Angka
dan data statistic adalah netral. Fakta terhadap sebuah ukuran sebuah
peristiwa.
Angka
dan data-data statistik harus dibaca berdasarkan peristiwa. Dibutuhkan berbagai
ilmu bantu lain untuk menjelaskannya. Sehingga angka dan data-data statistik
kemudian dilihat orang lain mempunyai arti. Bisa menjernihkan, menghentikan
perdebatan. Bahkan bisa membantu melihat bagaimana perkembangan dari sebuah
proses.
Namun
angka dan data akan menimbulkan persoalan ketika ditafsirkan dan dibaca “demi kepentingan politik sesaat”. Apalagi
tanpa dibantu ilmu-ilmu social untuk membacanya.
Demikianlah.
Yang kita baca akhir-akhir ini.
Ketika
Pemerintahan dengan bangga memaparkan pembangunan di Desa yang berhasil membangun
jalan desa 191.000 km, 58.000 irigasi, 8.900 pasar desa dan 24.000 posyandu, angka-angka
adalah netral. Tidak ada yang harus dicurigai selain aparat Desa bisa
menggunakan dana desa untuk pembangunan di Desa.
Namun
ketika reaksi kemudian bermunculan dan menafsirkan dengan “tafsiran” yang
keliru maka menimbulkan permasalahan.
Dalam
sebuah twitter pesohor negeri yang menuliskannya “Ini
sama dengan 4,8 kali Keliling Bumi atau 15 kali Diameter Bumi.Itu membangunnya
kapan? Pakai ilmu simsalabim apa?”, sayapun kaget. Selain tidak percaya
dengan twitternya, sang pesohor negeri malah sebagai “orang berilmu” dibidang
ekonomi. Bidang yang tidak lepas dari matematika. Baik membaca data maupun
menganalisisnya.
Membandingkan antara jalan desa
dengan 15 x diameter bumi “secara sekilas”
Nampak masuk akal. Dan itu akan mudah termakan hasutan. Tidak lupa diakhir
kalimat malah menegaskan “Itu
membangunnya kapan ?. Pakai ilmu simsalabim apa ?”.
Apakah perumpamaan itu tepat ? Atau
hanya sekedar “memancing polemik” sehingga twitternya kemudian menarik
perhatian ?
Ah. Semoga cuma sekedar bercanda.
Atau cuma guyonan di warung kopi.
Selevel pesohor negeri bertitel dan
berilmu bidang ekonomi, keyakinan saya tentang twitter adalah “pandangannya”
untuk mendegrasi pekerjaan apparat Desa. Dengan membangun narasi, sang twitter
hendak mengabaikan bahkan tidak mengakui kinerja yang sudah dikerjakan.
So, pasti dia tahu, pembangunan desa
dikerjakan di Desa. Dana yang dikirimi dari Pemerintah langsung masuk ke
rekening Pemerintah Desa. Jadi pembangunan selama 4 tahun terakhir ini langsung
dikirimi serentak.
Sehingga Desa kemudian melakukan
pekerjaan berdasarkan rencananya masing-masing.
Nah. Ketika dana desa dikirimi “serentak”
di 74 ribu desa selama 4 tahun, maka selama setahun cuma membangun jalan sepanjang
600 meter.
Bayangkan. Setahun di Desa cuma
membangun 600 meter. Atau cuma 0,5 km lebih sedikit. Atau sebulan 50 meter.
Atau sehari cuma 1,5 meter.
Apalagi logis ? Ya. Itulah cara
menghitungnya.
Apakah berat membangun jalan sehari
cuma 1,5 meter.
Ha.. ha.. ha.. dikerjakan gotong
royong di RT saja, kelar tuh sehari.
So, pasti, membandingkan antara
jalan yang dibangun 191 ribu km dengan keliling bumi 4,8 x sungguh-sungguh
tidak tepat.
Sang twitter lupa, pekerjaan
membangun jalan dikerjakan serentak dan di 74 ribu desa selama 4 tahun.
Atau memang “Sengaja” untuk mengecoh
dan membangun narasi keliru.
Dalam perumpamaan yang lain, Kita
bisa saja membayangkan “langkah kaki” Usain Bolt, sang sprinter putra tercepat
didunia 100 m. Usain Bolt hanya membutuhkan waktu 9,58 detik untuk menempuh 100
m.
Apabila kita mau membayangkan,
apakah mungkin 100 m cuma ditempuh 9,58 detik maka Usain Bolt sedetik mampu
melangkah lebih 10 m ? Apakah mungkin
satu “ayunan” langkah mampu menjangkau 10 meter lebih ? Apakah masuk akal ?
Ha.. ha.. ha.. Usain Bolt telah
meraih 9 medali emas dan 11 kejuaraan dunia.
Kadang angka juga harus dibaca
secara utuh. Tidak boleh dipenggal-penggal. Selain menyesatkan justru akan
menimbulkan kebodohan ditengah masyarakat.
Apalagi matematika salah satu mata
pelajaran yang “alergi” untuk didiskusikan. Matematika justru “dijauhi”.
Sehingga sang twitter paham betul. Angka
dan data-data statistic kemudian dipelintir. Sehingga gumaman ketidakpercayaan
justru malah meminggirkan logika.
Padahal menurut Carl Friderich
Gauss, matematika adalah ibu dari segala ilmu pengetahuan (mother of science).
Baca : Matematika