SETIAP putusan hakim (vonis) selalu dimulai dengan kalimat “Demi keadilan berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa”. Makna “keadilan” yang berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa membuktikan putusan yang dijatuhkan (Vonis) dapat dipertanggungjawabkan kepada sang Pencipta. Sebuah ajaran hukum yang berlaku di Indonesia.
Makna “keadilan” yang dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Maha Esa sekaligus juga membuktikan hukum di Indonesia tunduk kepada ajaran Tuhan. Yang menempatkan putusan didunia dapat dipertanggungjawabkan. Baik dari pendekatan ilmu pengetahuan hukum maupun sebagai bentuk bakti kepada sang Tuhan.
Makna ini sekaligus juga membuktikan apapun yang diputuskan oleh Pengadilan melalui hakim (vonis) dapat memberikan keteladanan dan memberikan jawaban kepada para pihak pencari keadilan.
Kata-kata “Demi keadilan Berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa” irah-irah. Dalam berbagai ketentuan, pencantuman irah-irah adalah kewajiban didalam putusan. Kelalaian ataupun keluputan mencantumkan irah dapat menyebabkan “putusan batal demi hukum”.
Irrah sekaligus cerminan pertanggungjawaban hakim terhadap putusannya. Dengan menyebutkan atas nama “Tuhan”, maka putusannya dapat dipertanggungjawaban dihadapan Tuhan.
Kekuatan irrah bagi hakim sekaligus sumpah. Sumpah jabatan melekat terhadap hakim didalam memutuskan perkara. Sekaligus memberikan keyakinan kepada berbagai pihak kekuatan putusan hakim.
Irrah sekaligus doa terhadap hakim. Agar putusan yang dijatuhkan dapat memberikan keadilan kepada siapapun para pencari keadilan. Sehingga putusan yang dijatuhkan dapat memberikan jawaban terhadap sebuah peristiwa yang disengketakan didalam proses persidangan.
Keluhuran, kewibawaan hukum ditandai dengan putusan yang berbobot, dapat dipertanggungjawabkan secara akademis, menjadi pembelajaran kepada siapapun terhadap peristiwa hukum. Untuk mengikatnya maka pertanggungjawaban hakim dengan menyebutkan irrah dapat menenangkan para pencari keadilan.