Melihat
perdebatan Pilpres yang diadakan malam tadi (saya cuma melihat di youtube),
saya kemudian teringat kisah perdebatan didalam keluarga.
Temanya,
Ya. Liburan. Liburan panjang menjelang akhir tahun.
Sebagai
tema liburan, maka kemudian menyepakati “tempat yang belum pernah didatangi”.
Sang Ibu hanya berkeinginan “ke candi Borobudur”.
Namun
sang sulung protes. Selain sudah pernah kesana (waktu studi tour di SMA),
tawaran ke Bali lebih menarik. Selain memang kesana, liburan kesana belum
banyak tempat dijalani.
Sang
Sulung tidak lupa melampirkan “harga tiket” yang didapatkan dari unicorn
(waduh, kenapa pula ngomong ini), brosur hotel, harga rental mobil, view tempat
dikunjungi, rute bahkan berbagai Pernik-pernik.
Pokoknya
sang sulung menyodorkan data-data untuk menyakinkan sang ibu.
Strategi
Provokasi untuk menunjukkan standing bertempur. Sekaligus mempertegas keinginan
untuk menguasai panggung.
Perdebatan
mulai panas. Sang Ibu yang memang dibesarkan di Padang, sudah kenal dengan
pantai. Belum lagi keluarga besar di Painan yang memang tidak dipisahkan dari laut.
“Ngapain
ke pantai ?. Khan tiap tahun kita pulang mudik pasti ke pantai !!!, protes sang
Ibu.
“Kakak
dak boleh egois. Adik-adik belum pernah kesana”, ujar sang ibu meyakinkan. Dan
tentu saja sedang menggalang dukungan dari sang adik.
Strategi
forum untuk menghadang ide. Meminjam tangan orang lain, istilah di Jawa.
“Iya,
kak. Kami belum pernah kesana. Dulu kak ii dan Bang agah memang sudah kesana. Tapi
khan masih kecil. Kami belum pernah kesana. Disana banyak sejarah, kak”, kata
sang adik. Tidak lupa menyodorkan view gambar Candi Borobudur.
Cara
strategi untuk menaklukan argumentasi sang lawan.
Sebagai
youtuber, penguasaan datanya tidak boleh diremehkan. Sembari menyodorkan view
Candi Borobudur, dia malah menjelaskan tentang sejarah singkat Borobudur.
“Salah
satu keajaiban dunia, kak. Ajaib tuh, kak”, sambilnya melirik kepada sang
Bungsu.
Lagi-lagi
strategi mengeluarkan “peluru” untuk mendiamkan argumentasi lawan.
“Iya,
kak. Kalau lihat pantai, Adek sudah sering mandi dilaut. Bosan”, sambut sang
bungsu mendukung abangnya. Abang yang selama ini mengajarkan tentang youtube.
Strategi
emosi dikeluarkan. Menimbulkan simpati. Sekaligus meraih dukungan.
“Kita
naik kereta api, kak. Kata Jokowi Kereta apinya sudah bagus”, kata sang abang.
Dia
penggemar Jokowi. “Jokowi keren, yah. Ada vblog”, katanya dalam kesempatan
terpisah.
Sang
ibu yang mendapatkan dukungan dari adik-adik, malah semakin kuat mendesak. “Nah,
kak. Adik-adik pengen ke Candi Borobudur. Kakak khan bisa kapan saja ke Bali
lagi”.
Strategi
ciamik mengunci serangan.
Sang
kakak yang sudah mengeluarkan data malah terdiam. Kalah data dari sang adik. Adik
tidak boleh diremehkan. Sebelum ngomong, biasanya buka youtube dulu.
Putusan
disepakati. Adu data diakhiri dengan mayoritas. Saling mengeluarkan argument.
Namun saling menghormati. Mengalah demi kepentingan bersama.
Perdebatan
dimulai dari data. Beradu argument dengan data. Dan diakhiri dengan data.
Lha,
debat pilpres kok cuma teriak “Asing. Aseng”. Itu debat pilpres atau teriakan
di warung kopi ?