Ketika virus covid 19 (dikenal virus corona) menyerang dunia termasuk Indonesia, dunia kemudian gagap. Berbagai angka-angka yang kemudian mengakibatkan kematian semakin meneror dunia.
Indonesia yang dilintasi khatulistiwa kemudian ikut-ikutan panik. Entah mengapa kepanikan melanda berbagai pihak.
Kepanikan Indonesia juga terjadi dalam peristiwa kebakaran, gunung Meletus, gempa bumi maupun tsunami. Entah mengapa kepanikan yang melanda di Indonesia ‘seakan-akan’ kita baru belajar dan kekagetan. “Seakan-akan” gagap dan tidak mengetahui harus berbuat apa.
Padahal Indonesia sebagai negara tropis mempunyai pengetahuan empiric yang diwariskan turun temurun. Pengetahuan adiluhung nenek moyang diwariskan. Pengetahuan tentang makanan, obat-obatan kemudian dikenal sebagai rempah-rempah.
Rempah-rempah adalah bagian tumbuhan yang digunakan sebagai bumbu, penguat cita rasa, pengharum, dan pengawet makanan yang digunakan secara terbatas (FAO, 2005).
Rempah adalah tanaman atau bagian tanaman yang bersifat aromatik dan digunakan dalam makanan dengan fungsi utama sebagai pemberi cita rasa. Penggunaan rempah-rempah dalam seni kuliner telah diketahui secara luas (Duke et al., 2002). Selain terkait makanan, rempah-rempah sejak lama juga digunakan sebagai jamu, kosmetik dan antimikroba.
Rempah-rempah adalah bagian tanaman yang berasal dari bagian batang, daun, kulit kayu, umbi, rimpang (rhizome), akar, biji, bunga atau bagian-bagian tubuh tumbuhan lainnya.
Daun-daun yang sering dipakai antara lain adalah daun jeruk, daun salam, seledri, dan daun pandan (De Guzman dan Siemonsma, 1999).
Sampai saat ini diperkirakan terdapat 400-500 rempah-rempah di dunia dengan Asia Tenggara sebagai pusat rempah-rempah dunia. Di Asia Tenggara terdapat setidaknya 275 spesies rempah. Rempah-rempah penting dari Asia Tenggara adalah kapulaga Jawa, kayu manis, cengkeh, jahe, pala, lada hitam dan lainnya. Beberapa spesies rempah Indonesia adalah tanaman introduksi dari belahan dunia lain, meliputi antara lain Eropa, Amerika, India dan Cina. Peran bangsa Eropa dalam introduksi rempah-rempah asing ke wilayah Indonesia sangat penting. Rempah-rempah banyak ditanam di sekitar rumah dan lahan-lahan budidaya, namun demikian banyak diantaranya masih diambil dari habitat alamiahnya di hutan tropis.
Luchman Hakim didalam bukunya “REMPAH DAN HERBA KEBUN- PEKARANGAN RUMAH MASYARAKAT: Keragaman, Sumber Fitofarmaka dan Wisata Kesehatan-kebugaran, 2015, menyebutkan rempah-rempah terdiri dari Pala (Myristica fragrans), Cengkeh (Syzygium aromaticum), Kayu manis (Cinnamon burmanii), Kunyit (Curcuma longa), Jahe (Zingiber officinale), Lada (Piper nigrum ) Vanili (Vanilla planifolia), Sereh (Cymbopogon nardus).
Sedangkan sumber yang lain menyebutkan kapulaga, kayu manis, cengkeh, jahe, pala, lombok dan kunir sebagai rempah-rempah.
Selain sebagai “penyedap makanan” dan “bumbu masakan”, rempah-rempah juga dikenal sebagai “antibody” dan “anti toksin” terhadap berbagai penyakit.
Akar yang banyak dimanfaatkan obat antara lain adalah akar aren, akar pule, akar jarak dan lainnya.
Kita juga mengenal seperti kunyit, kencur, jahe, lengkuas, laos sebagai padanan antobodi yang jamak dikenal masyarakat. Di Sumatera dikenal STMJ (Susu teh madu jahe). Di Jawa dikenal “wedang jahe”.
Suku Talang Mamak Simarantihan mengenal 110 jenis tumbuhan yang berfungsi untuk pengobatan. Hati-hati dikenal sebagai obat maag. Sedangkan bilik angin dikenal sebagai obat untuk demam. Belum lagi “daun raya”, “tapak leman” sebagai penangkal demam.
Selain itu juga dikenal duku sebagai susah kencing (infeksi saluran kemih). Alang-alang dikenal obat pembalut luka sekaligus menghentikan darah yang keluar.
Dibeberapa tempat “pucuk ubi” juga dikenal sebagai “penutup luka’. Setelah ditaburi kopi kemudian diikat dengna pucuk ubi. Selain lukanya menjadi sembuh dan tidak perlu dijahit juga tidak meninggalkan bekas.
Tembakau sering digunakan untuk melepaskan pacet yang menggigit di kaki. Pengetahun ini sudah menjadi pengetahuan umum dikalangan masyarakat.
Sedangkan Daun-daun yang digunakan sebagai tanaman obat meliputi antara lain daun bakung, bayam duri, cincau, suruh, sirsak, jinten, katuk, lidah buaya, meniran, nilam, patikan kebo, pecut kuda, sogo telik dan kemangi.
Di Suku “orang rimba” di Bukit 12, dikenal pengobatan. Hasil penelitian Fahruddin Saudagar dkk, 2015, menyebutkan “Ngongorit” dikenal sebagai obat bisul, sengatan tawon. Pelengkupon mungsong adalah obat mencret dan sakit perut. Pulai dikenal sebagai obat sakit gigi dan sengata lebah. Sengkubungon adalah obat sariawan dan mencret. Sedangkan tangkui kuning dikenal sebagai obat kulit bengkak dan gatal-gatal.
Di Masyarakat Melayu Jambi dikenal “setawar” yang menyembuhkan panas dalam dan demam. Selain juga dikenal sebagai obat tetes mata (Wijayakusuma). Atau “limah kapeh” yang dipercaya menyembuhkan batuk dan sakit kepala.
Di daerah Tabir dikenal 86 tanaman obat-obatan seperti kundur, resam (panas dalam), senduduk (mencret), bungo kayu aro (rematik), rambutan masam, pandak kaki (demam), limau kunci, limah kapeh, kencur, asam jawa (patah tulang), kunyit (keteguran), kulit duku, pedu beruang (malaria), jambu biji (kencing manis), cabe rawit (typus), Lalang, aren, nyiur hijau (darah tinggi), sawo (ambeyen), akar kakunyi (liver), pisang wii (sesak nafas), Batang kendung (susah buang air besar), sungkai (ketinggalan bisa) (UNJA, 2015).
Di Serampas dikenal 131 jenis tumbuh-tumbuhan sebagai pengobatan. Kunyit Melai dikenal sebagai “penangkal roh halus”. Biasa diletakkan dengan anak kecil. Selain itu dikenal Getah manau (sariawan), buah jemban (bengkak-bengkak) (Bambang Hariyadi, UNJA, 2010)
Di Sungai Tapah dikenal 20 jenis pengobatan. Diantaranya seperti Rambai (obat sakit perut), tangkui (anti racun), martun-dung (obat sakit perut), setawar (demam), lembo (obat sakit perut) dan pakis batu (obat bengkak) (LIPI, 2006).
Di Kalbar, Suku Dayak mengenal 33 jenis pengobatan.
Di Sumatera dan Kalimantan dikenal “pasak bumi”. Dimanfaatkan sebagai obat demam, malaria, sakit perut, dan penambah stamina. Daun, biji, dan akar merupakan organ utama yag dimanfaatkan. Bahkan akarnya digunakan untuk penyakit malaria.
Sedangkan di Jawa, tradisi membuat jamu telah mengenal 7557 jenis tumbuhan sebagai bahan baku jamu. Beras kencur, kunyit asam, kunyit tawar, cabe, puyang, kulit manggis, temulawak, kunci suruh, jahe, beluntas, pahitan, gepyok, kudu kaos, kapulaga, sirih, lada, kayu manis, mengkudu, kumis kucing, kelor, sangketan, bawang putih adalah nama-nama tumbuhan sebagai bahan baku jamu. Beras kencur, kunir asem, temulawak dikenal sebagai vitalitas lelaki. (Anis Nur Laini, 2017).
Di daerah Timur dikenal cendana, pala dan cengkeh sebagai kekayaan yang membuat bangsa Eropa rela mengarungi setengah bumi untuk mendatanginya.
Cendana memiliki peran besar dalam upacara kremasi dan pengorbanan. Menurut pedagang Malaka, kayu ini hanya dapat ditemukan di Timor. Ungkapan terkenal dari Tome Pires yang menyaksikan ramainya perdagangan rempah-rempah di pelabuhan Malaka “Tuhan membuat Timor untuk cendana, Banda untuk buah pala, dan Maluku untuk cengkeh.”
Secara empirik, pengetahuan ini tersebar diberbagai wilayah nusantara. Dengan pengetahuan empiric, maka dapat menjadi biduk melewati corona.
Apakah pengetahuan tentang rempah-rempah dan pengobatan (etnobotani) yang membuat Indonesia mampu melewati krisis corona ?
Pencarian terkait : Opini Musri Nauli, Musri Nauli, jambi dalam hukum, Hukum adat jambi, jambi, sejarah Hukum adat jambi, politik jambi,
Opini Musri Nauli dapat dilihat www.musri-nauli.blogspot.com