Mengenal
Pangeran Wira Kusumo tidak dapat dilepaskan dari sejarah Kerajaan Jambi
Darussalam. Kerajaan Jambi yang termasyur yang pernah menyerang Johor pada abad
XVII. Kerajaan yang berakhir setelah Sultan Thaha Saefuddin kemudian gugur di
Tanah Garo 1904.
Kerajaan
Jambi Aceh Darusalam sering mewarnai politik di Pantai Timur Sumatera.
Bersama-sama dengan Kerajaan Palembang Darusalam merupakan keunikan dalam
hubungan persaudaraan. Barbara Watson Andaya dengan teliti menuliskannya didalam
karya monumentalnya “ “To live as Brothers: Southeast Sumatra in The
Seventeenth and Eighteenth Centuries”.
Namun Kerajaan Jambi Darussalam
ditengah masyarakat lebih suka menyebutkan sebagai “Kerajaan Tanah Pilih”.
Tempat yang kemudian dijadikan slogan Pemerintah Kota Jambi.
Untuk mengontrol kekuasaanya, maka
kemudian Pangeran Wira Kusumo ditugaskan untuk melaksanakan pemerintahan di
hilir. Pangeran Wira Kusumo kemudian menjadi pemangku kekuasaan yang
mengendalikan dan menjaga Jambi di sudut pantai timur.
Desa Rantau Rasau merupakan pusat
Marga Berbak.
Sebagai pelaksana pemerintahan,
nilai-nilai adat masih dirawat dan dijaga sebagai tradisi hukum Adat didalam
melihat kewilayahan dan pengaturannya (ico Pakai).
Masyarakat kemudian merumuskannya
didalam Peraturan Desa “Putusan Adat Pewaris Pangeran Wira Kusumo” di Desa
Rantau Rasau, Tanjabtim, Jambi.
Sebagai ikrar, Peraturan Desa
kemudian ditegaskan “Pewaris Pangeran Wira Kusumo”. Ikrar ini sekaligus untuk
meneguhkan, hukum adat yang berlaku telah berlaku sejak lama, masih digunakan
dan diharapkan dapat bertahan untuk generasi yang akan datang.
Seloko yang ditemukan adalah “Watas”, “Genah”, “umo”,
“depo”, “Lubuk Larangan”, “Ico Pakai”, “Tegur sapo”, “Humo bekandang siang,
ternak bekandang malam”, adalah seloko yang berakar dari Hukum Adat Jambi.
Istilah “watas” adalah “batas” untuk menentukan
batas Desa maupun pemilik tanah. Di daerah ulu Sungai Batanghari dikenal
istilah “Tembo”. Untuk menentukan batas tanah dikenal “mentaro”. Dengan cara
pinang yang ditanam rapat dan berjejer.
Istilah “mentaro” dikenal di Marga Kumpeh Ulu dan
Marga Kumpeh Ilir.
Sedangkan “Genah” adalah tempat biasanya
masyarakat Desa Rantau Rasau menyebut tempat itu adalah genah baik itu tempat
yang dilarang maupun tidak di dalam kawasan Desa Rantau Rasau. Istilah “Humo” adalah suatu tempat atau lokasi untuk
menanam padi bagi masyarakat Desa Rantau Rasau dimana humo ini tidak boleh di
tanami jenis tanaman lain selain padi.
Dengan demikian “Genah umo” adalah tempat yang
dikhususkan untuk tanaman padi. Di Marga Kumpeh Ilir tempat untuk menanam padi
dikenal dengan istilah “Peumoan”. Di Marga Sumay dikenal istilah “lambas
berbanjar”.
“Istilah” adalah suatu ukuran dan luas tanah perkebunan. Satu
bidang tanah di Desa Rantau Rasau ukurannya lebar 50 depo kali panjang 150 depo.
“Depo”
adalah salah satu cara pengukur panjang atau luas lokasi atau lahan. Menggunakan
dengan cara dengan membentangkan kedua
tangan. Maka dapatlah ukuran satu
depo. Dalam hitungan nasional satu depo
sama dengan 170 Cm.
Istilah
“bidang” dan “depo” banyak ditemukan di Marga dan batin di Jambi. Selain itu
juga dikenal penghitungan “anggar. Anggar adalah tanah
seluas 10 depo x 10 depo.
Selain itu juga dikenal istilah “Lubuk”.
Lubuk adalah suatu lokasi atau tempat
terdalam di sungai dimana tempat tersebut paling banyak ikannya. Sedangkan “larangan”
adalah Larangan dan pantangan adalah suatu kagiatan yang tak boleh dilakukan.
Dengan
demikian maka “Lubuk larangan” adalah suatu tempat dimana banyak ikanya yang
tidak boleh di ambil bebas oleh masyarakat tetapi akan diambil setiap satu
tahun sekali dan dengan cara bersama-sama dengan menggunakan peralatan penangkap ikan yang tradisional. Alat tradisional
penangkap ikan disebut “pekarangan”
Di
berbagai tempat “larangan” atau “pantangan” lebih sering disebut “pantang
larang”. Sedangkan penamaan tempat “lubuk larangan” banyak ditemukan diberbagai
Desa di daerah ulu Jambi.
Istilah “ico pakai” adalah penerapan hukum adat dalam masyarakat yang mengatur tentang wilayah.
“Tegur sapo” merupakan sanksi terhadap
pelanggaran peraturan Desa. Berupa penyelesaian suatu permasalah dengan jenjang
adat.
Istilah
“ico pakai” diatur didalam berbagai Perda di Jambi. Istilah Ico Pakai dapat ditemukan didalam Perda
Provinsi Jambi No. 2 Tahun 2014, Perda Kotamadya Jambi No. 4 Tahun 2014, Perda
Kabupaten Tanjung Jabung Timur No. 5 Tahun 2014 dan Perda Kabupaten Bungo No. 9
Tahun 2007.
Masyarakat
juga mengenal Genah Umo. Genah umo terletak di Sungai Metu Api, Sungai Nao , Sungai Palas , Sungai Sawah , Sungai
Pesujian , Sungai Antu, Sungai Bungin, Sungai Pasirah, Sungai Parit Nol, Sungai
Kedondong, Sungai Kemang, Sungai Janggut, Sungai Sungke, Sungai Siasih, Sungai
Batang, Sungai Injin, Sungai Pintasan / Tuntung, Sungai Kapal, Sungai Kumpeh, Sungai
Penyengat, Sungai (BEREMBANG), Sungai Gabu
/ Penanti, Sungai Aur dan daerah Pelajau.
Didalam
pengaturan (ico pakai), pemilik tanah harus membuat watas dengan cara membuat
tando (mentaro).
Tanah
harus ditanami. 3 tahun tidak dirawat, maka pemilik tanah dipanggil didalam
rapat adat Desa.
Meninggalkan
tanah selama 3 tahun dikenal Tanah belukar mudo, “sesap rendah jemari tinggi, “belukar
lasah”, “perimbun”.
Didalam menyelesaikan perselisihan dikenal “jenjang adat”.
Bertangkap naik, bertangga turun. Proses dari Kepala Dusun dan diselesaikan
Desa. Kepala Desa adalah pemutus akhir. Sesuai dengan seloko “netak
mutus makan ngabiskan, berjalan dulu selangkah becakap lebih sepatah”.
Terhadap
sanksi adat dikenakan berupa “Kambing Sekok (satu). Beras 20 (dua puluh) gantang
dan “selemak- semanis”. Biasa dikenal “Tegur ajar”.
Di
Marga Batin Pengambang, selain “tegur ajar” dikenal juga sanksi “tegur sapo”
dan “guling batu”. Derajat sanksi berdasarkan “kesalahan”. Dimulai dari “ayam
sekok, beras segantang-selemak semanis”, hingga terberat “gulung batu”. Berupa “Kerbo
sekok, 100 gantang-selemak semanis”.
Selain
itu juga dikenal seloko “Humo Bekandang Siang, Ternak bekandang malam
adalah Seloko yang mewajibkan pemilik tanah untuk memagar tanahnya. Sedangkan “Ternak bekandang malam” adalah pemilik
ternak harus menjaga hewan ternaknya.
Dimuat di www.jamberita.com, 1 Februari 2019
https://jamberita.com/read/2019/02/01/5947352/pewaris-pangeran-wira-kusumo--%C2%A0/
Dimuat di www.jamberita.com, 1 Februari 2019
https://jamberita.com/read/2019/02/01/5947352/pewaris-pangeran-wira-kusumo--%C2%A0/