Yang
kukagumi dari teman-teman Walhi adalah mental petarung. Ditempa dari zaman Orde
Baru, Walhi kemudian banyak menghasilkan berbagai konsep-konsep yang sekarang
masih digunakan. Entah slogan “moratorium logging (jeda balak)”, “restorasi
Indonesia”, “kawasan ekologi genting”, wilayah Kelola rakyat”.
Interaksi
saya dengan berbagai teman-teman yang menjadi pengurus Walhi mengajarkan saya. Mental
petarung akan diuji di arena sesungguhnya
Dalam
Pemilu 2019, berbagai nama kemudian memantik ingatan saya. Dengan kerendahan
hati saya menuliskan. Tentang bagaimana kesan dan pengalaman bertarung selama
ini di Walhi.
Pertama.
Emmy Hafid. Direktur 1996 – 1999 dan 1999 – 2002. Kami lebih suka “memanggil”
Maknyak. Slogan sebagai tipikal “Direktur” perempuan yang suaranya melengking.
Nyaring. Dan sering memaki-maki terhadap “ketidakadilan. Termasuk terhadap
manajemen dan keuangan Walhi yang sering mengalami persoalan dari daerah.
Setahu
saya, suara nyaringnya tidak pernah berhenti. Hingga kini masih menjadi orang
penting.
Tahun
2019 “bertarung” masuk senayan. Dari Partai Nasdem.
Kedua.
Berry Nahdian Furqon. Direktur Walhi 2008 – 2012. Sebelumnya Direktur Walhi
Kalsel. Kami sering bertukar sapa dengan “lur”. Lur diartikan “dulur’. Saya
sendiri tidak ingat. Mulai kapan istilah ini digunakan. Hingga kini masih
bertegur sapa dengan panggilan tersebut.
Selain
berkiprah di PDIP Kalsel, Dulur Berry juga termasuk kedalam struktur penting
PWNU Kalsel.
Bertarung
untuk “senayan” dari PDIP.
Ketiga.
Rio Ismail. Saya mengenal sebagai “konseptor’
di Walhi periode Mbak Emmy. Selain jago dan piawai bercengkrama dengan
anak-anak muda, konsepnya mudah diaplikasi. Saya memanggilnya “bang’. Bertarung
dari PDIP.
Keempat.
Nur Kholis. Biasa dipanggil “Cak’. Entah mengapa dipanggil Cak.
Direktur
Walhi Sumsel. Sebelumnya Direktur LBH Palembang. Mempunyai karir cemerlang. Dua
periode menjadi anggota KOMNAS HAM.
Ketika
Walhi Jambi baru berdiri, dia salah satu “mentor’ dan sering berkunjung ke
Jambi untuk memperkuat Walhi Jambi.
Interaksi
dengan saya dalam kasus di Bangko mengajarkan tentang hal sederhana. “Jaringan”
adalah kekuatan perlawanan.
Saya
masih ingat ketika menjadi DIrektur LBH Palembang, dengan mobil “dinas” LBH
Palembang, kami menaiki Carry ke Bangko. Sepanjang perjalanan, berbagai “interaksi”
dan pengalaman panjang kemudian memberikan inspirasi saya tentang Walhi.
Bertarung
dari Sumsel ke senayan dari PKB.
Kelima.
Dickson Aritonang. Direktur Walhi Bengkulu. Berinteraksi ketika awal-awal saya
di Walhi Jambi. Saya kemudian mengenalnya sebagai “orang kocak” yang sering
bertukar informasi tentang Walhi dan jaringan Walhi daerah.
Kemampuan
jaringan dirasakan ketika saya membantu teman-teman Walhi Bengkulu. Dengan
fasilitas dari Bengkulu TV (miliknya), mobil, kantor menjadi kantor tempat “perlindungan”
dari serangan. Belum lagi berbagai sarana untuk melindungi Walhi Bengkulu dari
ancaman lebih besar.
Kisah
suksesnya semakin matang. Yang saya tahu. Kemudian masuk ke senayan dari PSI.
Partai yang didirikannya.
Selain
itu juga ada Ramadhana Lubis. Incumbent untuk DPRD Aceh.
Nur
Kholis, Ramadhana Lubis dan Dickson Aritonang adalah Direktur dalam periode
yang sama.
Dalam
periode saya menjadi Direktur Walhi Jambi (2012 – 2016), saya berinteraksi
dengan Bejo (Walhi Lampung), Ratno Budi (Uday – Walhi Bangka Belitung), Anwar
Sadat (Sadat – Walhi Sumsel) dan Asmar (Slash – Walhi Sulsel).
Keenam.
Bejo saya kenal sebagai “santri’. Tidak pernah lupa sholat. Tertib meletakkan
apapun ketika mendengar azan.
Salah
satu “konseptor’ tentang perhutanan social. Di Lampung sendiri, HKM lebih
diterima sebagai solusi jitu didalam konflik kehutanan. Pekerjaan yang sampai
sekarang dilakoni.
Saya
banyak belajar tentang energi panas bumi. Salah satu tema yang menjadi bagian
karya ilmiahnya.
Menjadi
Anggota DPRD dari PDIP.
Ketujuh.
Kami memanggilnya Uday. Salah satu tokoh penting penggerak perlawanan nelayan
di Babel. Pernah memimpin 10-an nelayan demonstasi.
Dia
adalah satu Direktur “tersukses”. Mempunyai jaringan internasional perlawanan
timah. Bahan dasar alat elektronik. Melawan Samsung, apple ditingkat
internasional.
Jaringan
internasional dengan organisasi dari Korea Selatan membuat dua Desa kemudian
mendapatkan dukungan untuk energi panel surya.
Maju
untuk DPRD dari PDIP.
Kedelapan.
Kami memanggilnya sadat. Direktur yang selalu menampakkan aura “perlawanan”.
Tidak
ada satupun pembicaraan selain “aksi”, “mobilisasi”, demonstrasi, pendudukkan. Paling
dimusuhi rezim Sumsel.
Namun
berbeda semangat perlawanan, kukenal dia salah satu Direktur yang paling rapi.
Sepatu pantalon yang disemir rapi. Baju yang tidak pernah kusut.
Kontras
dibandingkan dengan saya yang cuma memakai kaos oblong, celana pendek. Bahkan lebih
sering pakai sandal tracking. Kontras sekali.
Maju
untuk Sumsel dari PKB.
Kesembilan.
Asmar. Kami lebih sering memanggil Slash. Salah satu tokoh “berpengaruh” di
Sulsel. Mempunyai jaringan dimana-mana. Entah SW, KPA, JKPP.
Kemampuannya
menggerakkan perlawanan reklamasi di Sulsel adalah prestasi yang tidak boleh
diremehkan.
Kukenal
baik ketika mendaki Tambora. Sang petualang masih sering mendaki gunung.
Menjadi
anggota DPD dari Sulsel.
Tentu
saja masih nama-nama yang lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Kedekatan emosional, interaksi di wilayah, hubungan personal membuat saya harus
menuliskan dalam edisi terpisah. Dalam kesempatan yang lain, saya mencoba
menuliskannya menjadi rangkaian cerita indah. Semangat perlawanan hingga
militansi yang teruji.
Saya
optimis. Pemilu 2019 diisi dengan orang-orang baik. Rekam jejak yang jelas
untuk Indonesia.