26 Februari 2019

opini musri nauli : Identitas Kita





Ada pepatah bijak dari para pesohor negeri. Bahasa menunjukkan Bangsa. Bahasa menunjukkan identitas kita.

Kata-kata bak mantra seakan menemukan momentum setelah 10 tahun terakhir ini. Penduduk Indonesia yang sibuk “berkomunikasi” didunia media social terus membuat riuh negeri ini.

Lihatlah. Berbagai media online terus bermunculan. Status dari masyarakat di media social, entah Facebook, twitter, instalgram “seakan-akan” menunjukkan identitas. Wujud dari frasa sebuah bangsa.

Sebagai rumpun Melayu, Bahasa Jambi adalah salah satu Bahasa yang menyumbang peradaban Melayu Jambi. Entah disampaikan dalam upacara-upacara adat atau dalam berbagai kesempatan sehari-hari maupun canda gurau ditengah masyarakat.

Entah didalam Seloko, pepatah bahkan berbagai “sindiran” maupun “penekanan” dari makna tertentu.  Semuanya memperkaya dan kekaguman dari kita melihat warisan yang telah ditinggalkan nenek moyang ataupun leluhur masyarakat Melayu Jambi.

Namun ketika Bahasa melayu, entah ujaran, Seloko ataupun percakapan sehari-hari kemudian dituliskan menjadi media tulisan, baik disampaikan dimedia social maupun media lain kemudian menimbulkan problematika mendasar.

Secara sekilas, penulis menyoroti tentang penggunaan kata, penggunaan tanda baca ataupun penggunaan imbuhan yang sama sekali tidak sesuai dengan ketentuan Bahasa Indonesia.

Kesalahan yang dilakukan berulang, terus menerus membuat “ada problema” yang mendasar dari penggunaan kata, penggunaan tanda baca maupun penggunaan imbuhan. 

Dari sorotan inilah, penulis mencoba menarik benang merah. Sekaligus menjadi pembelajaran agar “kesalahan” tidak berlanjut.

Penggunaan Kata

Kesalahan ini masih sering terjadi. Kata “Rubah” kurang tepat digunakan. Yang tepat adalah “ubah’. Kata “rubah” adalah nama hewan.

Sehingga kata dasar “rubah” walaupun mengalami imbuhan menjadi “Merubah” menjadi kurang tepat.

Sebagai kata dasar “ubah” maka ketika menjadi kalimat imbuhan justru menjadi “mengubah”.

Kesalahan ini paling sering terjadi.

Tanda Baca

Penggunaan tanda baca adalah salah satu disiplin didalam menulis. Kesalahan tanda baca ataupun tidak tepat menggunakan tanda baca membuat pembaca menjadi salah menangkap pesan dari penulis.

Lihatlah. Bagaimana seseorang menulis status di FB tanpa menggunakan tanda baca. Selain mengganggu, justru akan terbangun sikap antipati untuk membaca lebih lanjut.

Selain kesulitan menangkap, sang pembaca harus membaca beruang-ulang untuk memahami maksud dari status di FB.

Begitu juga penggunaan tanda baca titik (.) atau tanda baca koma (,).

Bayangkan. Ketika membaca sebuah status FB, kita hanya melihat tanda baca di akhir tulisan.

Padahal pembuat status di FB menuliskannya panjang lebar. Kadang cuma diselingi tanda baca koma.

Padahal setiap paragraf harus melambangkan satu ide pemikiran. Setiap paragraf kemudian tidak bisa digabung berbagai ide pemikiran.

Bukankah sebaiknya, menulis itu mudah dipahami orang lain.

Cara ini selain akan membantu orang memahami maksud dari sang penutur juga bertujuan untuk mendisplinkan penulis sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Imbuhan

Kata imbuhan adalah satu masalah terbesar dari sang penulis di status FB. Imbuhan baik dimulai dengan awalan imbuhan maupun akhir imbuhan menimbulkan persoalan yang paling besar.

Lihatlah. Tulisan “dimana” atau “kemana” sering kali harus dipisahkan antara awalan imbuhan “ke” dengan kata “mana”. Atau awalan imbuhan “di” yang kemudian dipisahkan “mana.

Sehingga sering dituliskan “Ke mana” atau “Di mana “.

Kesalahan ini terus berulang dan hampir ditemukan diberbagai status FB.

Padahal setiap imbuhan baik awalan imbuhan maupun akhir imbuhan harus tetap digabung menjadi satu kalimat yang utuh.

Jadi kata imbuhan yang tepat adalah “kemana” atau “dimana”. Begitu seterusnya.

Misalnya “dikontrakkan”. Tidak boleh sama sekali “Di-kontrakkan” atau “Dikontrak-kkan.

Selain itu, ada juga imbuhan yang mengalami perubahan.

Masih ingat ketika menjelang Asian Games 2018. Kata “Mensukseskan” terus mewarnai berbagai tempat dan berbagai acara.

Padahal sudah jamak diketahui, kata “sukses” ketika mengalami imbuhan “me” dan “kan” mengalami imbuhan. Sehingga kata “sukses” setelah mengalami imbuhan “me” dan “kan” menjadi “menyukseskan”. Bukan mensukseskan. Kesalahan ini sungguh-sungguh mengganggu.

Namun sampai selesai hajatan, kata ini sama sekali tidak mengalami perbaikan.

Penggunaan kata, tanda baca maupun imbuhan adalah pelajaran dasar yang diterima dibangku sekolah. Pelajaran yang terus menerus diajarkan.

Namun kesalahan yang terus menerus dilakukan membuat penulis kadangkala bertanya-tanya. Apakah tidak ada upaya untuk memperbaikinya. Atau memang kita sama sekali tidak mau belajar dan terus memperbaiki diri.

Kesalahan kecil yang tidak diperbaiki selain mengganggu pandangan mata, justru menempatkan kita menjadi bangsa yang abai sebagai bangsa Melayu.

Yang menjunjung Bahasa sebagai identitas kita sebagai bangsa Indonesia.

Advokat. Tinggal di Jambi

Dimuat di www.metrojambi.com, 25 Februari 2019

https://metrojambi.com/read/2019/02/26/40897/identitas-kita/