perkembangan zaman.
Istilah ini kemudian mengalami metamorfosa dengan istilah terkini. “Prostitusi
online”.
Sebuah
penggantian makna tanpa menghilangkan makna sesungguhnya.
Namun
yang unik adalah syair dari Titik Puspa. “Dosakah
yang dia kerjakan. Sucikah mereka yang datang, adalah
gugatan, ketidakmengertian dunia malam, ambigu, hipokrit bahkan kehinaan
terhadap “yang dia kerjakan” dibandaingkan
“sucikah mereka yang datang”.
Lihatlah bagaimana “masih dianggap mulia atau suci” tokoh
agama dari partai Islam yang tertangkap bersama perempuan bukan muhrimnya. Bahkan
masih dipuja-puja para pendukungnya. Bahkan kemudian menuduh ada “desain’ yang menghancurkannya.
Suara Titik Puspa didalam
bait-baitnya ““Dosakah yang dia kerjakan.
Sucikah mereka yang datang”, melambangkan sikap hipokrit.
Yang kemudian menempatkan “manusia datang” yang kemudian dianggap
suci. Manusia yang tidak berdosa. Dan kemudian menempatkan “dosakah yang dia kerjakan” sebagai
manusia pendosa. Membandingkan antara langit dan bumi.
Sikap hipokrit ini juga melambangkan
anomali social. Sebuah anomali yang susah ditangkap oleh nurani kemanusiaan.
Bukankah agama kemudian menempatkan “sesama pendosa’ dalam satu lingkup dosa
besar. Bukankah agama tidak memisahkan antara perempuan dan lelaki dalam
perbuatan dosa ?
Dimuat di www.jambizone.id, 10 Januari 2019
https://jambizone.id/post/kupu-kupu-malam-atau-pramuria
Dimuat di www.jambizone.id, 10 Januari 2019
https://jambizone.id/post/kupu-kupu-malam-atau-pramuria