Belum lega menikmati kemenangan ketika Putusan MA No. 7 P/HUM/2020 (MA 7/2020) yang mengabulkan permohonan pemohon berkaitan dengan Iuran BPJS tanggal 27 Februari 2020, publik kemudian dikejutkan dengan lahirnya Peraturan Presiden No. 64/2020 Tentang Jaminan Kesehatan (baca Perpres No 64/2020). Perpres No. 64/2020 kemudian memantik polemik ditengah masyarakat.
Putusan MA No. 7/2020 kemudian menyatakan tidak berlakunya Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Perpres No. 75/2019. Perpres No. 75/2019 dianggap bertentangan dengan pasal 2 UU No 40/2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Baca UU No. 40/2004) dan pasal 2 UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyenggara Jaminan Sosial (baca UU No. 24/2011).
Berdasarkan putusan MA No. 7/2020 maka, pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) kemudian dikembalikan kedalam pasal 34 Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan (baca Perpres No. 82/2018).
Didalam pertimbangannya, MA kemudian mendasarkan kepada aspek yuridis, filosofis dan sosiologis. Secara tegas MA kemudian menyatakan asas pengharapan yang baik didalam Perpres No. 75/2019 dengan memberikan kewajiban kepada Pemerintah untuk mewujudkan harapan agar menjadi kenyataan.
Dari pendekatan filosofis, aspek kebatihan dalam masyarakat tidak memberikan kewajiban untuk menaikkan iuran. Sehingga asas “adil dan berimbang” tidak terpenuhi.
Belum lagi, kecurangan, kesalahan didalam pengelolaan jaminan sosial oleh BPJS yang menyebabkan tidak boleh dibebankan kepada masyarakat. Selain itu dalam kondisi ekonomi yang tidak menentu, haruslah dicari jalan keluar tanpa harus membebankan untuk menanggung kerugian yang timbul (pendekatan sosiologis).
Lalu bagaimana membaca Perpres 64/2020 dilihat dari Putusan MA No. 7/2020 dihubungkan dengan Perpres No. 82/2018 dan UU No. 40/2004 dan UU No. 24/2011 ?
Apakah asas “adil dan berimbang” telah terpenuhi didalam Perpres No. 64/2020 sebagaimana perintah dari Putusan MA No 7/2020 ?
Dalam putusan MA No. 7/2020, secara limitatif telah ditegaskan MA mengenai iuran BPJS. Dengan mencabut Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Perpres No. 75/2019 maka “roh” iuran BPJS dikembalikan ke Perpres No. 82/2018.
Apabila merujuk kepada semangat yang disampaikan oleh Perpres No. 64/2020, memang Perpres No. 64/2020 merujuk kepada Putusan MA No. 7/2020 (Aspek Filosofi).
Namun apabila melihat iuran yang kemudian ditetapkan didalam Perpres No. 64/2020 justru Perpres No. 64/2020 mengabaikan aspek filosofi, aspek yuridis dan aspek sosiologi dari putusan MA No. 7/2020.
Besarnya iuran yang diatur didalam Perpres No. 64/2020 justru tidak jauh berbeda dengan Perpres No. 75/2019.
Komposisi iuran BPJS yang diatur didalam Perpres No. 74/2019 yang tidak memenuhi asas “adil dan berimbang” kemudian dikembalikan ke Perpres No. 82/2018.
Lihatlah. Perpres No. 82/2018 yang mengatur komposisi seperti kelas III Rp 25,5 ribu, Kelas II Rp 51 ribu dan Kelas I senilai Rp 80 Ribu. Komposisi ini kemudian naik didalam Perpres No. 75/2019 menjadi Rp 41 Ribu (Kelas III), Rp 110 ribu (Kelas II) dan Rp 160 ribu (Kelas I). Sehingga ketika putusan MA No. 7/2020 kemudian mencabut berkaitan dengan iuran Jaminan kesehatan yang diatur didalam Perpres No. 75/2019, maka secara limitatif maka dikembalikan menjadi Rp 25 ribu (Kelas III), Rp 51 ribu (Kelas II) dan Rp 110 (Kelas I).
Namun didalam Perpres No. 64/2020 justru menjadi Rp 100 ribu (kelas II) dan Rp 150 ribu (Kelas I). Walaupun dengan komposisi untuk bulan Januari – Maret tunduk kepada Perpres No. 82/2018 sebagaimana putusan MA No. 7/2020.
Artinya komposisi iuran BPJS hanya berkurang Rp 100 ribu untuk kelas II dan kelas I.
Merujuk kepada komposisi iuran BPJS yang kemudian berkurang hanya Rp 10 ribu apakah telah sesuai dengan asas ‘adil dan berimbang” sebagaimana pertimbangan hukum dari Putusan MA No. 7/2020.
Asas “adil dan berimbang” digunakan pertimbangan oleh MA untuk memotret Perpres No. 75/2019. Bandingkan dengan asas kemanusiaan”, asas “manfaat”, “asas keadilan yang digunakan UU No. 40/2004 maupun UU No. 24/2011.
Didalam penjelasan pasal 2 UU No. 40/2004 maupun pasal 2 UU No. 24/2011 secara tegas dicantumkan. “Asas kemanusiaan berkaitan dengan penghargaan terhadap martabat manusia. Asas manfaat merupakan asas yang bersifat operasional menggambarkan pengelolaan yang efisien dan efektif. Asas keadilan merupakan asas yang bersifat idiil. Ketiga asas tersebut dimaksudkan untuk menjamin kelangsungan program dan hak peserta
Sehingga asas yang digunakan didalam menghitung komposisi iuran BPJS harus merujuk kepada asas yang ditegaskan pasal 2 UU No. 40/2004 dan pasal 2 UU No. 24/2011.
Atau dengan kata lain, Perpres No. 64/2020 tidak dapat dilepaskan untuk mengikuti asas yang diatur didalam UU No. 40/2004 dan UU No. 24/2011.
Dengan demikian dengan berkurangnya hanya Rp 10 ribu iuran BPJS dari Perpres No. 75/2019 yang diatur kemudian didalam Perpres No. 64/2020 apakah telah sesuai dengan “asas kemanusiaan”, asas “manfaat” dan “asas keadilan” ?
Advokat. Tinggal di Jambi
Pencarian terkait : Opini Musri Nauli, Musri Nauli, jambi dalam hukum, Hukum adat jambi, jambi, sejarah Hukum adat jambi, politik jambi,
Opini Musri Nauli dapat dilihat www.musri-nauli.blogspot.com
Dimuat di www. jambi-independent.co.id, 14 Mei 2020