Sebagai
praktisi hukum 23 tahun yang lalu, melihat tahanan yang kemudian “dibotak” selalu menarik perhatian.
Selain menjadi cerita disela-sela pemeriksaan awal di Kepolisian, tema botak
adalah salah satu “obat terapi”
kepada sang tersangka. Selain juga “memberikan
sugesti” agar “tabah” menjalani
proses hukum yang sedang berjalan.
Tema
“botak” kemudian menjadi viral.
Melihat photo para tersangka dalam kasus meninggalnya murid sekolah dalam
kegiatan “susur sungai” justru malah
mengaburkan peristiwa hukum itu sendiri. Publik kemudian memberikan dukungan.
Bahkan ada “kesan” tuduhan “botak” adalah “upaya pemaksaan” dari kepolisian.
Botak
atau mencukur rambut habis sering kita lihat ditahanan kepolisian. Terutama 1-2
hari setelah ditahan. Lalu apakah ada “kewajiban”
atau “perintah khusus” dari
kepolisian untuk “membotak seluruh
tahanan”.
Dalam
perjalanan mendampingi tersangka dari tahap penyidikan, berbagai kasus-kasus
berat sering penulis alami. Entah bandar narkoba, pembunuh, penipu ulung,
perampok bahkan kejahatan-kejahatan berat.
Penulis
pernah mendampingi pembunuh yang membunuh korbannya menggunakan “belati” sebanyak 38 x. Setelah “membunuh” dia kemudian santai merokok
diatas mayat korban. Sembari meminta kepada yang hadir agar memanggil
kepolisian menangkapnya.
Penulis
juga pernah mendampingi bandar narkoba yang “barang buktinya” cukup membuat seluruh pemuda di Jambi bisa “fly” selama setahun.
Apakah
para pelaku kemudian “botak”. Tidak.
Sama sekali tidak. Mereka tetap menjalani proses hukum sebagaimana layaknya
tanpa harus botak ketika awal penahanan.
Bahkan
para tersangka yang pernah penulis damping lebih banyak tidak botak daripada
botak. Sehingga tema botak bukanlah bahan yang menarik bagi penulis.
Lalu
dimana cerita tentang “botak”
ditemukan. Dalam beberapa kali ketemu dengan tersangka yang kemudian “botak” di kepolisian, kisah “botak” adalah “keinginan sendiri” dari para tersangka. Berbagai alasan yang sering
mereka sampaikan.
Namun
yang paling banyak alasannya adalah “membuang
sial”. Karena ketika ditangkap, mereka sudah menyadari melakukan kejahatan. Sehingga ketika mulai menjalani tahanan,
mereka berharap “bisa menjalani dengan
baik”. Sehingga dapat memulai hidup baru.
Alasan
lain juga adalah “biar kepala tidak
pusing” dengan rambut awut-awutan. Karena selain akan memakan waktu
mengurusi rambut, sisir adalah salah satu barang yang tidak diperkenankan
berada didalam ruangan tahanan.
Belum
lagi “fresh” dengan “botak”. Dengan alasan “biar dingin kepala”.
Selain
itu juga “ada semacam” solidaritas
antara sesama tahanan. Sebagai bentuk “persamaan
nasib”.
Sehingga
dipastikan, “botak” adalah keinginan
dari para tersangka sendiri. Tentu saja “tidak
mungkin” ada “perintah khusus”
atau “pemaksaan” dari pihak
kepolisian. Sebuah asumsi yang dibangun untuk meruntuhkan moril pihak
kepolisian yang mengusut tuntas kasus ini.
Lalu
mengapa “botak” menjadi tema penting
dalam kasus yang menimpa siswa sekolah dalam kegiatan susur sungai ?
Tanpa
harus memasuki wilayah penyidikan, penulis khawatir justru “dukungan” kepada para tersangka akan
memberikan apresiasi terhadap para tersangka. Sehingga terhadap kasus hukumnya
kemudian “tenggelam” dalam riuh “botak”.
Selain
itu, sebagai kasus yang menarik perhatian publik, tentu saja pihak kepolisian
sangat berhati-hati “memperlakukan”
kasus ini. Sehingga “upaya pemaksaan”
agar botak yang dituduhkan sebagian kalangan justru menjadi aneh.
Jangankan
kasus yang menarik perhatian nasional, kasus-kasus yang menarik perhatian
didaerah saja, berbagai pihak banyak sekali memonitornya.
Sehingga
keanehan ini justru menguatkan penulis. Ada “upaya penggiringan” dan memberikan dukungan kepada para pelaku.
Kita
harus memberikan dukungan kepada pihak kepolisian agar mengusut tuntas kasus
ini. Selain menyebabkan “tewasnya siswa”
cukup menyedihkan, “kelalaian” Pembina
tanpa melihat keadaan “sungai” yang meluap serta tidak beradanya Pembina sekolah
ditempat kejadian adalah ‘fakta” yang harus kita jaga sebagai pembuktian dalam
peristiwa ini. Sekaligus meminta pertanggungjawaban hukum sebagai bentuk
pembenahan kedepan (pendidikan hukum ditengah masyarakat).
Advokat. Tinggal di Jambi