18 Februari 2019

opini musri nauli : LIBURAN


Melihat perdebatan Pilpres yang diadakan malam tadi (saya cuma melihat di youtube), saya kemudian teringat kisah perdebatan didalam keluarga.


Temanya, Ya. Liburan. Liburan panjang menjelang akhir tahun.

Sebagai tema liburan, maka kemudian menyepakati “tempat yang belum pernah didatangi”. Sang Ibu hanya berkeinginan “ke candi Borobudur”.
Namun sang sulung protes. Selain sudah pernah kesana (waktu studi tour di SMA), tawaran ke Bali lebih menarik. Selain memang kesana, liburan kesana belum banyak tempat dijalani.

Sang Sulung tidak lupa melampirkan “harga tiket” yang didapatkan dari unicorn (waduh, kenapa pula ngomong ini), brosur hotel, harga rental mobil, view tempat dikunjungi, rute bahkan berbagai Pernik-pernik.
Pokoknya sang sulung menyodorkan data-data untuk menyakinkan sang ibu.

Strategi Provokasi untuk menunjukkan standing bertempur. Sekaligus mempertegas keinginan untuk menguasai panggung.

Perdebatan mulai panas. Sang Ibu yang memang dibesarkan di Padang, sudah kenal dengan pantai. Belum lagi keluarga besar di Painan yang memang tidak dipisahkan dari laut.

“Ngapain ke pantai ?. Khan tiap tahun kita pulang mudik pasti ke pantai !!!, protes sang Ibu.
“Kakak dak boleh egois. Adik-adik belum pernah kesana”, ujar sang ibu meyakinkan. Dan tentu saja sedang menggalang dukungan dari sang adik.

Strategi forum untuk menghadang ide. Meminjam tangan orang lain, istilah di Jawa.

“Iya, kak. Kami belum pernah kesana. Dulu kak ii dan Bang agah memang sudah kesana. Tapi khan masih kecil. Kami belum pernah kesana. Disana banyak sejarah, kak”, kata sang adik. Tidak lupa menyodorkan view gambar Candi Borobudur.

Cara strategi untuk menaklukan argumentasi sang lawan.

Sebagai youtuber, penguasaan datanya tidak boleh diremehkan. Sembari menyodorkan view Candi Borobudur, dia malah menjelaskan tentang sejarah singkat Borobudur.

“Salah satu keajaiban dunia, kak. Ajaib tuh, kak”, sambilnya melirik kepada sang Bungsu.

Lagi-lagi strategi mengeluarkan “peluru” untuk mendiamkan argumentasi lawan.

“Iya, kak. Kalau lihat pantai, Adek sudah sering mandi dilaut. Bosan”, sambut sang bungsu mendukung abangnya. Abang yang selama ini mengajarkan tentang youtube.

Strategi emosi dikeluarkan. Menimbulkan simpati. Sekaligus meraih dukungan.

“Kita naik kereta api, kak. Kata Jokowi Kereta apinya sudah bagus”, kata sang abang.
Dia penggemar Jokowi. “Jokowi keren, yah. Ada vblog”, katanya dalam kesempatan terpisah.

Sang ibu yang mendapatkan dukungan dari adik-adik, malah semakin kuat mendesak. “Nah, kak. Adik-adik pengen ke Candi Borobudur. Kakak khan bisa kapan saja ke Bali lagi”.

Strategi ciamik mengunci serangan.

Sang kakak yang sudah mengeluarkan data malah terdiam. Kalah data dari sang adik. Adik tidak boleh diremehkan. Sebelum ngomong, biasanya buka youtube dulu.

Putusan disepakati. Adu data diakhiri dengan mayoritas. Saling mengeluarkan argument. Namun saling menghormati. Mengalah demi kepentingan bersama.

Perdebatan dimulai dari data. Beradu argument dengan data. Dan diakhiri dengan data.

Lha, debat pilpres kok cuma teriak “Asing. Aseng”. Itu debat pilpres atau teriakan di warung kopi ?