Akhir-akhir
ini, tema hukum tentang nasib kombatan “kalah”
perang yang hendak kembali ke Indonesia memantik polemik.
Saya
menggunakan “kombatan” sebagai
padanan kata terhadap kegiatan makar (aanslag) yang terlibat dinegara asing
(KUHP menyebutkan “negara sahabat”).
Disatu
sisi, sikap “provokatif” kombatan
dengan “membakar paspor” yang kemudian ramai di media menjadi “sikap” tegas kombatan yang tidak mau
lagi tunduk kepada hukum nasional (thougut).
Dengan kesadaran penuh kemudian memilih meninggalkan Indonesia dan menjadi
kombatan asing. Disisi lain, sikap kontroversi kemudian menjadi problema “status” kewarganegaraan.
Sebelum
menentukan status hukum dan nasib kombatan asing, ada baiknya kita sejenak
melihat regulasi. Selain akan membantu menjelaskan dari berbagai sudut, status
hukum dapat diterapkan dalam peristiwa ini.
Pertama.
Untuk menentukan “apakah” sang
kombatan memenuhi persyaratan terlibat dalam kegiatan diluar negeri, maka
regulasi UU No. 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (UU
kewarganegaraan) menjadi rujukan.
Pasal
23 UU Kewarganegaraan secara tegas mencantumkan tentang kehilangan
kewarganegaraan. Diantaranya kehilangan kewarganegaraan seperti masuk tentara
asing atau tinggal lebih selama 5 tahun.
Secara
sekilas, apabila “kombatan” kemudian
terlibat masuk kedalam tentara asing, maka “otomatis”
kewarganegaraannya menjadi hilang (Pasal
23 huruf d UU Kewarganegaraan).
Padahal
secara jamak diketahui, para kombatan justru masuk kedalam milisi asing. Yang
justru “memberontak” terhadap
pemerintahan yang sah. Bukan terlibat didalam tentara asing (Persyaratan yang memungkinkan menjadi
hilang status kewarganegaraan).
Namun
menjadi polemik apakah kombatan kemudian masuk kedalam milisi asing berakibat
terhadap status kewarganegaraan ?
Regulasi
UU Kewarganegaraan tidak “menjangkau”
terhadap kombatan yang memberontak terhadap pemerintahan asing.
Sehingga
pasal 23 UU Kewarganegaraan tidak ada yang mencabut kewarganegaraan.
Namun
sedikit berbeda ketika sang kombatan telah tinggal lebih selama 5 tahun tanpa
menyatakan tetap setia kepada Pemerintah Indonesia (Pasal 23 huruf i UU kewarganegaraan).
Dengan
demikian maka secara limitatif, tidak ada satupun ketentuan regulasi yang
kemudian “menyatakan” kombatan menjadi
hilang kewarganegaraan.
Pandangan
ini sekaligus membantah terhadap pernyataan para pesohor yang menyatakan “sang kombatan’ telah hilang
kewarganegaraan Indonesia.
Kedua.
Lalu bagaimana dengan aksi-aksi “reaksioner”
dengan membakar passport Indonesia dan menyatakan keluar dari Indonesia.
Cara-cara
aksi reaksioner ini seharusnya diikuti dengan “pernyataan” menyatakan tidak tunduk lagi menjadi warga negara
Indonesia (dalam proses administrasi).
Sehingga aksi ini kemudian menjadi
kekuatan hukum terhadap status hukum kewarganegaraannya.
Apabila
cara ini tidak ditempuh, maka UU kewarganegaraan tidak mencabut terhadap status
kewarganegaraan.
Ketiga.
Lalu bagaimana regulasi kita mengatur terhadap “kombatan” yang memberontak terhadap pemerintahan asing.
Kategori
terhadap “pemberontakan” terhadap
pemerintahan asing yang sah, tetap dikategorikan sebagai makar (aanslag). Buku II Bab III KUHP secara
tegas mengaturnya.
Melihat
“kombatan” hendak kudeta terhadap pemerintahan
sah negara asing, maka para kombatan dapat dikategorikan sebagai “Makar (aanslag)”. Baik dengan cara “melepaskan
wilayah” (Pasal 139 huruf a KUHP) maupun “mengubah bentuk pemerintahan” (Pasal 139 huruf b KUHP).
Tentu saja proses hukum ini dapat dilakukan setelah negara yang
mengalami “kudeta” dari milisi asing kemudian
“mau” deportasi sang kombatan ke
negara asal.
Beranjak dari tema hukum tentang “kelakuan” kombatan yang terlibat dalam milisi asing dan yang
provokatif “membakar passport Indonesia
sudah saatnya revisi UU kewarganegaraan.
Diantaranya adalah “kehilangan
kewarganegaraan” terhadap kombatan yang terlibat dalam milisi asing maupun
sikap provokatif yang kemudian menyatakan memisahkan dari Indonesia.
Sehingga dengan demikian, kewibawaan dan martabat bangsa Indonesia
tetap terjaga dengan meletakkan UU Kewarganegaraan yang ketat.
Advokat. Tinggal di Jambi