Mendapatkan
kabar meninggalnya BJ Habibie (Habibie) disaat issu hoax yang sempat
menghangat, merupakan pukulan bagi Bangsa Indonesia. Seorang Teknokrat yang
nasionalisme. Seorang ilmuwan yang karyanya hingga sekarang masih dipakai
Mengingat
Habibie diawal reformasi, adalah sosok penting “orang cerdas” yang IQ diatas
rata-rata. Masih ingat Lagu Iwan Fals, yang dikutipnya “pintar seperti Habibie”.
Sebuah ingatan yang paling melekat di ingatan masyarakat Indonesia.
Masih
ingat teori crash yang mampu dipecahkan disirip pesawat sebagai penyebab
kecelakaan. Dengan kecerdasannya, teori ini dipecahkan sehingga kita naik
pesawat tenang dan khawatir tidak terjadi lagi kecelakaan. Teori yang dipakai
disetiap pembuatan pesawat terbang dunia.
Namun
yang paling ingat dari penulis adalah ketika teori ekonomi sempat memantik
diskusi awal tahun 1990-an. Teori Habibieconomics yang kemudian dipersoalkan dan
dianggap sebagai “high teknologi” yang kurang sesuai di Indonesia. Tuduhan
serius adalah Indonesia “Butuh” handtracktor bukan pesawat terbang. Ditambah
kemudian pesawat diganti dengan beras ketan dari Thailand. Teori Habibieconomics
kemudian memantik diskusi panjang dikalangan ekonomi.
Pada
tahun 1996, ketika BJ Habibie melauncing pesawat terbang N250 yang kemudian
menjadi prototype yang terus menjadi mimpi Habibie kemudian “dihancurkan” IMF.
IMF kemudian meminta agar proyek yang digagas Habibie harus dihentikan. Selain
dianggap menggunakan keuangan negara yang besar, Ide Habibi membangun pesawat
belum menjadi kebutuhan Indonesia.
Pelan
tapi pasti. Kebutuhan pesawat di Indonesia terutama sebagai jalur perintis
menghubungkan pulau-pulau Indonesia semakin terbukti. Masih ingat ketika Lion
membeli pesawat Boeing dan Airbus yang ratusan buah.
Apabila
Ide Habibie yang kemudian dilanjutkan, Indonesia mempunyai pesawat sendiri,
maka dibayangkan betapa besar devisi Indonesia yang berhasil diselamatkan.
Indonesia
menjadi berdaulat di sector udara. Sebuah mimpi kemudian dibuyarkan ketika IMF
datang ke Indonesia.
Sekarang
sudah menjadi bubur. Indonesia tetap menjadi konsumen pembelian pesawat
terbang. Indonesia masih tergantung dari AS (Boeing) dan Eropa (Airbus).
Indonesia adalah pengekor dari teknologi yang seharusnya sudah dikuasai tahun
2000-an.
Habibie
tidak sempat menyaksikan mimpinya. Menyaksikan pesawat Indonesia berdaulat di
udara dengan pesawat nasional. Habibie membawa mimpinya ke alam baka. Habibie
membawa mimpinya hingga ajal menjemputnya.
Selamat
Jalan, Habibie.
Semoga
mimpimu terwujud oleh generasi yang akan datang.
Advokat. Tinggal di Jambi