01 Februari 2019

opini musri nauli : Nama Kecamatan


Penamaan kecamatan tidak terlepas dari sejarah panjang dari masyarakat. Nama-nama Marga seperti Batin 8, Cermin Nan Tigo, Batang Asai, Kumpeh Ulu, Kumpeh Ilir, Tungkal Ulu, Batin III Ulu, Pelawan, Simpang 3 Pauh, Maro Sebo Ilir, Marga pangkalan Jambu, Maro Sebo Ulu, VII Koto, IX Koto, Sumay  kemudian berikrar menjadi nama kecamatan.

Ada juga Marga yang kemudian tidak menyebutkan sama sekali. Seperti Petajin Ulu yang kemudian menjadi Kecamatan Tebo Ulu. Marga Petajin Ilir yang kemudian menjadi Kecamatan Tebo ilir. Kecamatan Tebo ilir kemudian berkembang menjadi Kecamatan Tebo ilir dan Kecamatan Tengah Ilir. Marga Batin IX Ulu dan Marga Batin IX Ilir yang kemudian menjadi Kecamatan Bangko dan Kecamatan Pamenang.

Namun ada juga nama-nama Marga yang kemudian berinduk dengan kecamatan lain. Seperti Marga Sungai Pinang dan Marga Batang Asai yang termasuk kedalam Kecamatan Batang Asai. Marga Bukit Bulan, Batin Datuk Nan Tigo yang kemudian termasuk kedalam kecamatan Limun,

Selain itu juga ada Marga Jebus yang kemudian masuk kedalam Kecamatan Kumpeh Ilir. Marga Senggrahan yang termasuk kedalam Kecamatan Muara Siau, Marga Batin pengambang yang termasuk kedalam Kecamatan Batang Asai.

Namun yang menimbulkan kesulitan adalah ketika marga dahulu kemudian menjadi ikrar kecamatan.

Kecamatan Maro Sebo terdiri dari Marga Jambi Kecil dan Marga Maro Sebo. Kecamatan Maro Sebo kemudian menjadi mengalami pemekaran menajdi Kecamatan Sekernan.

Namun ketika Kecamatan Maro Sebo kemudian mengalami pemekaran lagi menjadi Kecamatan Maro Sebo dan Kecamatan Taman Raja, maka Desa-desa yang semula termasuk kedalam Marga Jambi Kecil tidak tepat lagi disebut sebagai wilayah Marga Maro Sebo. Seluruh Desa-desa Marga Maro Sebo sudah termasuk kedalam Kecamatan Taman Raja.

Sehingga ketika kecamatan Maro Sebo mengalami pemekaran menjadi Kecamatan Taman Raja dimana Desa-desa yang semula termasuk kedalam Marga Maro Sebo, maka Kecamatan Maro Sebo tidak tepat lagi disebutkan.

Maka seharusnya ketika Kecamatan Maro Sebo menjadi Kecamatan Taman Raja, maka kecamatan Maro sebo sekarang yang terdiri dari Desa-desa yang termasuk kedalam Marga Jambi Kecil, dikembalikan menjadi Kecamatan Jambi Kecil.

Begitu juga Kecamatan Mestong. Wilayah Kecamatan Mestong hingga berbatasan dengan Provinsi Sumsel, juga mengalami persoalan.

Marga Mestong hingga ke batas Sumsel kemudian mengalami pemekaran kecamatan menjadi Kecamatan Mestong dan Kecamatan Jambi luar kota. Pusat Marga Mestong berkedudukan di Muara Pijoan justru menjadi Kecamatan Jambi Luar Kota. Muara Pijoan kemudian pernah ditetapkan sebagai pusat Kabupaten Batanghari.

Sedangkan wilayah yang langsung berbatasan dengan Provinsi Sumsel tetap menamakan sebagai Kecamatan Mestong.

Kesulitan untuk membaca jejak kemudian terhenti. Secara sekilas, pusat Marga Mestong justru berada di Kecamatan Mestong sekarang. Padahal Pusat Marga Mestong malah di Sungai Duren. Dekat dengan Muara Pijoan.

Seharusnya, Kecamatan Jambi luar Kota dikembalikan menjadi Kecamatan Mestong. Sedangkan kecamatan Mestong sekarang bisa diusulkan menjadi Kecamatan Mestong Barat, atau Kecamatan Mestong II. Atau bisa juga menyebutkan nama-nama tempat di wilayah Mestong sekarang. Atau juga langsung menunjuk tempat di kecamatan Mestong. Sebagaimana disebutkan didalam Piagam Mestong seperti “Sungai lalan”, atau “Sekiri Lalan Mudik” yang menyebutkan batas Jambi dengan batas Provinsi Sumatera Selatan.

Dengan demikian maka nama yang tepat di kecamatan Mestong (sekarang) adalah Kecamatan Lalan Mudik” atau Kecamatan Sungai Lalan’.

Begitu juga mengenai “Rantau Rasau”. Rantau Rasau adalah pusat Marga Berbak. Desa Rantau Rasau mengalami beberapa kali perubahan. Pernah termasuk kedalam Kecamatan Rantau Rasau, pernah termasuk kedalam Kecamatan Nipah Panjang dan kemudian menjadi Kecamatan Berbak.

Namun yang unik adalah kecamatan Rantau Rasau itu sendiri.

Desa Rantau Rasau yang kemudian menjadi kecamatan Berbak, maka Kecamatan Rantau Rasau tidak tepat lagi disebutkan.

Sudah tepat kiranya Kecamatan Rantau Rasau kemudian menyesuaikan dengan nama tempat yang dikenal masyarakat. Misalnya “Sungai Aur’. Sehingga Kecamatan Rantau Rasau dapat diganti menjadi Kecamatan Sungai Aur.

Mengembalikan atau meletakkan kembali nama kecamatan dari sejarah panjang adalah cara untuk merawat ingatan kolektif masyarakat.

Meletakkan nama kecamatan namun terputus dengan sejarah ingatan kolektif masyarakat akan menimbulkan kesulitan untuk membaca jejak sejarah. Selain itu akan menimbulkan keraguan untuk menapak tilas perjalanan sejarah di kecamatan. 

Dimuat Harian Jambi Independent, 2 Februari 2019