Setelah Partai Golkar memberikan dukungan kepada Cek Endra (CE), Partai Gerindra dan Partai Demokrat kepada Fachrori Umar, kemudian PAN memberikan dukungan kepada Al haris – Abdullah Sani, Akhirnya Setelah mengalami beberapa kali penundaan, PDIP di “last minute”, mengumumkan bakal Calon Gubernur/Wakil Gubernur Jambi 2020. (CE) sebagai Bakal calon Gubernur Jambi. Dan Ratu Munawarah (RM) sebagai Wakil Gubernur Jambi.
Peristiwa pengumuman tidaklah begitu mengejutkan. Beberapa waktu yang lalu, santer keduanya akan diusung PDIP untuk Pilgub 2020.
Dalam polemik yang cukup menyita perhatian publik, dukungan kepada CE-RM menarik penulis. Selain PDIP tidak mendukung kader seperti Safrial dan Abdullah Sani di Pilgub Jambi, pilihan PDIP adalah momentum untuk melihat dari sisi lain.
Terlepas dari “strategi politik” PDIP yang tidak mengusung kader seperti Safrial dan Abdullah Sani, strategi politik PDIP tidak mengusung kader sendiri bukanlah pertama kali.
Pilkada Solo yang tidak memilih Achmad Purnomo dan Teguh Prakosa namun memilih Gibran Rakabuming Raka dan Purnomo.
Begitu juga Pilkada Medan. PDIP justru memilih Bobby Nasution mendampingi Aulia Rahman. Keduanya malah menyingkirkan Akhya Nasution yang notabene adalah Ketua PDIP Medan dan sedang menjabat Plt Walikota Medan.
Apabila kita runut lebih jauh, tahun 2015, PDIP di Pilkada Tangerang Selatan justru memilih Arsid-Intan Nurul Hikmah dibandingkan kader yang sudah mendaftar (TB Bayu Murdani, H. Irvansyah, dan Ananta Wahana). Catatan ini akan lebih panjang dilihat dari dukungan PDIP untuk mendukung bukan kader.
Terlepas apakah PDIP kemudian memenangkan pertarungan Pilkada tanpa mendukung kader atau tidak, Strategi partai besar untuk memberikan dukungan kepada kandidat Kepala Daerah merupakan ranah politik internal.
Namun yang menjadi perhatian publik adalah “apakah mesin partai bekerja” untuk mengamankan “tugas organisasi.
Dalam sebuah Lembaga survey nasional, Partai yang menggunakan “mesin partai’ untuk menyukseskan berbagai Pemilu, Pilpres dan Pilkada dikenal cuma PDIP, Partai Golkar dan PKS.
Salah satu mengukur kekuatan “mesin partai” adalah struktur organisasi. Lembaga survey menyebutkan, hanya ketiga partai yang mempunyai struktur organisasi hingga tingkat desa.
Selain itu “lumbung suara” digunakan secara maksimal untuk memenangkan pertarungan. Berbagai Pemilu, Pilpres dan Pilkada adalah “ujian tarung’ menguji “mesin partai”.
Tanpa mengabaikan partai lain seperti PKB dan Partai Nasdem yang “mencuri” perhatian nasional dan angkanya terus menaik, Ketiga partai terbukti efektif dan berhasil memenangkan berbagai pertarungan.
Namun di Jambi sendiri, berpadunya “mesin partai” Partai Golkar dan PDIP merupakan “batu uji” yang harus dilihat pertarungan Pilgub Jambi. Berhadapan dengan “mesin partai” PKS dan PKB disatu sisi. Dan Partai Demokrat dan Partai Gerindra disisi lain.
Membaca “medan pertarungan” pilgub Jambi cukup menarik. Keenam partai sudah terbukti “memainkan” Pilkada dan Pemilu sejak 1999.
PDIP berhasil menyumbangkan kadernya untuk DPR-RI sekaligus meraih Ketua DPRD Provinsi Jambi. Sedangkan Partai Golkar justru menyumbangkan dua kursi untuk DPR-RI sekaligus meraih wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi. Belum lagi beberapa Ketua DPRD kabupaten.
Sedangkan barisan Fachrori Umar justru ditopang Partai Demokrat dan Partai Gerindra. Kedua partai masing-masing menyumbangkan kadernya untuk duduk di parlemen di senayan. Sekaligus meraih wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi.
Begitu juga PKB. Selain berhasil mengirimkan kadernya untuk DPR-RI, solidnya PKB cukup perhitungkan.
Sedangkan PKS berhasil memenangkan “pertarungan” Pilkada dengan merebut jabatan penting wakil Bupati seperti di Merangin dan Kabupaten Bungo.
Namun “mesin partai” PKS dan PKB tidak boleh diremehkan. Rekomendasi PAN yang terbukti “unggul” di pilgub Jambi menambah “daya gedor” di barisan Al haris – Sani. Dukungan politik dari beberapa Kepala Daerah Kabupaten kepada Al haris – Sani tidak bisa diabaikan.
Selain itu, kesolidan Al Haris – Sani yang sudah jauh-jauh hari “mencukupi” untuk mendaftarkan diri ke KPU merupakan “keunggulan” yang tidak dimiliki oleh kandidat lain.
Terlepas dari figur kandidat Pilgub, “mesin partai” adalah “cara pandang” penulis untuk melihat pilgub Jambi 2020.
Ketujuh partai yang telah berhasil “memainkan” pilkada di Jambi akan “diuji” medan tarung sebenarnya.
Para panglima perang yang terbukti handal berhasil melewati Pemilu 2019 akan “bertempur” menguji “mesin partai”.
Dan momentum Pilkada Jambi sangat elok dilihat sebagai “pelajaran politik praktis” di Jambi.
Sejarah ini akan dicatat tinta emas sebagai bagian proses demokrasi di Jambi.
Baca : Dukungan Partai Politik