Ketika manusia mempercayai adanya sang pencipta (homo religi), maka Tuhan kemudian disebut-sebut didalam doa. Tuhan kemudian diyakini sebagai pengatur kehidupan manusia. Tuhan kemudian menempatkan manusia untuk mengatur alam (Khalifah Fil ardh).
Tuhan kemudian memberikan akal kepada manusia agar sebagai Khalifah Fil Ardh bertanggungjawab untuk selalu rendah hati, senantiasa mengabdi dan kepadanya, menyadari sebagai ciptaannya dan akan kembali kepadanya, bekerja untuk kemanusiaan, berbuat baik, meninggalkan kejahatan yang merugikan dan selalu ingat kepadanya.
Manusia kemudian “menikmati” segala ciptaannya. Menikmati kekayaan alam. Menghidupi dirinya, keluarganya dan bangsanya.
Berbagai hasil panen kemudian membuat manusia terus bertahan, berkembang dan terus membuat manusia kemudian menguasai alam.
Hasil seperti rempah-rempah adalah kekayaan dari Sang pencipta yang kemudian dipasarkan keliling dunia (dikenal sebagai jalur sutra), melewati berbagai benua dan membuat manusia kemudian bisa menikmati khasiat dari rempah-rempah.
Dari bumbu dapur kita mengenal diantaranya seperti seperti Asam gelugur, Asam jawa, Asam kandis, Bawang bombay, Bawang merah, Bawang putih, Cengkeh, Daun bawang, Jahe , Jeruk nipis, Jeruk purut, Kapulaga, Kemangi, Kemiri, Kencur, Ketumbar, Kulit manis (kayu manis), Kunyit, Lada, Lengkuas, Pala dan fuli, dan salam, Temu lawak
Kisah Lada adalah kisah peradaban menjelang kedatangan Bangsa Eropa datang ke Indonesia. P Swantoro didalam bukunya Perdagangan Lada abad XVII malah disebutkan sebagai “emas putih”.
Sedangkan kisah Pala dapat diikuti jejaknya oleh Giles Militon “Pulau Run - Magnet Rempah-rempah Nusantara yang ditukar dengan Manhattan”. Belum lagi cengkeh,
Kulit manis atau kayu manis dapat ditemukan dalam cerita panjang di Kerinci dan Bangko.
Temulawak, jahe, dan kunyit dapat meningkatkan daya tahan tubuh. Dengan mengonsumsi rempah tersebut, imunitas akan meningkat dan tubuh menjadi bugar. Kita kemudian mengenmal “wedang Jahe”.
Kekayaan nusantara dan pengetahuan adiluhung dari nenek moyang tidak mengajarkan manusia untuk “menjaga alam’. Pandangan sebagai pemimpin dunai (Khalifah Fil Ardh) kemudian menempatkan diri “manusia adalah pusat” dan pengendali alam (antrosentri). Pandangan ini kemudian membuat “mengeksploitasi alam’.
Dengan akal manusia kemudian mampu bertahan diberbagai iklim, menghasilkan seleksi makhluk hidup yang bertahan dan kemudian terus menguasai dunia.
Manusia kemudian “merekayasa alam’. Manusia kemudian “mengatur alam.
Namun sebelum virus corona datang, keangkuhan manusia tidak juga disadarkan dari “tanda-tanda alam’.
Kebakaran dilahan gambut, hutan yang terus ditebang, sungai dan air yang kemudian dikuasai segelintir orang. Namun manusia juga belum sadar.
Gunung kemudian dibongkar. Emas, tembaga, semen kemudian dieksploitasi. Untuk memuaskan dahaga manusia.
Ketika revolusi industri terjadi, maka berbagai kemajuan besar terjadi. Manusia bisa kemudian keliling dunia, bisa mengangkut lebih banyak, bisa berjalan lebih jauh. Satu persatu misteri bumi kemudian tersingkap.
Kemajuan ini kemudian memasuki era modern. Berbagai teknologi terus dihasilkan. Berbagai kemajuan mulai dirasakan manusia.
Manusia tidak cukup sekedar “membunuh” dalam duel perang di medan terbuka. Namun dengan bom atom yang panjang cuma 3 meter, diameter 70 cm, berat 4 ton namun mengandung uranium yang daya ledaknya 15 jutatons. Dengan daya rusak maha dahsyat kemudian meluluhlantakkan Hiroshima dan Nagasaki. Kedua kota yang embuât Jepang kemudian menyerah tanpa syarat. Sekaligus mengakhiri perang Dunia II.
Disaat manusia tidak lagi menoleh alam, bersaing untuk menguasai ilmu pengetahuan, sibuk membeli alat perang terbaru untuk menjadi penguasa dunia. Atau manusia kemudian berkerumun ditempat ibadah, saling memuji syukur tapi mengabaikan kemanusiaan. Agama kemudian membuat manusia menjadi berpisah, terkota-kotak. Mengklaim yang “paling benar” dan menjadi “wakil Tuhan” dimuka bumi.
Tiba-tiba datanglah “teguran” dari sang Pencipta. Dengan berdiameter sekitar 100 nm, Virus Corona telah membuktikan kepada manusia. Dengan tingkat penyebarannya yang luar biasa menyebabkan manusia tidak ada apa-apanya dihadapan Tuhan. Tuhan kemudia menunjukkan kekuasaannya melalui corona.
Tidak berguna persenjataan secanggih apapun. Tidak berguna pengetahuan manusia tentang bulan ataupun Planet Mars namun tidak berdaya didepan Corona. Tidak lagi ada “sekelompok” orang yang merasa paling suci sebaga “orang” yang bisa menangkal corona. Semuanya tidak berdaya. Semuanya tidak mampu berhadapan dengan Corona.
Tuhan telah menunjukkan kekuasaannya. Tuhan kemudian “memerintahkan” kepada manusia agar saling membantu. Saling melindungi satu dengna lain. Saling menghormat demi kemanusiaan.
Tumbangnya negara Eropa, kemudian diikuti negara adidaya Amerika membuktikan. Dana trilyunan dollar ternyata tidak berdaya ketika alat-alat kesehatan tidak bisa dibeli. Membanjirnya Euro Eropa tidak berdaya ketika penduduk “dipaksa” dirumah. Angka-angka kematian terus naik setiap hari.
Tiba-tiba manusia disadarkan. Tiba-tiba manusia diingatkan akan kekuatan satu dengan lain. Lintas batas negara. Tanda memandang latarbelakang warganegara, warna kulit, ras dan jenis kelamin. Semuanya kemudian bergandengan tangan.
Peristiwa pandemic Corona mengajarkan kepada kita semua. Mari kita menata ulang alam ini. Agar kita tidak lagi diingatkan sang Pencipta terhadap kerakusan manusia.
Marilah kembali ke jatidiri. Sebagai manusia dari ciptaannya. Agar saling bergandengan tangan untuk bersama-sama merawat bumi. Satu-satunya tempat manusia.
Pencarian terkait : Opini Musri Nauli, Musri Nauli, jambi dalam hukum, Hukum adat jambi, jambi, sejarah Hukum adat jambi, politik jambi,
Opini Musri Nauli dapat dilihat www.musri-nauli.blogspot.com