30 Oktober 2020

Opini Musri Nauli : Perjalanan Betuah (1)

 

Ketika penulis mengetahui Al Haris yang datang menemui masyarakat di Desa Muara Air Dua, Sekeladi, Batin Pengambang dan desa-desa sekitarnya, tiba-tiba penulis teringat sejarah panjang masyarakat Marga Batin Pengambang. 


Nama-nama Desa yang disebutkan adalah Dusun asal atau Dusun Tuo yang termasuk kedalam Marga Batin Pengambang. 


Namun belum selesai penulis menuliskan tentang Marga Batin Pengambang, penulis kemudian mendapatkan kabar. AL Haris kemudian bertemu dengan tim Pemenangan Kecamatan Tanjung Tanah. Seketika penulis Marga Batin Pengambang kemudian terhenti.


Pandangan penulis kemudian malah menarik perhatian ke Tanjung Tanah. Cerita yang penting dituturkan. Dan terlalu sayang kemudian dilewatkan. Dan untuk sementara cerita di Marga Batin Pengambang kemudian dipending dulu. Penulis kemudian berkonsentrasi menuliskan tentang Tanjung Tanah. 

Sebagaimana dituliskan oleh Ulu Kozok didalam Buku legendarisnya “Kitab Tanjung Tanah”, Kitab Tanjung Tanah berisikan tentang hukum mengatur di Kerinci seperti KUHP. Berbagai aturan atau norma yang kemudian dituliskan aksara incung menjadi pedoman didalam mengatur perilaku kehidupan sosial dan hukum di Kerinci. 


Aksara Incung merupakan sebuah lambang peradaban Kerinci yang agung. Jejak ornament yang masih dilihat sebagai pusaka. Kompas sekaligus puzzle berbagai rantai misteri di Jambi. 


Sebagaimana diketahui, berbagai sumber menyebutkan, dari periode pra sejarah (zaman Megalitikum), 


Tidak salah kemudian. Jambi mempunyai peradaban dari mulai pra sejarah. Peninggalan zaman megalitikum (batu bersusun) terdapat di Kerinci, Sungai Penuh, Merangin. Peninggalan zaman megalitikum hanya terdapat dibeberapa tempat di Indonesia. 


Tempat simbol yang melambangkan leluhur bangsa Jambi jauh sebelum ada kerajaan di Indonesia. Daerah ini kemudian dikenal sebagai dataran tinggi. Berbagai riset klasik membuktikannya. 


Memasuki pra Budha-menjelang kedatangan Agama Budha, dikenal berbagai tutur seperti “Puyang”. Sebagai tutur untuk menjelaskan keberadaan manusia di Jambi. 


Maka dikenal “puyang” seperti “Nenek semula Jadi” di Marga Batin Pengambang (Sarolangun). Atau “Datuk Perpatih Penyiang Rantau” di Marga Sumay (Tebo)


Nah. Setelah itu kemudian adanya jejak arkeologi di Candi Muara Jambi. Sebagai pusat Pendidikan terluas yang kemudian dicatat di Universitas Nalanda (India). 


Semula ketika zaman paska runtuhnya Candi Muara Jambi-diperkirakan abad 12, cerita Datuk Paduko Berhalo sebagai “jejak Islam” di Jambi yang sering dituturkan oleh tetua adat kemudian meninggalkan pertanyaan mengganggu. 


Apakah paska runtuhnya Kerajaan Candi Muara Jambi yang menganut agama Budha kemudian masuknya Islam, sama sekali tidak ada jejak agama Hindu di Jambi. 


Dari pendekatan arkeologi maupun tutur ditengah masyarakat sama sekali tidak ditemukan. Semula penulis berkeyakinan adanya rantai yang terputus (missing link) dari periode zaman itu. 


Bandingkan dengan sejarah nusantara yang sempat meletakkan Candi Majapahit dan Kitab Negara Kertagama yang klasik menyebutkan “negeri Jambi” bagian dari kerajaan Mahapahit. Sehingga di nusantara sendiri, agama Hindu hadir dan menjadi bagian besar peradaban nusantara. 


Namun ketika “Kitab Tanjung Tanah” ditemukan dengan aksara incung justru melengkapi “missing link”. Melengkapi puzzle yang semula sempat terputus. 


Dengan adanya “kitab Tanjung Tanah” maka jejak Hindu di Jambi terutama di Kerinci kemudian menjadi lengkap. Kitab Tanjung Tanah melengkapi puzzle antara zaman Budha dan masuknya Islam. 


Dengan adanya Kitab Tanjung Tanah sekaligus sebagai jejak agama Hindu maka lengkapnya sudah jejak periode peradaban di Jambi. 


Baik dimulai dari zaman pra sejarah yang dikenal zaman Megalitikum, Agama Budha, Agama Hindu, Agama islam dan kedatangan dan penguasaan oleh Belanda. 


Sehingga tidak salah kemudian Jambi adalah “negeri paling lengkap” (meminjam istilah teman). 


Tempat Tanjung Tanah adalah saksi sekaligus bukti tentang puzzle yang melengkapi sejarah panjang di Kerinci. 


Sehingga tidak salah kemudian, mendatangi tempat Tanjung Tanah adalah perjalanan betuah didalam memahami sejarah Jambi. 


Pencarian terkait : Musri Nauli, Jambi dalam hukum, Jambi.